BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Selasa, 10 Januari 2012

PUISI KLASIK TIONGKOK KARYA LI BAI DAN DU FU

Saya ingin mengulas tentang judul utama artikel ini dan sekilas tentang puisi Dinasti Tang. Saya disini ingin memberi informasi kepada Anda, bahwa ada satu puisi Dinasti Tang yang paling menonjol dibanding yang lainnya. Yakni puisi Li Bai – Du Fu. Karyanya begitu terkenal, melintasi segala musim, wilayah dan suasana hati, mulai dari kesuraman hingga puji-pujian, puisi penuh dengan pancaran ketenangan hati hingga sarat penyesalan hati.

Jangkauan puisi ini sungguh luas, sangat membantu jika Anda benar-benar menganggapnya sebagai dua identitas yang sangat berbeda, meskipun demikian terpatri dalam benak, jika Anda benar-benar ingin mengenal dekat salah satu dari identitas yang terpisah ini, Anda juga harus memahami bagaimana mereka berhubungan dengan satu sama lain.

Mungkin saya harus menjelaskannya lebih lanjut. Sebenarnya Li Bai-Du Fu adalah dua puisi yang berbeda, yakni Li Bai dan Du Fu. Diperkirakan mereka ada pada pertengahan periode Tang, meskipun Li Bai memperoleh ketenaran pertama (selama akhir dari masa permulaan Dinasti Tang) dan Du Fu datang tak lama kemudian (pada awal pertengahan Dinasti Tang), seperti seorang adik laki-laki, dengan suatu kekaguman terhadap senior dan mentornya.

Namun jika diamati lebih lanjut keberadaan mereka berdua, seperti dua raksasa kembar dari periode yang sangat kreatif ini, dan mereka bersinar lebih terang karena berdiri sebagai kesatuan, seperti Castor dan Pollux (nama planet dalam konstelasi Gemini), mereka mengambil dan menarik perhatian orang dalam gelapnya malam.

Karena itu hampir lebih mudah untuk menceritakan kronologi kisahnya, saya akan mulai hari ini dengan terjemahan puisi karya Li Bai, yang tercipta pertama kali, penuh pancaran kemuliaan yang mencerahkan. Sejak usia dini, kejeniusan Li Bai telah di akui. Tapi ia mengikuti jalan yang tidak lazim, sebagai pengembara romantis, ia menolak pelayanan di birokrasi Kekaisaran.

Pada kenyataannya, itu merupakan titik paling lemah di antara tradisionalis — bagi siapa saja yang punya bakat puitis selalu sangat terkait dengan pelayanan kepada negara —mungkin semua penyair-penyair klasik besar zaman dahulu tidak pernah  peduli untuk mengikuti ujian kepegawaian. Kurang pengangkatan atau gelar secara resmi, apa yang Li Bai miliki adalah suara yang murni.

Ia adalah penyair besar dengan bakat alam. Ia berbicara menitik beratkan kepada hal-hal spiritual dengan sentuhan ringan, mudah di cerna. Seperti di bawah ini, saya harap Anda dapat memahami draft terjemahan puisinya di bawah ini, ia dengan mudah membungkus alam dan spiritual secara bersamaan dalam beberapa bait singkat bahkan lebih baik daripada penyair manapun di zamannya maupun  periode  lainnya.

Tanya jawab di tengah pegunungan

Tanyakan mengapa aku tinggal, telah beberapa hari, di tengah hijaunya pegunungan, aku hanya bisa menjawab dengan senyuman, menggambarkan betapa kenyamanan mengisi hatiku.

Bunga persik bermekaran jatuh ke sungai terbawa air mengalir jauh pada saat ini.

Dari sini aku bertengger menatapkan pandangan kepada langit di atas dan bumi di bawah, kedua saya menahan dan mengambil bagian, dalam bagian yang sama.

Kini, setelah menampilkan nada keanggunan dari keseimbangan dan keriangan hati, izinkan saya memberi Anda pengenalan singkat karak-ter tandingannya. Secara pribadi, Du Fu yang muncul di kehidupan dengan suara yang tidak bisa lebih berbeda. Maaf jika kekontrasan sedikit sumbang, tetapi itulah bagaimana semuanya berjalan selama periode Tang, dari berjiwa bebas, seorang kakak Taois, Li Bai,  hingga adiknya yang seorang pencemas dan berpikiran Konfusianisme, Du Fu. Di mana Li Bai direndahkan dalam pelayanannya di birokrasi Kekaisaran, Du Fu bersusah payah melalui karir birokrasi, berjuang melalui pengangkatan dari tingkat rendah, frustrasi oleh kurangnya kemajuan dan dikuasai oleh kekhawatiran bahwa bakatnya terus diabaikan. Di bawah ini sebuah puisi yang ditulisnya pada suatu malam dimusim semi, duduk di atas meja, bertingkah dan gelisah.

Suatu Malam di Musim Semi di Provinsi Timur

Kembang-kembang telah hilang, Dalam kegelapan yang telah di kalahkan tembok istana.

Ada kesedihan, Panggilan dari seekor burung, merebahkan diri sampai ke akar.

Bintang-bintang berada di atas, bergeseran dan berkilau bagaikan Kota Chang An pada malam hari.

Bulan bertambah tinggi dan besar kedalam langit kesembilan.

Duduk di meja tulisku, aku mendengan sebuah kunci emas di putar, terkunci.

Atau ini hanyalah angin meniupkan lonceng batu giok.

Besok pagi banyak hal yang mesti aku lakukan, menghadiri pengadilan.

Tapi sementara aku duduk di sini, dibuat masalah oleh tak terhitung pertanyaan-pertanyaan tak terjawab. [Lan Hua / Newyork]

* Lan Hua, nama pena seorang penulis dan penerjemah asal New York. Nama ini bermakna Bunga Biru, dalam perhargaan kepada Red Pine (yang lebih terkemuka sebagai penerjemah terbesar dari karya-karya puisi para master) dan memperluas lirik tradisional di mana dia mengambil bagian di dalamnya.

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA