BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Kamis, 05 April 2012

MENGUAK KEHIDUPAN NYATA ORANG ANEH DI LUAR DUNIAWI (14)

13. Siluman Rubah (2)

Saya bertanya, apakah memohon petir untuk menyambar para siluman ini? Tuan Ping mengangguk. Dia mengatakan bahwa jika sesuai kehendak langit, petir pada malam ini akan menyambar siluman-siluman itu hingga mati, jika tidak sesuai dengan kehendak langit, maka harus mencari cara lain.

Malam harinya, Tuan Ping menyuruh  kami tidur di rumah penduduk desa, sementara dia akan ke gunung mengundang petir.

Sekitar jam sepuluh malam, tiba-tiba di langit mulai muncul petir, semakin lama semakin menggelegar, semakin lama semakin terasa dekat, padahal beberapa hari ini langit sangat cerah. Saya tahu pasti Tuan Ping telah berhasil mengundang petir, tampaknya ini sesuai dengan kehendak langit, jadi pasti akan sukses!

Warga desa jadi panik, mereka teringat ucapan nenek tua itu, sekarang benar-benar petir telah datang dan suaranya begitu menggelegar, mereka jadi ketakutan, sehingga beberapa penduduk desa datang ke rumah tempat kami menginap.

Shinse Ajaib menarik tangan saya, berdiri di depan pintu, sembari tersenyum memandang  penduduk desa. Penduduk desa juga tidak ada yang berani angkat berbicara, karena mereka tahu telah memperoleh banyak pertolongan dari Shinse Ajaib. Akhirnya dua nenek tua maju memberanikan diri berbicara, mereka mengatakan agar kami kali ini mau berbuat baik dan segera meninggalkan desa mereka, bila tidak mereka akan kena sial disambar petir.

Beberapa orang memimpin, warga desa lain juga mengikutinya. Shinse Ajaib mengangguk, tidak berkata apa-apa, dia lantas menarik tangan saya dan ke luar desa, ada beberapa warga desa secara diam-diam mengikuti, ingin melihat apakah kami benar-benar telah pergi.

Shinse Ajaib membawa saya ke gunung, kami berjalan perlahan-lahan, hari sudah gelap tak kelihatan apapun, namun guntur dan petir menerangi jalan kami. Kami berjalan selama satu jam, akhirnya menemukan sebuah pohon dan beristirahat di bawahnya.

Saya merasa khawatir dan berkata pada Shinse, kita sudah pergi, bagaimana kalau Tuan Ping tidak dapat menemukan kita? Shinse Ajaib tersenyum dan berkata sambil mengelus kepala saya, “Mungkin kita tidak bisa menemukannya, tapi dia bisa menemukan kita.”

Gemuruh guntur sampai tengah malam baru berhenti. Kami berdua bersama-sama tidur dengan bersandar di pohon. Keesokan harinya, saya terbangun, begitu membuka mata rupanya Shinse Ajaib pagi-pagi sudah bangun, karena saya bersandar pada badannya, dia tidak bergerak takut membangunkan saya.

Setelah kami bangun, saya dengan cemas bertanya pada Shinse Ajaib, “Dimana Tuan Ping? Mengapa dia tidak datang mencari kita? Apakah dia pergi ke desa? Saat saya sedang bertanya, saya mendengar suara langkah kaki dan menemukan tidak jauh ada seorang pria dari balik pohon menuju ke arah kami. “Itu Tuan Ping!” Teriak saya sangat senang. Tuan Ping mengatakan telah melihat kami pada tengah malam, tapi kami sedang tidur, dia tidak membangunkan kami.

Saya bertanya pada Tuan Ping, “apa yang terjadi dengan siluman rubah itu?” Tuan Ping mengatakan siluman itu semuanya telah mati disambar petir, diantaranya terdapat segerombol ular dan samur kuning, ini adalah kehendak langit dan dia telah berkunjung ke kuil di tengah malam mengambil Chen Xiangxie itu.

Kami sangat senang, namun juga khawatir. Shinse Ajaib mengatakan penduduk desa memercayai perkataan nenek Dewi itu, mereka menganggap kita sebagai monster dan diusir, sekarang kita pasti tidak diizinkan masuk desa, ini sesuatu yang sulit.

Tuan Ping mengatakan kalau begitu kita tunggu saja, kita tidak bisa mengganggu orang lagi. Nanti kalau mereka sudah mengerti baru kita pergi, ini juga adalah kehendak langit.

Satu hari satu malam kami dengan cemas menunggu di gunung, terlihat ada beberapa penduduk desa ke gunung untuk melihat kami, kami tidak tahu apakah mereka merasa tidak enak, atau takut pada kami, secara diam-diam menghindar. Pada hari ketiga, sekelompok penduduk desa datang menemui kami. Sesampainya di hadapan kami, mereka berlutut dan bersujud, seraya mengatakan pada malam itu mereka telah salah paham, sembarang mendengar perkataan Nenek Dewi itu, budi dibalas dengan dendam, karenanya mereka meminta maaf kepada kami. Sekarang mereka naik gunung menemui kami untuk menebus dosa, dan mau menggotong kami kembali ke desa, berharap bisa memaafkan mereka.

Shinse Ajaib mengusap jenggot dan tersenyum, dia menarik mereka yang bersujud agar berdiri dan menepuk-nepuk bahu mereka, mengatakan kesalahpahaman dapat diselesaikan itu sangat baik, tidak perlu sembah sujud seperti ini, kami juga bukan orang yang  tidak paham. Penduduk desa semakin malu jadinya.

Kemudian mereka menarik kami untuk duduk di kereta dorong mereka, agar bersama-sama kembali ke desa. Kami menolak dan mengatakan berjalan bersama lebih baik, sambil berbincang-bincang, jadi tidak perlu seperti itu. Lalu mereka menyetujui-nya dan kami kembali ke desa.

Dalam perjalanan, Shinse Ajaib bertanya pada penduduk desa apa yang terjadi pada beberapa hari ini. Penduduk desa mulai bercerita, mereka mengatakan, pada malam petir itu, Nenek Dewi tiba-tiba mulutnya berbuih, dia mengatakan nasibnya sudah tamat, masih juga membungkukkan badan memohon pada langit agar jangan menyambar dia, kemudian bola matanya memutar ke atas langsung berbaring di lantai, keluarganya membawa dia bergegas ke rumah sakit.

Hari berikutnya, beberapa mil di luar desa ada berita lain, mereka mengatakan di luar desa ada sebatang pohon tua yang tidak tahu sudah berapa tahun usianya, malam itu tumbang disambar petir. Batang pohon itu tengahnya berlubang, di dalam pohon ada seekor ular sebesar lengan, juga mati disambar petir.

Pagi ini, penduduk desa tetangga pergi ke gunung untuk berburu, tidak sampai siang sudah berlari kembali pulang, mereka mengatakan di gunung mencium bau gosong. Kemudian penduduk desa menelusuri bau gosong itu. Akhirnya mereka menemukan sebuah sarang rubah yang sudah hangus terbakar. Mereka mengeluarkan setumpuk rubah yang telah mati, beberapa terbakar jadi hitam seperti arang. Di gunung ini, mereka tidak pernah melihat rubah sebelumnya, ini benar-benar aneh.

Mereka juga mengatakan bahwa Nenek Dewi itu setelah dibawa ke rumah sakit menjadi idiot dan lumpuh, tergeletak di atas tempat tidur, sebentar tertawa sebentar menangis, air liur keluar dari mulutnya, sembarangan berkata, siapa pun tidak tahu apa yang dibicarakannya.

Malam itu mereka bersama-sama berdiskusi, merasa sudah bersalah berprasangka buruk dan mengusir kami. Mereka melihat kami baik-baik saja, tidak disambar petir, dan mereka ini telah disambar petir dan mengatakan pasti kami ini adalah manusia Dewa. Kemudian bertanya panjang lebar tentang kami, Shinse Ajaib hanya tertawa tidak menjawab. [Susan Sie / Bandar Lampung]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA