Pada suatu tahun, cuaca di area gunung tersebut menjadi sangat panas. Banyak pohon yang mati, dan sungai pun kian kering. Kepanasan itu juga telah merenggut banyak nyawa raksasa di situ. Kua Fu, sebagai pemimpin, merasa sangat sedih. Dia memandang matahari sambil berkata: "Aku benci akan matahari, aku akan mengejar matahari ini dan menangkapnya agar mematuhi arahanku". Ada orang berkata, matahari itu terlalu panas, dan Kua Fu mungkin nanti terbakar akibat kepanasannya. Namun, Kua Fu yang sudah bersedia hendak menangkap matahari itu berkata, "Aku harus menangkap matahari agar kelompok kita dapat hidup dengan aman dan bahagia".
Kua Fu meninggalkan kampung halaman dan berlari cepat ke tempat matahari terbit. Matahari bergerak di atas langit, sedangkan Kua Fu berlari di bumi. Dia dalam beberapa buah gunung yang tinggi, dan melintasi beberapa sungai yang lebar. Betapa besarnya Kua Fu, ketika kakinya menginjak bumi, bumi bergetar. Bila dia merasa letih, dia duduk dan menanggal riap. Debu dari riap menimbun menjadi gunung yang tinggi. Saat Kua Fu merasa lapar, dia meletakkan tiga buah batu, menjadi tungku untuk memasak nasi. Ketiga-tiga mil tersebut menjadi tiga buah gunung yang mencakar langit, dengan tingginya mencapai beberapa ribu meter.
Kua Fu semakin hari semakin dekat dengan matahari. Keyakinannya untuk menangkap matahari juga semakin tinggi. Akhirnya, dia menemukan matahari di tempat terbenamnya matahari itu. Dia melihat matahari seperti sebuah bola api yang sangat terang. Dia dengan gembira pergi menangkap bola api itu. Tetapi, matahari itu terlalu panas sehingga membuat Kua Fu merasa sangat haus. Oleh itu, dia berlari pula ke tebing Sungai Kuning, dan minum sampai kering air di sungai itu. Kemudian dia berlari ke Sungai Wei, dan minum lagi, sampai habis air di sungai itu pula. Akan tetapi, dia tetap merasa sangat haus. Maka, dia memutuskan berlari ke sebelah utara karena di sana terdapat banyak danau yang luas. Namun, sebelum sampai area danau itu, dia menderita kedahagaan lalu meninggal.
Sebelum Kua Fu meninggal, dia merasa sangat rindu kepada anak buahnya. Setelah dia meninggal, tongkat menjadi hutan pohon pic. Pokok pic itu kemudian menyediakan dari panas matahari untuk orang yang dalam tempat itu, dan menyediakan buah pic untuk meredakan rasa haus dan kelelahan mereka.
Riwayat Kua Fu mengejar matahari mencerminkan hasrat rakyat Cina untuk mencegah bencana. Meskipun akhirnya Kua Fu mati, tetapi semangatnya tetap kekal dalam hati rakyat Tiongkok hingga sekarang ini. [Chen Mei Ing]