Li Jing dilahirkan di Sanyuan, Yongzhou (sekarang Kabupaten Sanyuan, Provinsi Shaanxi) dalam keluarga yang mempunyai tradisi militer. Anggota keluarganya selama beberapa generasi adalah tokoh-tokoh militer terkemuka yang mengabdi pada Dinasti Sui. Pada masa mudanya Li menjabat sebagai perwira yang menjaga sebuah prefektur kecil. Ia seorang yang ahli dalam strategi perang sehingga bakatnya dipuji oleh beberapa pejabat tinggi Sui seperti perdana menteri Yang Su dan Niu Hong.
Ketika Dinasti Sui telah diambang keruntuhan karena pemerintahan Kaisar Yang dari Sui yang tiran, Li Jing telah mencium rencana pemberontakan oleh Li Yuan yang menjaga Taiyuan (sekarang bagian tenggara kota Taiyuan, Shaanxi). Maka ia menyamar sebagai narapidana dan menyusup ke dalam iring-iringan narapidana yang akan dibawa ke ibukota untuk dieksekusi. Rencananya begitu tiba di sana, ia akan membeberkan rencana pemberontakan itu pada para menteri kekaisaran. Namun kedoknya terbongkar di tengah jalan dan ia ditangkap oleh rakyat yang mendukung Li Yuan.
Li Yuan memerintahkannya untuk dihukum mati. Ketika akan dieksekusi, ia berkata dengan penuh keberanian, "Saat ini negara sedang kacau, aku sebagai hamba Dinasti Sui hanya menjalankan tugas membongkar rencana para pengkhianat. Apakah aku salah mengabdi pada negara ketika para pengkhianat mengotori seluruh penjuru negeri ?" Li Yuan sangat marah mendengarnya, namun putra keduanya, Li Shimin sangat terkesan dan dia menyarankan ayahnya agar tidak menghukum mati orang yang setia sepertinya sehingga ia dibebaskan. Tak lama kemudian, terdengarlah berita bahwa salah seorang pamannya yang adalah jenderal terkenal Sui tewas dengan tragis ketika menumpas pemberontak. Li pun memutuskan untuk terlibat dalam perang pasca keruntuhan Dinasti Sui. Ia direkrut oleh Li Mi, salah satu pemimpin pemberontak terkenal pada masa itu.
Tak lama kemudian ia merasa sangat kecewa terhadap Li Mi yang sering memanfaatkan rakyat jelata dan membiarkan prajuritnya merampoki mereka. Suatu malam, ia meninggalkan markas Li Mi seorang diri dan mengembara tak tentu arah. Di tengah jalan, ia kembali bertemu dengan Li Shimin yang kebetulan saat itu sedang dalam perjalanannya untuk memerangi Li Mi. Ia sangat terkesan dengan Li Shimin yang mempelakukan rakyat dengan baik sehingga ia yakin bahwa Li Shimin adalah orang yang tepat yang kelak akan membawa Tiongkok keluar dari kekacauan. Saat itu pun ia memutuskan untuk bergabung dengan Li Shimin.
Li Yuan berhasil mempersatukan negara dan mendirikan Dinasti Tang tahun 618. Ia menjadi kaisar pertama dengan gelar Kaisar Tang Gaozu. Tahun 621, Kaisar Gaozu menugaskan Li Jing untuk memimpin ekspedisi ke selatan dalam rangka menaklukan Xiao Xi, pemimpin rezim separatis terkuat yang berusaha memisahkan diri dari Tang dan mendirikan Dinasti Liang. Li menyelesaikan tugas ini dengan baik dan memperoleh kemenangan gemilang. Ia menerapkan disiplin yang ketat terhadap pasukannya, penganiayaan terhadap rakyat dan tawanan perang dilarang. Hasilnya, sebagian besar kaum pemberontak menyerah secara baik-baik dan Xiao Xi berhasil ditangkap. Wilayah yang terbentang dari Hunan dan Hubei hingga selatan Tiongkok kini telah menjadi wilayah Tang. Atas jasanya, Li diangkat menjadi gubernur jenderal wilayah selatan.
Li Jing memiliki keyakinan bahwa golongan militer tidak seharusnya terlibat dalam politik. Karena itulah dalam pertikaian antara putra-putra Gaozu, ia menyarankan agar orang-orangnya bersikap netral, tidak memihak siapapun baik Li Shimin maupun kakaknya, putra mahkota Li Jiancheng. Klimaks dari perseteruan keluarga ini adalah Kudeta di Gerbang Xuanwu (626) dimana Li Shimin membunuh kakaknya dan memaksa ayahnya menjadikannya putra mahkota. Beberapa bulan kemudian Kaisar Gaozu turun tahta dan Li Shimin menjadi kaisar baru dengan gelar Kaisar Tang Taizong. Di bawah pemerintahan Taizong, Li Jing tetap melanjutkan pengabdiannya dan menjadi tiang negara yang menjabat berbagai posisi penting dalam militer.
Pada tahun-tahun pertama Dinasti Tang, ancaman terbesar di perbatasan utara datang dari suku-suku Turki pengembara, terutama suku Tujue Timur. Mereka sering mengacau di wilayah perbatasan bahkan hampir menyerang ibukota Chang'an ketika pasukan Tiongkok sedang sibuk menangani kaum separatis, suku Hmong, dan Korea. Li secara pribadi memimpin 3000 pasukannya untuk memerangi mereka. Dengan strategi yang brilian dan formasi tempur yang baik, ia mengalahkan Tujue Timur bahkan terus maju hingga ke Turkestan. Di bawah serangan yang gencar, lebih dari 200.000 pasukan Tujue Timur terbunuh, ditangkap atau kabur. Tahun 630, Li berhasil menaklukkan pasukan Tujue dan menanamkan pengaruh Kekaisaran Tang di wilayah mereka. Sungguh sebuah prestasi yang luar biasa, karena saat itu suku-suku pengembara Turki adalah kekuatan yang cukup menonjol di wilayah Asia Tengah sedangkan Dinasti Tang sendiri masih baru berdiri.
Kemenangannya atas Turki membuat reputasinya terkenal di seluruh negeri. Ia dikenal akan strateginya dengan pasukan kecil mampu mengalahkan pasukan yang lebih besar. Disiplin pasukannya sangat baik dan mereka tidak pernah mengganggu rakyat. Li tidak membalas perlakuan barbar pasukan Turki dengan perlakuan yang sama, sebaliknya ia memperlakukan para tawanan perang dengan manusiawi. Bahkan dalam suatu kesempatan ia pernah membagikan ransum pasukannya untuk membantu rakyat Turki yang sedang kelaparan. Dalam perang itulah ia menyusun kitab Tao Perang yang dipakainya sebagai dasar untuk menghukum orang Tionghoa maupun non-Tionghoa yang terlibat kejahatan perang. Rakyat menjulukinya sebagai jenderal sorgawi yang menitis ke dunia. Kaisar Taizong menganugerahkannya gelar Adipati Dai (代公, daigong) dan membandingkannya dengan jenderal Li Ling dari Dinasti Han, katanya, "Dulu Kaisar Wu dari Han pernah mengutus Li Ling dengan 8000 pasukan untuk menaklukkan Xiongnu, namun mereka akhirnya menyerah setelah bertempur mati-matian. Saya mengirim anda hanya dengan 3000 pasukan untuk mengalahkan Tujue Timur. Namun anda berhasil mengalahkan 200.000 pasukan mereka dan bahkan memasukkan wilayah mereka untuk kekaisaran kita, sungguh jenderal hebat yang sulit dicari tandingannya dalam sejarah."
Tahun 934, Raja Duguhun, Murong Fuyun, dari wilayah barat laut Tiongkok mengacau di perbatasan. Taizong kembali menugaskan Li Jing untuk menghukum para pengacau itu. Setelah setahun berperang dan kejar-kejaran dengan pasukan Duguhun, ia berhasil mengalahkan mereka di Xinjiang. Murong Fuyun dibunuh oleh bawahannya sendiri, putranya Murong Shun menyerah pada Li. Wilayahnya pun menjadi milik kekaisaran Tang. Atas jasanya kali ini, Li mendapat gelar Adipati Wei (卫公, weigong) sehingga ia juga dikenal dengan nama Li Weigong.
Tahun 647, Kaisar Taizong memanggilnya untuk memberi masukan mengenai ekspedisi penaklukan Korea. Ia meminta pada Taizong untuk memimpin pasukannya ke Korea, namun tidak dikabulkan karena usianya yang telah lanjut. Li Jing, sang jenderal besar itu, wafat tahun 649 dalam usia 78 tahun.
Selain menulis Tao Perang yang berisi kode-kode etik peperangan. Karya Li Jing lainnnya yang tak kalah penting adalah Dialog Tang Taizong-Li Weigong (唐太宗李卫公问对, Tang Taizong Li Weigong Wendui) yang berisi dialong mengenai strategi militer antara dia dan Kaisar Taizong. Kitab ini dimasukkan sebagai salah satu dari Tujuh Karya Militer Klasik (武经七书, Wujing qishu). Karya lainnya adalah Seni Perang Li Weigong (李卫公兵法, Li Weigong Bingfa) dan Enam Cermin Tentara (李靖六军镜, Li Jing liujunjing). (**)
http://yinnihuaren.blogspot.com
Email dari: Linda Lim, Surabaya