Menurut ceritanya, ada seorang pendeta agama Tao yang tinggal di Gunung Laoshan, di area pesisir. Pendeta itu dikatakan menguasai banyak ilmu ghaib. Pada saat itu, ada seorang pemuda yang bernama Wang Qi, yang sangat berminat kepada ilmu ghaib sejak kecil lagi. Bila mengetahui tentang pendeta tersebut, Uang Qi segera berangkat ke Gunung Laoshan. Setelah bertemu dengan pendeta itu, Uang Qi memohon untuk menjadi penuntutnya. Setelah memperhatikan Uang Qi dengan teliti, pendeta itu berkata, "Tampaknya awak anak yang manja. Saya takut awak tidak sanggup menderita begitu banyak kesusahan ketika menjalani latihan nanti." Namun, setelah dirayu terus, ahkirnya, dia setuju untuk menerima Uang Qi sebagai penuntutnya.
Keesokan harinya, Uang Qi bangun awal. Dia menyangka bahwa gurunya itu akan mulai mengajarkan ilmu ghaib kepadanya. Namun, di luar sangkaannya, gurunya itu hanya memberikan sebuah kapak kepadanya, dan menyuruhnya pergi ke hutan bersama-sama dengan rekannya yang lain untuk menebang pohon. Mau tak mau, Uang Qi terpaksa mematuhi perintah gurunya. Hatinya tidak berapa senang. Pada hari itu, belum pun terbenam matahari, kerja yang berat itu sudah membuat kaki Uang Qi berbuih dan berdarah.
Sebulan sudah berlalu. Uang Qi mengulangi kerja menebang kayu setiap hari sehingga tangan dan kakinya menjadi vulgar dan berbelulang. Dia tidak sanggup menanggung derita yang begitu berat lagi. Dia ingin segera pulang ke rumah. Namun, pada malam itu, sepulang dari kerja, Uang Qi dan temannya yang lain melihat guru mereka sedang minum sambil berbicara dengan dua orang tamu. Hari sudah gelap, tetapi lilin belum menyala di ruangan itu. Guru mereka mengambil sehelai kertas putih, dan menggunting kertas itu untuk membuat bentuk cermin. Lalu, kertas yang berbentuk bulat itu ditampalkannya pada dinding. Kertas itu segera berubah menjadi bulan, dan memancarkan cahaya yang terang. Pada saat itu, salah seorang tamu itu berkata, "Malam ini kita begitu gembira. Marilah kita berlibur-hibur sesuka hati." Guru mereka itu memberikan sebotol arak ke semua mahasiswa yang ada di situ. Pertama, Uang Qi berpikir bahwa sebotol arak saja pasti tidak cukup untuk melayani begitu banyak orang. Namun, apa yang terjadi kemudian sungguh aneh. Meskipun jumlah arak dituangkan, arak dalam botol itu tetap penuh. Tidak lama kemudian, seorang tamu lagi mengatakan, "Sayangnya, pada malam yang begitu indah ini, tidak ada orang yang membuat presentasi untuk kita." Guru mereka tersenyum, sambil mengambil sebatang sumpit untuk membuat tanda lingkaran pada selembar kertas putih. Tiba-tiba, seorang anak kecil yang cantik keluar dari bulan itu. Bila jatuh ke tanah, gadis itu terus tumbuh sebesar manusia, lalu menyanyi sambil menari. Setelah selesai menyanyi dan menari, dia melompat ke atas meja, lalu menjadi sumpit kembali. Ketika melihat kondisi itu, semua orang yang ada di situ menjadi tercengang-cengang. Pada saat itu, seorang tamu berkata, "Sudah terlalu malam. Aku kena minta diri dulu". Mendengar pernyataan itu, guru mereka dan dua orang tamunya pun memindahkan meja jamuan itu ke dalam bulan. Cahaya bulan pun berangsur-angsur hilang. Maka, para pengikut itu pun menyalakan sebatang lilin. Namun, mereka hanya melihat guru mereka duduk seorang diri. Semua tamu sudah hilang entah ke mana.
Sebulan lagi berlalu. Pendeta itu tetap tidak mengajarkan apapun ilmu gaib ke Uang Qi. Uang Qi tidak dapat bertahan lagi. Dia ingin bertanya kepada gurunya mengapa dia melakukannya. Ketika menemui pendeta itu, Uang Qi berkata: "Saya benar-benar ingin mempelajari ilmu gaib dari tuan guru. Sekarang, saya bangun awal setiap hari untuk pergi menebang pohon, dan pulang lewat setiap malam. Saya tidak pernah mengalami kesulitan semacam. Jika tuan guru tidak ingin mengajarkan ilmu panjang umur kepada saya, bisakah ajarkan beberapa daya ajaib yang lain ke saya? " Pendeta itu tersenyum, sambil berkata, "Memang benar perkiraan saya. Kesusahan begini saja awak sudah tidak sanggup bertahan lagi. Lebih eloklah awak pulang ke rumah esok." Uang Qi terus merayu dengan keras, "Tolonglah tuan guru, ajarkan sedikit ilmu gaib kepada saya. Jika tidak, kerja berat yang saya lakukan di sini selama ini, menjadi sia-sia saja." Pendeta itu bertanya, "Apa ilmu yang ingin awak pelajari?" Uang Qi menjawab, "Saya selalu nampak tuan guru berjalan terus dalam dinding. Saya ingin belajar ilmu itu." Pendeta itu tersenyum, sambil menyuruh Uang Qi mengikuti ke depan sebuah dinding. Lalu, dia memberitahukan mantera dalam dinding ke Uang Qi. Setelah habis membaca mantera itu, Uang Qi disuruh oleh gurunya untuk terus memasuki dinding itu. Namun, di depan dinding itu, Uang Qi merasa sangat takut, dan tidak berani menggerakkan kakinya. Ketika melihat gurunya seolah-olah menjadi marah, Uang Qi terpaksa menundukkan kepalanya, sambil bergerak ke arah dinding itu. Tanpa disadarinya, dia berhasil dalam dinding itu. Uang Qi merasa sangat gembira. Sebelum pulang ke kampung halaman, pendeta itu memberikan nasihat kepada Uang Qi agar dia selalu jujur dan bekerja dengan keras. Jika tidak, ilmu gaib itu tidak akan berguna lagi.
Setelah tiba di rumah, Uang Qi menjadi sombong. Dia berkata kepada istrinya, "Aku telah berguru kepada seorang dewa. Banyak ilmu gaib telah diajarkannya ke aku. Sekarang, dinding pun tidak dapat menghalangi aku." Istrinya sangat ragu terhadap pernyataan suaminya itu. Maka, Uang Qi mulai membaca mantera, sambil berlari menuju ke dinding. Namun, Uang Qi gagal. Kepalanya yang melanggar dinding itu bengkak parah. Uang Qi merasa sangat malu. Istrinya merasa geli hati. Dia berkata, "Jika benar ada ilmu gaib di dunia ini, orang yang malas seperti awak ini tentu tidak mampu menguasainya dalam waktu dua hingga tiga bulan". Uang Qi mulai mencurigai dirinya telah ditipu oleh pendeta di Gunung Laoshan itu. Sejak itu, Wang Qi kembali ke kemalasannya yang sangat amat. Maka, sepanjang hayatnya, dia tetap menjadi seorang yang tidak berguna. [Chen Mei Ing]