Dia seorang tabib yang pintar, ketika mengobati penyakit dia sering menggunakan pencerahan jiwa untuk mengobati kesehatan fisik dan mental pasien.
Oleh sebab itu dia diberi julukan sebagai orang baik marga Jia.
Ketika mengobati pasien miskin dia tidak mau menerima uang sepersenpun, bahkan memberikan pasiennya obat cuma-cuma.
Pada suatu ketika ada seorang nenek marga Wang yang berumur lebih dari 80 tahun di kampung mereka sakit keras dan tidak dapat bangun dari tempat tidur. Tabib Jia melihat keluarga mereka sangat miskin. Bukan hanya tidak menerima uang pemberian mereka, malahan dia merogoh kantongnya yang berisi uang 60 Yuan dan dengan diam-diam meletakkan di sepatu nenek itu.
Ketika tabib Jia telah pergi, putra nenek yang bernama Wang Gang melihat uang kakaknya 20 Yuan yang diletakkan dibawah bantal nenek telah hilang, beranggapan tabib Jia yang mencuri. Lalu dia pergi mencari ke rumah tabib Jia. Dia bertanya kepadanya apakah mencuri uangnya. Tabib Jia mengaku dia yang mencuri uang nenek, bahkan dari laci mejanya mengeluarkan uang 20 Yuan menyerahkan kepada Wang Gang. Wang Gang memaki serta menyepak tabib Jia 3 kali.
Wang Gang kembali kerumahnya. Dia baru tahu bahwa kakaknya yang mengambil uang yang diletakkan di bawah bantal ibunya, Wang Gang sangat tercengang, dia segera kembali ke rumah tabib Jia, dia berlutut di hadapan tabib Jia dengan tidak mengerti bertanya, "Engkau tidak mencuri uang kami, kenapa harus mengaku?"
"Ibumu sedang sekarat, tidak boleh marah. Jika dia mengetahui uangnya hilang, dia akan panik maka nyawanya akan terancam. Demi kesehatan ibumu, maka saya mengaku mencuri. Saya percaya hal ini cepat atau lambat akan terbongkar, jika penghinaan terhadap saya bisa menggantikan nyawa dan kesehatan ibumu itu sangat berharga," jawab Tabib Jia.
Setelah mendengar perkataan tabib Jia, Wang Gang merasa sangat bersalah dan malu.
Suatu ketika, ada seorang perempuan cilik menyeberangi sungai mencari tabib Jia untuk mengobati penyakit ibunya. Ketika tabib Jia dan perempuan cilik ini sampai di tepi sungai, perahu telah penuh terisi. Tabib Jia melangkah naik keatas perahu, tukang perahu menyuruh tabib Jia turun. Semua orang memohon kepada tukang perahu agar membawa tabib Jia menyeberangi sungai. Namun tukang perahu bersikeras menolak.
Perempuan cilik itu menangis melihat kejadian itu, sambil berlutut ia memohon agar tukang perahu berbaik hati membiarkan tabib Jia naik ke perahu menyeberangi sungai untuk mengobati ibunya. Akan tetapi Tukang perahu tetap tidak mengizinkan.
Melihat gelagat ini tabib Jia berkata, "Baiklah, kalian semua menyeberangi dulu, saya menunggu perahu berikutnya. "
"Engkau menunggu sampai hari gelap, saya tetap tidak akan menyeberangi kamu," kata Tukang perahu.
Orang-orang di dalam perahu merasa heran, kenapa tukang perahu tidak mau menyeberangkan tabib Jia. Lalu mereka bertanya kepada tukang perahu, tetapi tukang perahu menutup mulut tidak menjawab. Akhirnya perempuan cilik itu tidak jadi naik perahu dan menemani tabib Jia menunggu perahu berikutnya.
Tabib Jia dan perempuan cilik itu berdiri diseberang selat menghela nafas memandang ke perahu yang telah berlayar. Ketika perahu berada ditengah sungai, tiba-tiba diserang oleh angin topan. Perahu terbalik dan seluruh penumpang perahu terjatuh di sungai lalu tenggelam. Hanya tukang perahu yang bisa menyelamatkan diri karena bisa berenang jauh ke tepian.
Ketika tukang perahu ditolong dan naik kedarat, dia berkata kepada tabib Jia, "Semalam saya bermimpi 3 kali, begitu saya tertidur dewa bumi memberitahukan kepada saya, besok tabib Jia akan menyeberangi sungai, jangan menyeberangi dia."
Di tengah malam dewa sungai berkata kepada saya, "Besok tabib Jia akan menyeberangi sungai, jangan membawa dia. Begitu fajar mulai menyingsing. Dewi Kwan Im berkata kepada saya, "Besok pagi ketika tabib Jia akan menyeberangi sungai, jangan membawa dia."
"Mereka semua berkata menyeberangi engkau akan menyusahkan saya, oleh sebab itu saya tidak berani membawa engkau. Sekarang saya baru mengerti maksud mereka, ternyata mereka ingin menghindarkan tuan dari bencana, pasti tuan adalah orang yang berhati mulia," tutur Tukang perahu.
Benar-benar berbuat baik akan mendapat amal, berbuat jahat akan mendapat karma. Tabib Jia sangat berterima kepada para dewa-dewa yang menyayangi dia. [Jasisca Wang / Jambi]
***
Mari kita bersama-sama dukung Tionghoanews dengan cara kirim berita & artikel tentang kegiatan & kejadian Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id