"Umumnya semua keluarga keturunan Tionghoa mempraktikkan tradisi kerja keras dan hidup hemat dalam mengelola hasil keringatnya," ujarnya. Menurutnya, keluarga berdarah Tionghoa, bukan hanya selalu menanamkan dua filosofi itu. Ada hal lain yang juga dikuatkan dalam membangun pribadi masing-masing anggota keluarga mereka. "Selain kerja keras dan hemat, tiap orang tidak boleh mengambil apa yang bukan haknya. Walau ada pemberian dari orang lain, jika itu bukan haknya, tidak boleh diterima. Mereka dididik untuk mengecap hasil keringatnya sendiri," ujarnya.
Namun, filosofi itu dinilainya cenderung dipahami secara mentah-mentah. Akibatnya, warga keturunan Tionghoa terkesan melulu sebagai komunitas yang sibuk mencari uang dan pelit membagi rezeki kepada orang lain.
"Kesan seperti ini kan amat terasa dalam masyarakat kita. Padahal, filosofi leluhur mengandung pesan sosial kemanusiaan juga. Saya mulai menghidupkan lagi filosofi sosial dan kemanusiaan tersebut agar warga keturunan ini jangan lagi terkesan pelit dan cari uang saja," harap Frans Bambang. (*)
http://yinnihuaren.blogspot.com
Email dari: Linda Lim, Surabaya