Zhu Changluo bukanlah anak yang disayangi ayahnya yang sempat menyangkal dia adalah darah dagingnya ketika sedang dikandung. Belakangan catatan kehidupan sehari-hari kaisar membuktikan kebenarannya. Karena belum mempunyai putra saat itu, ibu suri membujuk Wanli agar mempromosikan dayang Wang sebagai selir sehingga bayi itu memiliki hak atas tahta.
Beberapa tahun kemudian Wanli mulai mengalihkan perhatiannya pada seorang selir bermarga Zheng sehingga sehingga selir Wang dan anaknya mulai diabaikan. Ketika selir Zheng melahirkan seorang putra yang diberi nama Zhu Changxun, Wanli bahkan berencana memberikan gelar putra mahkota Zhu Changluo pada putra keduanya ini. Namun para mentrinya keberatan dan berpegang pada prinsip bahwa putra sulunglah yang berhak mewarisi tahta. Perdebatan ini berlarut-larut hingga akhirnya tahun 1601, Wanli pun dengan berat hati menetapkan Zhu Changluo sebagai pewaris tahta yang sah.
Suatu malam tahun 1615, ketika Zhu Changluo sedang membaca di Istana Ciqing tiba-tiba seorang pembunuh bersenjatakan gada menerobos masuk dan menyerangnya. Usaha ini berhasil digagalkan dan orang itu ditangkap. Setelah diinterogasi, Zhang Cha, pembunuh itu, mengakui bahwa Selir Zheng yang tidak puas karena anaknya tidak dijadikan putra mahkota adalah dalang dibalik peristiwa ini, bersamanya turut terlibat dua kasim, Pang Bao dan Liu Cheng. Kasus ini pun menemui titik terang yang sangat jelas, namun hakim tidak berani bertindak pada Selir Zheng karena kaisar memberinya pengampunan. Zhang Cha dihukum mati, Pang Bao dan Liu Cheng juga dilenyapkan secara diam-diam. Insiden ini dalam sejarah dikenal dengan nama “Kasus Serangan Gada”.
Tahun 1620, Kaisar Wanli mangkat dan Zhu Changluo meneruskan tahtanya, rezimnya dinamai Taichang. Selir Zheng yang pernah berusaha membunuhnya kini mulai mencari muka di depannya. Dia tahu bahwa Taichang adalah seorang yang gila harta dan wanita, maka Zheng sering mengunjunginya dan membawa banyak hadiah berupa emas permata. Selain itu dia juga mempersembahkan delapan gadis pilihan untuk melayaninya.
Sejak masih menjadi putra mahkota, Taichang sudah mempunyai sejumlah besar selir di istana belakangnya. Setiap harinya dia menghabiskan waktunya bersama wanita-wanita itu sehingga berakibat kesehatannya makin menurun. Dia bahkan tidak bisa duduk di singasananya setelah menjadi kaisar, kepada para mentrinya dia mengaku sering pusing, lemah dan tidak bisa jalan sehingga urusan negara pun terbengkalai.
Seorang mentri bernama Li Kezhuo menawarkannya obat berupa pil merah agar sang kaisar bisa sehat kembali. Sesuai peraturan, Li memakan satu obat itu sebagai contoh di depan kaisar sebelum kaisar mengkonsumsinya. Li tidak mengalami gejala apapun setelahnya, namun Taichang meninggal keesokan paginya setelah memakan dua pil itu. Insiden ini dikenal dengan nama “Insiden Pil Merah” bersama dengan “Kasus Serangan Gada” dan perdebatan tentang status putra mahkotanya meninggalkan kontroversi dalam rezimnya yang singkat.
Diterjemahkan oleh: Chen Mei Ing