BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Jumat, 22 Juni 2012

ASAL USUL TRADISI BAKCANG

Qu Yuan (dibaca: chu yuen), dipanggil juga Ping alias Zhengze, bernama: Lingjun, penduduk negara Chu dari zaman Zhan Guo (negara-negara saling berperang, yaitu antara tahun 403 SM â€" 221 SM). Beliau adalah keturunan bangsawan dengan ketrampilan segudang: menulis, wawasan dan keberanian; terlebih-lebih kecintaannya terhadap negara tak perlu diragukan lagi. Namun sayang beliau tidak ditempatkan pada kedudukan penting oleh raja Chu, ditambah lagi dengan pemboikotan dan pemfitnahan dari pejabat berpengaruh saat itu: Le Shang dan komplotannya, sehingga karir politiknya jadi kacau dan sempat dibuang sebanyak 2 kali.

Pertama kali dibuang, disebabkan oleh karena Le Shang merasa iri dengan kemampuan Qu Yuan dan sikap kepeduliannya terhadap urusan negara, oleh karena itu sering menjelek-jelekkan Qu Yuan di hadapan raja Chu (Chu Huai Wang), mengatakan Qu Yuan bersikap congkak hanya karena bisa sering berdiskusi urusan politik dengan raja Chu dan lain sebagainya. Mendengar hal itu raja Chu marah besar dan membuang Qu Yuan. Itu adalah pertama kali dalam hidupnya Qu Yuan dibuang. Meskipun beliau dibuang, tetapi hatinya masih tertambat dengan urusan negara. Ketika beliau mendengar bahwa negara Qin berencana mengumpan raja Chu dengan seorang wanita cantik yang akan membunuhnya, dengan segera beliau kembali ke negara Chu dan berupaya menasehati / memperingatkan raja Chu. Namun Chu Huai Wang sama sekali tidak mau mendengar omongannya, terpaksa beliau meninggalkannya. Ternyata benar, tidak lama kemudian, raja Chu telah terbunuh oleh konspirasi negara Qin. Bisa dibayangkan bagaimana kala itu perasaan Qu Yuan.

Pembuangan kedua kalinya adalah karena raja baru Chu (Qin Xiang Wang) naik tahta, Qu Yuan lagi-lagi menjadi korban kejahatan komplotan Le Shang dengan menyebar gossip dan memfitnah Qu Yuan, akhirnya sekali lagi Qu Yuan diusir keluar dari negerinya. Kali ini beliau tiba di Jiang Nan (wilayah selatan dari sungai Yangtse), dengan wajah murung karena tidak tega melihat negara terancam ambruk, namun juga merasa tidak mampu membalas budi kepada negara, maka dengan rasa putus asa sembari memeluk batu besar beliau terjun dan tewas di sungai Mi Luo. Pada hari itu tepat adalah tanggal 5 bulan 5 menurut penanggalan tahun Imlek (Tahun ini jatuh pada tanggal 31 Mei 2006).

Konon setelah Qu Yuan terjun ke dalam sungai, rakyat negara Chu sangat berduka dan berbondong-bondong menuju ke sungai Mi Luo untuk melayat Qu Yuan. Para nelayan hilir mudik berupaya mengentas jenazahnya. Ditemukanlah satu ide bahwa di tempat dimana Qu Yuan meloncat ke dalam sungai Mi Luo dilemparkan banyak bakcang. Mereka percaya apabila setelah kenyang memakan bacang-bacang tersebut, ikan dan udang tidak bakal mengganggu jenazah Qu Yuan lagi. Selain itu ada juga orang yang pada hari tersebut mengadakan kegiatan mendayung perahu naga sebagai perlambang pencarian dan pertolongan kepada Qu Yuan. Malah ada sebagian orang lagi yang menuangkan arak Xiong Huang ke dalam sungai dengan keyakinan agar naga yang berada di dasar sungai mabuk duluan sehingga tidak mengganggu Qu Yuan. Berbagai macam cara yang menandakan rasa cinta dan hormat rakyat negara Chu dan para generasi penerus kepada Qu Yuan.

Qu Yuan didalam karirnya walau tidak sesuai harapan, namun di dalam karya kesusasteraannya sangat disegani.

Li Sao Meninggalkan Kegalauan adalah hasil karya Qu Yuan pada saat pembuangan pertamanya, puisi tersebut berjumlah total 373 baris dan 2400 lebih aksara. Di dalam Li Sao, Qu Yuan mengekspresikan tuntas seluruh perasaannya, menunjuk keblingeran penguasa negara di dalam realitas kehidupan sehari-hari dan kebobrokan para birokrat dan lain lain; di dalam Li Sao melalui sejumlah besar kisah dongeng dan mitos serta cara penulisan yang hiperbola namun berani, telah menyampaikan kegundahan dan rasa cintanya terhadap negara dan rakyat. Generasi penerus mengakui Li Sao sebagai hasil karya unggulannya.

Mungkin karena mirip dalam situasinya kala itu dan barangkali juga adalah karena saling mengagumi antar sesama patriot, penilaian Shima Quan (pakar sejarah zaman Sam Kok, tahun 200an Masehi) terhadap Qu Yuan cukup tinggi. Tidak cukup hanya mewartakannya di dalam Shi Ji Catatan Sejarah, namun juga perlu mencambuk diri sendiri dengan semangat [Qu Yuan dibuang, Li Sao anugerahnya], dalam penyelesaian karya raksasanya Shi Ji / Catatan Sejarah. Walaupun Qu Yuan dengan kematiannya tidak mampu mengubah sejarah negara Chu, akan tetapi dengan kematiannya yang menerangi tekad dan kesetiaannya yang tulus dan teguh terhadap negara telah meninggalkan ingatan yang mendalam bagi generasi penerus ? [Tiffanny Chen / Batam]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA