Zhu Yijun sebenarnya seorang anak yang cerdas sejak kecil. Suatu ketika dia melihat ayahnya memacu kuda dengan sangat kencang dan berseru padnya, “Ayahanda kaisar, engkau adalah penguasa di bumi, hal yang tidak baik akan terjadi bila ayah berkuda sekencang itu !”. Umurnya baru enam tahun ketika berkata demikian, Longqing sangat terkesan dengan sikapnya itu, dia segera turun dari kuda dan menggelarinya putra mahkota.
Tahun 1572, Longqing wafat dan Zhu Yijun yang baru berumur 9 tahun naik tahta menggantikannya, rezimnya dinamakan Wanli. Sepuluh tahun pertama masa pemerintahannya, dia dibantu oleh ibu suri, ibunya, dan negarawan besar, Zhang Juzheng yang juga menjadi guru yang membimbingnya sejak kecil. Zhang diangkat sebagai kanselir agung. Sebagai administrator yang kompeten, Zhang melakukan reformasi dalam berbagai bidang seperti mereformasi ekonomi dan pertanian serta memperketat sistem ujian kerajaan. Hal ini menciptakan stabilitas sosial bagi Tiongkok.
Zhang meninggal pada tahun 1582. Sepeninggalnya, Wanli merasa terbebas dari pengawasan Zhang dan atas hasutan para pejabat dan kasim yang tidak menyukai Zhang dia membatalkan program-program yang telah dirancang Zhang. Dinasti Ming yang baru saja bangkit kembali mengalami kemunduran. Wanli mulai terjerumus dalam kebejatan moral dan pemborosan harta negara. Di istana belakang dia memiliki ratusan wanita yang siap dipanggil kapan saja, dia juga minum-minum tanpa terkendali dan setelah mabuk bisa membunuh siapa saja yang menyinggungnya.
Wanli membangun taman kerajaan baru dan memperluas yang lama. Untuk membangun makamnya yang mewah, dia mengerahkan 30.000 prajurit dan tukang, menguras kas negara dan memakan waktu hingga enam tahun. Selama duapuluh tahun dia jarang menghadiri pertemuan rutin dengan pejabat-pejabatnya, segala laporan dan dokumen dari para mentri harus melewati para kasim kepercayaannya. Dia juga mengirim para kasimnya untuk memungut pajak di seluruh penjuru negeri. Beban pajak yang tinggi makin menambah beban hidup rakyat untuk menutupi defisit kas negara yang dihambur-hamburkan untuk kesenangan pribadinya sehingga membangkitkan kemarahan rakyat dan pemberontakan petani mulai terjadi di berbagai tempat.
Dekadensi moral pada zaman ini menyebabkan sekelompok orang terpelajar dan aktivis politik membentuk gerakan Donglin sebuah perkumpulan politik yang menjunjung kebenaran moral dan mengkritik pemerintah. Pada masa pemerintahannya pula Matteo Ricci, missionaris Yesuit pertama tiba di Tiongkok
Menjelang akhir pemerintahannya, Wanli menyaksikan kekalahan tragis pasukan Ming dalam pertempuran Sa’erhu (1619) oleh bangsa Manchu yang dipimpin Nu’erhachi. Sejak saat itu bangsa Machu menjadi momok yang menakutkan bagi Tiongkok hingga puncaknya pada kehancuran Dinasti Ming tahun 1644.
Permaisurinya, Xiaoduan, tidak memberinya putra. Dia menghamili seorang dayang bermarga Wang sehingga wanita itu memberinya seorang putra bernama Zhu Changluo. Beberapa tahun kemudian dia juga mendapat seorang putra lagi dari selirnya bermarga Zheng. Wanli berencana mewariskan tahtanya pada putra selir Zheng yang bernama Zhu Changxun, namun setelah perdebatan yang berlarut-larut dengan para mentrinya akhirnya dia menetapkan Zhu Changluo sebagai pewarisnya.
Juli 1620, Wanli jatuh sakit dan tidak bisa memakan apapun selama dua minggu. Sadar ajalnya sudah dekat, dia memanggil mentri kepercayaannya, Zhang Weixian dan menyampaikan pesan terakhir untuk mendampingi putra mahkota Zhu Changluo mengurus negara. Dia meninggal bulan berikutnya dalam usia 56 tahun dan dimakamkan di kompleks pemakaman kaisar Ming, pinggiran kota Beijing. Makamnya, Dingling (定陵) adalah salah satu dari dua makam kaisar Ming yang dibuka untuk umum. (*v*)
Diterjemahkan oleh: Chen Mei Ing