BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Minggu, 23 Januari 2011

BIE LIK HUD TJO - 彌勒菩薩

Mi Le Fo (Bi Lek Hud - Hokkian) dalam bahasa sansekerta disebut Maitreya, yang berarti “Yang Maha Pengasih dan Penolong”, merupakan salah satu Dewata dari Buddhisme yang sangat terkenal di Tingkok. Ketenarannya hanya berada dibawah Guan Yin, sang Dewi Welas asih. Orang-orang yang percaya beranggapan bahwa siapa saja dapat memperoleh pertolongannya asal mau memusatkan pikiran dalam Samadhi dan menyebut namanya berulang kali. Sebab itu ia sangat dihormati baik oleh kalangan Mahayana maupun Theravada.

Menurut legenda Mi Le Fo telah banyak kali bertumimbal lahir. Reinkarnasinya yang paling terkenal adalah sebagai seorang pangeran, putra raja Varanisa di Asia Tengah.konon sang Pangeran lahir lengkap dengan 34 tanda - tanda suci yang menunjukkan bahwa ia kelak akan menjadi murid Buddha. Sebab itulah, walapun Maitreya masih dalam tingkat Bodhisattva yang ke - 9, ia seringkali dipuja sebagai seorang Buddha pada masa yang datang.

Umumnya orang Tionghoa memuja Mi Le Fo (Bi Lek Hud - Hokkian) untuk memperoleh kekayaan dan kebahagiaan. Ada juga yang sangat percaya beliau bisa memberikan keturunan kepada orang yang mendambakannya.sebab itu seingkali beliau dipatunkan dengan dikelilingi oleh 5 orang anak kecil. Tapi bentuk yang paling umum di kelenteng - kelenteng adalah dalam posisi tenang berbaring, wajahnya tertawa, perutnya yang buncit terbuka dan kantong besar tergeletak di sampingnya. Karena penampilannya yang selalu tertawa ini beliau dijuluki Buddha Tertawa.

Gambaran Mi Le Fo sebagai Buddha Tertawa, kira - kira dimulai pada akhir dinasti Tang dan permulaan jaman Lima Dinasti (907 - 1060 M). Pada waktu itu ada seorang Bikkhu yang berilmu dan tiap orang memanggilnya sebagai Bu Dai yang berarti kantong kain, karena ia selalu membawa kantong yang besar kalau berpergian. Beliau adalah penduduk asli dari propinsi Zhe - jiang. Ia rajin dalam menyebarkan ajaran Buddha. Nama sesungguhnya tidak ada orang tahu, wataknya ramah, jenaka, selalu ringan tangan dalam menolong orang yang menderita. Beliau tidak pernah susah, sering berkelana dari satu tempat ke tempat yang lain untuk minta sedekah dan mengajar Dharma kepada siapa saja yang mau mendengarnya. Beliau seringkali terlihat mengumpulkan segala macam benda yang dimasukkan ke dalam kantong itu. Bagi seorang yang memikirkan keduniaan, tindakan ini biasa dianggap tamak atau loba. Sesungguhnya perbuatan itu dapat diartikan bahwa beliau itu mencari dan mengumpulkan makhluk - makhluk untuk mengantarkan mereka ketanah suci. Orang - orang yang akrab dengannya tahu bahwa padri yang jenaka ini sangat cocok dalam meramal nasib orang dan cuaca. Dari tingkah lakunya sendiri sehari - hari orang dapat memperkirakan cuaca yang akan terjadi. Misalnya, beliau berjalan dengan terburu -buru dengan sandal basah, pasti hujan akan datang, kalau beliau memakai sepatu dengan santainya berjalan ke sana ke mari, cuaca akan cerah. Ia seringkali bertingkah laku aneh mirip dengan seorang pendeta pada jaman dinasti Song yang terkenal, Ji Gong, yang riwayatnya telah kami tuturkan di depan.

Bu Dai seringkali kelihatan tidur nyenyak di atas tumpukkan salju dimalam musim dingin dan tidak mandi walau udara panas sekali. Ia meninggal dengan keadaan duduk dan semedi di lorong sebuah kelenteng dengan meninggalkan serangkum syair :

“Maitreya adalah Maitreya sesungguhnya dan dapat mengubah bentuk menjadi macam-macam, selalu ia menjelma di hadapan mahluk hidup yang tidak dapat mengenalnya”. Dari syair inilah orang beranggapan bahwa sesungguhnya Bu Dai adalah penjelmaan dari Mi Le Fo dan patung Mi Le Fo pun diwujudkan identik dengan dia.

Penjelmaannya lain yang dapat dicatat, bahwa ia seringkali muncul sebagai seorang terpelajar yang sangat berpengetahuan dan hidupnya banyak dicatat dalam buku sejarah. Para pengikut Gerakan Tian Dao, sebuah gerakkan yang merangkum konfusianisme, Buddhisme dan Taoisme sekaligus, mengaku bahwa Maitreya telah menjelma sebagai guru besar mereka pada permulaan abad ini. Hari ulang tahunnya Maitreya Buddha dirayakan pada tanggal 1 bulan 1 Imlik, bertepatan dengan tahun baru dalam kalender Tionghoa. [Mei-ing]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA