Saat mengemudikan mobil, kebanyakan orang Barat sangat taat pada peraturan, juga sangat sopan, karena itu bila mengetahui ada seorang pengemudi hendak berpindah jalur, acapkali pengemudi lain otomatis akan mengalah dan memberikan jalan.
Oleh karenanya jika saat sedang mengemudikan mobil mereka menjumpai pengemudi yang mengemudikan mobil dengan kasar (tidak tahu adat), mereka merasa sangat tidak nyaman, bahkan bisa menjadi emosional.
Suatu hari ketika David sedang mengemudikan mobil ke kantor, sepanjang perjalanan menemui kemacetan, kecepatan mobil tidak bisa tinggi, saat itu tiba-tiba datang sebuah mobil secara kasar memotong jalannya dan memaksa masuk di depan mobilnya.
David yang saat itu sudah agak resah tak kuasa menahan mulutnya telah mencetuskan makian "sialan!". Dalam hatinya segera mengutuk, "Kurang ajar, semoga perjalananmu menjumpai kemacetan besar, biar saja dan rasain terlambat masuk kantor."
Ternyata sebagaimana harapan David, sepanjang perjalanan mengalami kemacetan besar, mobil yang berada tepat di depan mobil David benar-benar hanya bisa berjalan pelahan-lahan, kelihatannya pengemudinya harus terlambat sampai di kantor, David yang membuntut di belakang mobil itu tertawa dalam hati, dia sangat gembira bahwa kutukannya itu menjadi kenyataan.
Pada akhirnya, orang yang dikutuk David itu benar-benar terlambat atau tidak David tidak tahu pasti. Tetapi ketika David tiba di kantor, dia sendiri sudah terlambat hampir setengah jam lamanya.
Ketika David sedang mencetak kartu absennya, tiba-tiba dia mendapatkan bahwa dirinya sangat menggelikan, bagaimana dia sampai bisa mengutuk mobil yang berada tepat di depannya dan yang berada tepat satu jalur dengannya supaya menemui kemacetan? Bukankah ini sama saja dengan mengutuk diri sendiri?
David berpikir lagi, jika sampai kutukannya itu cukup serius, membuat orang yang berada di depan mobilnya itu mengalami kecelakaan, maka kemungkinan besar dirinya juga akan terlibat dalam tabrakan itu, ikut tertimpa kesialan, walaupun mungkin saja tidak ikut tertabrak, tetapi mungkin akibat dari kejadian ini menjadikan perjalannya tertunda lebih lama lagi, mungkin keterlambatan yang terjadi bukan hanya setengah jam saja.
Maka David lalu berpikir seharusnya dia memberi restu orang yang berada di depannya, mengharapkan dia selamat sepanjang perjalanan, bisa melaju dengan lancar, dengan demikian dia yang berada di belakang mobil itu, juga bisa seperti orang yang berada di depannya melaju dengan cepat tanpa hambatan, dan dapat tiba di kantor tepat pada waktunya.
Setelah pikirannya terbuka, David berjanji kepada dirinya sendiri, lain waktu jika menjumpai keadaan semacam ini, sekalipun merasa sangat jengkel juga harus merestui, merestui orang yang berada di depannya agar bisa lancar sepanjang perjalanan, jika orang lain lancar dia sendiri juga lancar, orang lain selamat dia sendiri juga akan selamat.
Lagi pula dengan berbuat demikian, paling tidak, tidak akan bisa membuat diri sendiri jadi kesal, dan bisa mempertahankan perasaan riang bergembira ketika sampai di tempat kerja.
Seringkali saat berada di puncak kemarahannya, seseorang bisa kehilangan nalarnya, dia menjadi tidak jelas dengan keadaan dia yang sebenarnya, sering-sering tidak sadar dengan tindakan yang telah dilakukan, kemungkinan besar akan bisa merugikan bukan hanya diri sendiri tetapi juga pihak lain, karena jika kita bersama-sama berada di atas satu perahu, jika perahu ini karam, maka secara otomatis kita akan bersama-sama tenggelam ke dalam air.
Oleh sebab itu, mengapa tidak bermurah hati ? Daripada mengutuk, lebih baik kita mendoakan hal yang baik bagi orang lain. Dengan demikian bukan saja dalam hati kita tidak akan terpendam hawa amarah, tetapi ketika kita hati kita tidak jadi marah, kita juga akan merasakan betapa anggun sikap kita ini.
Selain itu ketika kita bisa dengan berkepala dingin menghadapi suatu masalah, seringkali masalah itu bisa berubah dengan sendirinya menjadi lancar, mungkin itulah yang dikatakan dengan "sesuatu dapat berubah menjadi keberuntungan adalah seiring dengan adanya perubahan hati!" [Siao Wei / Tanjung Pinang]