# Arti Kata Brahma
Kata Brahma menurut konteks katanya berarti ‘besar’; makhluk yang berbadan besar disebut Brahm (mahantasarîratâya brahma, akar kata Braha = besar). Menurut pengertiannya, brahma berarti pembesar atau penguasa tiga alam, yakni; alam manusia, alam dewa dan alam brahma. Istilah Brahma memiliki banyak pengertian lain disesuai dengan ciri dan fungsinya, seperti: kakek (pitâmaha), bapak, bapak makhluk alam (pitu), penguasa tiga alam (lokesa), makhluk yang lebih luhur di antara para dewa (surajettha), pemelihara makhluk hidup (pajâpati), dsb.
# Brahma dalam Tradisi Buddhis
Brahma dalam ajaran Buddha diletakkan di alam tersendiri, yakni alam Brahma,yang bebas nafsu gairah (Rûpârûpabhava). Dalam kitab-kitab agama Buddha, istilah Brahma sering disebut di sana. Artinya, agama Buddha mengakui keberadaan Brahma. Namun, istilah brahma dalam kitab agama Buddha itu memiliki pengertian yang berbeda dari kepercayaan kaum Brâhmana. Batasan pengertian brahma diubah sedemikian rupa hingga sesuai dengan doktrin agama Buddha.
Perlu diketahui juga, bahwa Sang Buddha banyak memberikan makna baru atas kata-kata yang sebelumnya telah dipakai di jaman itu, seperti misalnya kata arahanta, brâhmana, mokkha, bhagavantu, dsb. Pengubahan ini utamanya ditujukan agar para pendengar ajaran Beliau memiliki pengertian baik dan benar.Sebuah kata atau nama bisa mengandung makna lebih dari satu arti. Tiap-tiap makna berperan dalam memahami suatu ucapan atau ajaran. Karena itu, pemilahan makna kata dari makna-makna adalah satu tugas yang amat penting untuk mencapai maksud sebenarnya si pengucap.
Pengertian lebih penting daripada nama itu nama yang menjulukinya sendiri. Karena, nama adalah sekadar julukan. Sedangkan pengertian adalah arahan dari suatu nama diucapkan. Untuk kata ‘brahma’ misalnya, umat Buddha tidak diarahkan untuk memahaminya sebagai pusat dari makhluk alam semesta, sosok makhluk yang kekal, yang menentukan nasib setiap insan (yang sebenarnya juga termasuk nasib hewan dan makhluk lain), atau sosok makhluk yang secara langsung memberi anugerah sekaligus kutukan terhadap makhluk lain. ‘Brahma’ dalam pengertian sebagai sesosok makhluk, adalah makhluk-makhluk yang telah mengembangkan kebajikan besar sehingga mampu menempati alam brahma.
Brahma dalam agama Buddha bukanlah mewaliki satu makhluk saja, melainkan mewakili sekelompok makhluk dengan berbagai macam tingkatannya. Alam Brahma memiliki banyak tingkat. Tiap tingkat memiliki ciri khas, kemampuan, dan batas usia penghuninya. Dewa Brahma, meskipun berusia amat lama, juga akan habis masa usianya (meninggal dari alamnya). Ia pun akan melanjutkan kehidupannya di alam-alam lain seperti halnya makhluk manusia dan binatang. Dan, semasih belum mencapai tingkat-tingkat kesucian, mereka semua tak terlepaskan dari alam samsara.
Kembali pada pengertian Brahma, Sang Buddha sendiri dalam sabdanya, pernah menyebut diri beliau sebagai Brahma, “Brahmâti kho bhikkhave tathâgatassetam adhivacanam”1 Para bhikkhu, kata brahma ini merupakan nama Tathâgata. Brahma juga dipakai untuk pengertian ‘orangtua’, seperti dalam Buddhavacana ini, “Brahmâti mâtâpitaro pubbâcariyâti vuccare”2 Ibu dan ayah pemelihara anak, disebut brahma dan disebut guru awal. Brahma berarti ‘luhur’, “Brahmacakkam pavatteti”3 Memutar roda nan luhur. “… setthatthena brahmam sabbaññutaññânam …”4 Pengetahuan si pengetahu segala yang merupakan ‘brahma’ dalam pengertian ‘luhur’. Brahma mengacu pada ‘empat keberadaan luhur’ (mettâ, karunâ, muditâ, upekkhâ), “Brahmam, bhikkhave … muditâya cetovimuttiyâ.”5 Duhai para bhikkhu, di kala itu para bhikkhu berada dalam kediaman yang luhur yakni tempat berdiam dalam muditâ, kebebasan pikiran. Keberadaan Brahma sebagai sosok penentu nasib, pemberi rejeki, kesehatan, keselamatan, dsb. tidak dikenal dalam pengertian Buddhis.
# Brahmarûpa di Thailand
Berikut ini adalah sekilas tentang kehadiran Brahmarûpa ditengah-tengah masyarakat Thai. Artikel ini mengambil Thai sebagai kajian karena objek pujaan brahma yang sedang dibahas di sini berkaitan erat dengan yang ada di sana. Bisa dikatakan bahwa menjamurnya objek pujaan brahma oleh umat Buddha di Indonesia adalah pemasukan budaya dari negara itu.
Selain mewarisi tradisi Buddhis, masyarakat Thai mewarisi tradisi kaum Brâhmana pula. Ajaran Brâhmana berpengaruh di masyarakat ini tak kurang dari seribu tahun yang lalu dan masih tersisa pengaruhnya hingga kini. Kendati, ajaran Buddha telah menyebar luas di hampir keseluruhan negara sejak lebih dari seribu tahun. Ajaran Brâhmana datang ke negara ini hampir bersamaan dengan kedatangan agama Buddha ke sana. Namun, ajaran Brâhmana di sana lebih dikenal dari segi tradisi dan tata upacaranya, alih-alih dari ajarannya. Di sisi lain, agama Buddha mendapatkan tempat yang lebih resmi sebagai ‘agama’ panutan mereka.
Tradisi dan tata upacara Brâhmana pun seolah menjadi bagian dari tradisi Buddhis. Para brâhmana sendiri, sebelum memulai upacara ala tradisinya, memimpin peserta upacara memohon Pañcasîla kepada bhikkhu.Seiring dengan berlangsungnya pengaruh tradisi Brâhmana, kehidupan masyarakat sana pun tak terpisah dari hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan ini. Pura-pura Brâhmana, ritual-ritual, pemujaan kepada para dewa, seperti: dewa Brahma, dewa Râhû, dewi Umâ atau Durga (pendamping dewa Siva), dewa Ganesa dan lain-lain bisa dijumpai di sana.
Di antara para dewa di atas, Brahma adalah paling populer dipuja, yang mana adalah hal yang jarang terjadi dalam masyarakat penganut kepercayaan Brâhmana di wilayah lain, meski di India sekalipun. Umat Brâhmana di wilayah lain justru cenderung memuja dewa Siva, dewa Visnu atau dewa-dewa lainnya. Jadi, meskipun masyarakat Thai mengaku penganut Buddhis, yang sebagian memang adalah penganut buddhis yang taat, sebagian lagi adalah pemuja Brahmarûpa juga. Brahmarûpa yang dipuja adalah brahma dalam kepercayaan Brâhmana, sosok dewa bermuka empat, yang mampu sang pencipta makhluk, pemberi anugerah, rejeki, dan penentu garis hidup.
Berhubungan dengan Brahmarûpa di Thai, ada sebuah legenda yang membuat patung dewa ini melejit tingkat kepopulerannya. Meskipun sebelumnya Brahma sudah dipuja oleh sebagian masyarakat Thai, puncak kepopuleran patung ini adalah baru sekitar duapuluh tahunan yang lalu. Satu hotel dengan nama Erawan, yang adalah nama seekor Gajah, dibangun di pusat pertokoan kota Bangkok. Konon pemilik hotel ingin membangun sebuah patung dewa yang menjadi penunggang gajah Erawan. Maka dibangunlah patung Brahma di pojok sebelah depan hotel, yang semestinya bukanlah patung dewa Brahma melainkan patung dewa Indra. Sebab gajah Erawan adalah wahana atau tunggangan dari dewa Indra.
Sedangkan, dewa Brahma memiliki angsa sebagai wahana. Tidak diketahui kesalahan ini adalah suatu kesengajaan atau tidak. Belakangan, ada satu cerita tentang seorang wanita yang sedang di landa permasalahan, tidak tahu kemana harus bersandar, datanglah ia ke depan patung dewa Brahma yang kebetulan ia lihat di pojok sebuah hotel. Ia memohon penyelesaian masalah di hadapan sang patung. Tekadpun ia keluarkan, bahwa kalau masalahnya bisa terselesaikan, ia akan bertelanjang menari dihadapan sang patung.
Alkisah, ia benar-benar terlepas dari kegundahan akan permasalahannya. Dilakukanlah tekadnya itu. Dari mulut ke mulut, peristiwa ini mengundang sensasi besar bagi masyarakat sekitar. Para pemandu jalan pun berpropaganda kepada para pelancong manca negara, terutama yang berasal dari wilayah Asia. Para pelancong pun, yang bak sembari menyelam minum air, beradu nasib dengan memohon segala hal yang mereka inginkan.
Alhasil, meskipun yang terkabulkan permohonannya itu tidak lebih dari 1 persen dari keseluruhan jumlah pemohon, gema ketenaran sang patung di pojok sebuah hotel ini menjadi ke mana-mana. Dan, celakanya, sang patung ini akhirnya dikenal dengan istilah Sie Mien Fuo (Buddha 4 muka) alih-alih Sie Mien Sen (Dewa 4 muka), hanya karena untuk memudahkan pendengaran para pelancong. Asal berupa sebuah patung dan berada di kota Bangkok, satu kota yang padat dengan pemeluk Buddhis, semuanya dianggap sebagai Fuo, patung Buddha saja.
Dari ulasan yang cukup panjang lebar di atas, kira-kira jelaslah apa yang dimaksud Brahmarûpa; bagaimana konsep dewa Brahma menurut Brâhmana dan menurut Buddhis; dan, bagaimana pula sepantasnya seorang buddhis mengerti dan menghormat dewa Brahma. Sorot baliknya tentunya kembali kepada pengikut Buddhis masing-masing.
Oleh : Y.M. Maha Dhammadhiro Thera
~ Herry ~