BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Minggu, 12 Juni 2011

TRADISI TIONGHOA KETIKA BERKABUNG

Dalam adat tradisional Tionghoa mengenai kematian, sering kita lihat keluarga yang ditinggalkan mendiang akan mengenakan pangkat di lengan atau di topi. Apa perbedaan masing-masing pangkat? Apa maknanya?

Dalam tradisi kematian orang Tionghoa memang banyak pernak-pernik simbolisasi. Pangkat di lengan anggota keluarga yang ditinggalkan bermacam-macam, namun pada dasarnya adalah kain goni, kain polos warna biru tua, biru muda, kuning maupun merah muda. Sebenarnya pangkat di lengan ini adalah penyederhanaan dari pernak-pernik ritual asalnya. Ini erat kaitannya karena di Indonesia beriklim tropis sehingga tidak cocok mengenakan baju berlapis-lapis.

2500 tahun lalu pada zaman Zhou, anggota keluarga yang ditinggalkan harus mengenakan pakaian dari kain goni dan pakaian warna lainnya selama bertahun-tahun sesuai tingkat hubungan dengan mendiang. Anak kandung harus mengenakan baju berkabung selama 3 tahun berturut-turut, anak perempuan yang telah menikah boleh menanggalkan baju berkabung setelah 1 tahun, cucu-cucu dan keponakan/kemenakan boleh menanggalkan baju berkabung setelah 3 bulan. Seluruhnya ada 5 tingkat dengan jangka waktu dan tingkatan perkabungan yang berbeda-beda. Di masa berikutnya, ritual ini mengalami penyederhanaan.

Sekarang ini, yang sering ditemukan di Indonesia adalah anggota keluarga yang berkabung memakai pakaian putih-putih dari kain blacu lalu mengenakan pangkat di lengan. Ada keluarga yang mengenakan dengan aturan "laki-laki di kiri, perempuan di kanan", namun ada pula yang mengenakan secara seragam di kiri atau di kanan saja. Ini adalah penyederhanaan dari ritual ribuan tahun lalu, yang diharuskan mengenakan baju dari kain goni sebagai tanda berkabung.

Perbedaan dan tingkat generasi dari masing-masing pangkat?

Pada dasarnya ada 6 jenis pangkat di lengan atau di topi bagi anggota keluarga dekat dari mendiang:
  • Potongan goni kasar, untuk anak laki-laki dan menantu perempuan.
  • Potongan goni halus, untuk anak perempuan yang telah menikah keluar.
  • Potongan kain biru tua, untuk cucu dalam (anak dari anak laki-laki).
  • Potongan kain biru muda, untuk cucu luar (anak dari anak perempuan).
  • Baju kaos berwarna kuning, untuk cicit dalam (cucu dari anak laki-laki).
  • Baju kaos berwarna merah muda, untuk cicit luar (cucu dari anak perempuan).
Tambahan, dalam keluarga tertentu, bila mendiang mempunyai cicit biasanya pada prosesi pemakamannya dilengkapi dengan sebuah kereta tandu dari kertas dengan 4 orang cicit sebagai penandu. 2 orang cicit dalam di depan dan 2 orang cicit luar di belakang, penandu harus merupakan cicit laki-laki. Saya sendiri punya pengalaman menjadi penandu di depan bersama adik laki-laki saya sepeninggal kakek dan nenek buyut. Namun tentunya karena jarak antara rumah duka dan pemakaman relatif dekat, bila jauh sekali tetap saja tandu harus diikat di mobil jenis pick-up untuk diantar sampai ke pemakaman.

* Ada pula pangkat lain untuk anggota keluarga yang lebih jauh.

- Potongan goni halus tambah kain biru tua, untuk keponakan (yang semarga dengan mendiang).
- Potongan goni halus tambah kain biru muda, untuk keponakan (yang tidak semarga dengan mendiang).
- Baju kaos berwarna biru, untuk anak dari keponakan.
- Baju kaos berwarna kuning, untuk cucu dari keponakan.

Lebih kurang seperti di atas, namun pada suku-suku tertentu atau keluarga tertentu ada perbedaan sedikit di dalam realisasinya.

* Bila telah memeluk agama lain, apakah tradisi ini harus ditinggalkan?

Ini adalah sebuah peninggalan budaya, ritual budaya, jadi tidak ada hubungannya dengan ritual keagamaan sehingga tidak ada alasan untuk meninggalkan warisan tradisi ini. Tradisi khas ini menunjukkan bakti dari anggota keluarga yang ditinggalkan kepada mendiang.

Presiden ROC (Taiwan), Chiang Kai-shek dan Chiang Ching-kuo adalah\npemeluk agama Kristen yang taat, pada masa perkabungan mereka, seluruh instansi pemerintah dan rakyat yang ikut berkabung mengenakan kain pangkat sebagai tanda berkabung sepeninggal mereka. Demikian pula sepeninggal Mao Zedong atau Zhou Enlai, banyak rakyat yang mengenakan pangkat seperti ini sebagai ungkapan tanda belasungkawa. Jadi tidak ada hubungannya dengan keagamaan. Analoginya adalah pengibaran bendera setengah tiang sebagai tanda berkabung di Indonesia. Saya melihat terkadang ada orang Tionghoa yang telah menganut agama lain lalu merasa segala tradisi kuno leluhur harus ditinggalkan karena tidak bersesuaian dengan agama yang dianutnya. Menurut saya, ini adalah sedikit pemikiran kebablasan dikarenakan ketidak mengertian akan makna dari tradisi Tionghoa. [Rinto Jiang, Jakarta - tionghoanews.com]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA