BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Rabu, 11 Januari 2012

ASAL USUL TRADISI ANGPAO SAAT IMLEK

Menerima angpao dari orang yang lebih tua pada Hari Tahun Baru Imlek merupakan saat yang paling membahagiakan bagi anak-anak di awal tahun. Sejak lama, warna merah melambangkan kebaikan dan kesejahteraan di dalam kebudayaan Tionghoa. Warna merah menunjukkan kegembiraan, semangat yang pada akhirnya akan membawa nasib baik. Angpao sendiri adalah dialek Hokkian, arti harfiahnya adalah bungkusan (amplop merah).

Namun apakah Anda mengetahui asal usul tradisi angpao ini? Terdapat cerita menarik di baliknya. 

Menurut legenda, pada zaman dahulu ada setan menakutkan yang disebut "Sui." Setiap tahun pada malam tahun baru, setan itu akan datang untuk menyentuh kepala anak-anak yang sedang tidur sebanyak tiga kali. Karena ketakutan, si anak biasanya akan menangis keras, yang disusul dengan gejala sakit kepala, demam, dan mulai mengoceh tak karuan. Dan ketika gejala-gejala ini menghilang, anak tersebut akan menjadi bodoh. 

Karena khawatir si iblis Sui akan mengganggu anak-anak mereka, para orang tua pun berjaga-jaga sepanjang malam tahun baru, dengan tetap menyalakan penerangan untuk mengusir setan. Ini adalah asal usul dari budaya "tetap terjaga" di malam Tahun Baru. 

Sedangkan di sebuah kota bernama Jiaxing, terdapat sebuah keluarga bermarga Guan, yang baru memiliki anak di masa tuanya. Sehingga anak tersebut menjadi sangat disayang oleh orang tuanya.

Pada saat malam tahun baru, karena takut iblis Sui akan datang, mereka membuat sang anak terjaga juga. Dan supaya anak itu tetap terjaga, mereka memberinya delapan koin untuk dimainkan. Anak itu pun segera asyik memainkan koin, ia membungkus koin dengan kertas merah, membuka bungkusan, dan kemudian membungkus dan membukanya lagi, berulang-ulang sampai dia kelelahan hingga akhirnya tertidur, dengan delapan koin yang dibungkus kertas merah itu tergeletak di samping bantalnya. Sedangkan pasangan suami istri Guan duduk di tempat tidur untuk tetap menjaga sang anak. 

Pada tengah malam, berhembus angin kencang sehingga membuka pintu dan mematikan lampu. Dan tepat ketika si setan hendak mengulurkan tangannya untuk menyentuh kepala anak itu, berkas cahaya perak yang menyilaukan, memancar keluar dari paket merah. Setan itu pun takut dan melarikan diri. 

Keesokan harinya, pasangan itu menuturkan tentang kejadian semalam kepada semua tetangga mereka. Sejak saat itu, mereka pun mulai melakukan hal yang sama. Dan sejak saat itu pula, anak-anak telah menjadi aman dan sehat tanpa masalah.

Ternyata delapan koin tersebut adalah perwujudan dari Delapan Dewa yang diam-diam datang untuk melindungi anak itu. Oleh karena itu orang-orang Tionghoa zaman dahulu menyebut uang yang dibungkus kertas merah (angpao) tadi sebagai "uang keberuntungan di hari Tahun Baru."

Namun seiring dengan perubahan masyarakat dan hilangnya budaya tradisional, "uang keberuntungan" telah kehilangan makna aslinya di Tiongkok. Anak-anak di masa kini justru berlomba-lomba untuk mendapatkan uang paling banyak pada Hari Tahun Baru. Dan jika si pemberi hanya memberikan sedikit, mereka menjadi kurang senang dan tidak respek lagi terhadap orang tersebut.

Selama bertahun-tahun, jumlah uang dalam bungkusan merah (angpao) telah menjadi berlipat-kali dari asal mulanya yang hanya sebuah koin. Namun kini angpao sudah tidak lagi dipakai untuk menangkal kejahatan, malah tampaknya justru sedang mendorong anak-anak menuju mentalitas serakah. Semoga saja suatu hari nanti, "uang keberuntungan" di dalam angpao, kembali membawa perdamaian dan keberuntungan bagi anak-anak.

* Pemberian angpao apakah punya makna tersendiri?

Orang Tionghoa menitik beratkan banyak masalah pada simbol-simbol, demikian pula halnya dengan tradisi Ya Sui ini. Sui dalam Ya Sui berarti umur, mempunyai lafal yang sama dengan karakter Sui yang lain yang berarti bencana. Jadi, Ya Sui bisa disimbolkan sebagai "mengusir/meminimalkan bencana" dengan harapan anak-anak yang mendapat hadiah Ya Sui akan melewati 1 tahun ke depan yang aman tenteram tanpa halangan berarti.

* Siapa yang wajib memberikan angpao dan berhak menerima angpao?

Di dalam tradisi Tionghoa, orang yang wajib dan berhak memberikan angpao biasanya adalah orang yang telah menikah, karena pernikahan dianggap merupakan batas antara masa kanak-kanak dan dewasa. Selain itu, ada anggapan bahwa orang yang telah menikah biasanya telah mapan secara ekonomi. Selain memberikan angpao kepada anak-anak, mereka juga wajib memberikan angpao kepada yang dituakan.

Bagi yang belum menikah, tetap berhak menerima angpao walaupun secara umur, seseorang itu sudah termasuk dewasa. Ini dilakukan dengan harapan angpao dari orang yang telah menikah akan memberikan nasib baik kepada orang tersebut, dalam hal ini tentunya jodoh. Bila seseorang yang belum menikah ingin memberikan angpao, sebaiknya cuma memberikan uang tanpa amplop merah.

Namun tradisi di atas tidak mengikat. Sekarang ini, pemberikan angpao tentunya lebih didasarkan pada kemapanan secara ekonomi, lagipula makna angpao bukan sekedar terbatas berapa besar uang yang ada di dalamnya melainkan lebih jauh adalah bermakna senasib sepenanggungan, saling mengucapkan dan memberikan harapan baik untuk 1 tahun ke depan kepada orang yang menerima angpao tadi. [Zhang Mei Ling / Jakarta]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA