Saat masih bayi, ketika lahir, tidak bersaing, tidak merampas dan tidak mengambil hak milik orang lain. Sedangkan orang tua sudah pernah merampas, bersaing, dan mengambil hak milik orang lain.
Namun sekarang tidak bisa lagi karena saat tua, menderita sakit, terbaring di tempat tidur. Badan rapuh ini seperti kapas di tempat tidur, hanya tinggal menghitung hari-hari terakhirnya. "Kekayaan dan status, apakah berguna? Asalkan bisa terus hidup sudah sangat baik!"
Benar, orang yang sudah tua dan mendekat ajal, tutur katanya biasanya akan menjadi baik. Tetapi kenapa pada masa muda kita tidak menyadarinya, tidak tahu menjalani hidup, tidak menghargai waktu yang berlalu sebagai barang yang paling berharga untuk melakukan hal-hal yang berguna, hanya bersaing, hipersensitif dan munafik.
Saya teringat sebuah cerita, dahulu ada seorang perempuan tua, selalu karena hal-hal yang kecil membuat dia marah. Pada suatu hari dia pergi menjumpai seorang Petapa membahas masalah itu. Setelah mendengar keluh kesahnya, Petapa itu membawanya ke sebuah kamar kecil, mengunci dia di dalam kamar.
Perempuan itu langsung memaki dan marah-marah. Setelah memaki cukup lama, Petapa sama sekali tidak peduli kepadanya. Perempuan tua ini kemudian memohon, namun Petapa masih tidak peduli kepadanya.
Setelah perempuan tua ini tidak bersuara, Petapa datang kedepan pintu kamarnya bertanya, "Apakah engkau masih marah?"
Perempuan tua ini berkata, "Sekarang saya marah kepada diri saya sendiri, kenapa saya bisa datang ke tempat ini menerima hukuman?"
"Orang yang tidak bisa memaafkan diri sendiri, bagaimana hatinya bisa setenang air?" Petapa mengibaskan tangannya berlalu dari sana.
Beberapa saat kemudian Petapa datang bertanya lagi, "Apakah masih marah?"
Perempuan tua ini berkata, "Tidak, saya tidak marah lagi."
"Kenapa?" Petapa bertanya.
"Apa gunanya marah?"
Petapa pergi lagi. Ketika Petapa ketiga kalinya kembali ke depan pintu kamar, perempuan tua berkata kepadanya, "Saya tidak marah lagi, karena tidak pantas untuk marah."
Petapa sambil tertawa berkata, "Engkau masih sadar apakah itu pantas atau tidak, kelihatannya di dalam hatimu masih ada akar marah."
Ketika bayangan tubuh Petapa yang disinari matahari senja berdiri di depan pintu kamar, perempuan tua ini bertanya, "Guru, apa itu marah?"
Petapa menuangkan teh yang berada di dalam cangkirnya ke tanah. Wanita tua itu merenung cukup lama. Tiba-tiba dia sadar, setelah itu berterima kasih kepada Petapa, kemudian berlalu dari sana.
Kehidupan kita sama dengan teh yang berada di tangan Petapa itu, dalam sekejap bersatu dengan tanah. Waktu sangat singkat, hal-hal kecil dalam hidup ini, apakah berharga untuk membuat kita marah?
Percayalah, hal-hal yang membuat kita marah dalam kehidupan ini, karena ingin bersaing, melihat siapa yang paling kuat, tetapi kekuatan dari perjuangan untuk melawan, akhirnya siapapun tidak akan menang. Mungkin dalam hal ini Anda bisa memenangkannya, namun dalam hal yang lain Anda kalah darinya.
Menang dan kalah, kalah dan menang, ketika memejamkan mata berpamitan dengan dunia ini, apakah Anda tidak akan sama dengan seluruh orang yang ada di dunia ini? Anda tidak akan memiliki apapun, kedua tangan kosong.
Hidup di dunia ini, yang paling penting adalah mengerjakan sesuatu hal yang bermakna, dengan demikian kita tidak akan menyesal menjalani kehidupan yang indah ini. Jangan melewatkan hidup ini mengejar hal duniawi terus menerus, karena marah selalu disebabkan karena ingin bersaing. Jika tidak bersaing, maka tidak akan marah dan emosional. Tanpa marah dan emosional maka Anda akan melakukan hal-hal yang baik, jika tidak marah maka akan hidup dengan sehat. Orang yang selalu marah sulit untuk tidak sakit. [Yenni Huang / Solo]
***
Mari kita bersama-sama dukung Tionghoanews dengan cara kirim berita & artikel tentang kegiatan & kejadian Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id