BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Kamis, 05 Mei 2011

SHUN ZHI, KAISAR KETIGA DINASTI QING

Kaisar Shunzhi (Hanzi: 顺治, Mongol : Eyebeer Zasagch Khaan, lahir 15 Maret 1638 � meninggal 5 Februari 1661 pada umur 22 tahun) adalah kaisar ketiga Dinasti Qing dan kaisar Tiongkok pertama dari suku Manchu sejak bangsa minoritas itu menduduki Tiongkok tahun 1644. Nama aslinya adalah Aisin Gioro Fulin (爱新觉罗福临), putra ke-9 dari Huang Taiji. Shunzhi menduduki tahta setelah ayahnya, Huang Taiji mangkat pada tahun 1643.

Fulin adalah putera ke-9 Huang Taiji yang dilahirkan oleh salah satu selir kesayangannya. Gelar putera mahkota yang disandang Fulin dipercaya oleh berbagai pihak karena jasa & usaha ibunya. Ketika Fulin bertahta pada tahun 1643, dia dibantu oleh pamannya, Pangeran Dorgon dan Jirgalang bertindak sebagai wali baginya. Dorgon yang ambisius ingin merebut beijing menghimpun kekuatan dan melatih pasukan besarnya di bantu oleh kakaknya Aji ge dan adiknya Dodo serta seorang penasehat militer dari suku han bernama Fan Hau Chen. Fan hau Chen sendiri adalah adik dari seorang Jenderal besar Ming yaitu Fan Hau Ming.

Pada bulan Juni 1644 untuk meneruskan cita-cita dinasti Qing yaitu menguasai Tiongkok, Qing mengerahkan pasukan menuju Beijing, ibukota Dinasti Ming dengan melewati Tembok Besar melalui Terusan Shanhaidi bantu oleh 3 gubernur ming yang memberontak salah satunya adalah Wu Sangui (pemberontakkan tiga raja muda) dan berhasil merebut Beijing dari rezim pemberontak petani Dashun pimpinan Li Zicheng.

Bulan Oktober tahun itu, Duo'ergun mendeklarasikan bahwa Dinasti Qing adalah penerus sah dari Dinasti Ming yang sebelumnya telah diruntuhkan pemberontakan petani Dashun. Untuk mengambil hati rakyat ming yang beretnis han Duo'ergun mengadakan upacara berkabung untuk raja ming yang tewas oleh pemberontakkan petani. Duo`ergun juga mengangkat Fan hau cen orang beretnis Han sebagai pejabat tinggi resmi negara,hal ini dilakukan demi mengambil simpati dan meredam perbedaan suku demi dinasti qing.

Setelah berhasil menguasai ibukota Duo`ergun sempat merasa kebimbangan akan kekuasaan raja namun berkat cintanya terhadap ibu suri xiaozhuang dan duo`ergun tidak ingin sejarah mencatat namanya demi tahta Naga serta memikirkan lebih panjang lagi masa depan dinasti qing maka ia melepaskan segala rasa gundah,rayuan oleh adik dan kakaknya yang ingin ia menjadi kaisar.

Dengan demikian, Shunzhi yang ketika itu berusia enam tahun otomatis menjadi kaisar Tiongkok pertama dari Dinasti Qing dan Duo'ergun dan jirgalang sendiri menjadi pangeran wali. Selain dibantu oleh Duo'ergun, ia juga dibantu oleh ibunya, ibusuri Xiaozhuang dalam menjalankan pemerintahan. Shunzhi sangat tidak menyukai pamannya yang sangat tegas dan tidak pernah menyetujui hubungannya dengan ibunya dan juga merasa bahwa pamanya enggan menyerahkan kekuasaannya sehingga sampai umur 16 Kaisar Fulin resmi menjadi kaisar Qing dengan sepenuhnya.

Pada saat baru memerintah, kaisar Fulin mengangkat gurunya Fan Hau Xen sebagai gubernur dua wilayah sehingga menimbulkan kecemburuan besar para pejabat tinggi negara. Namun dari kesemuanya itu ada catatan sejarah menulis setelah pamannya meninggal tahun 1650, ia segera mendakwanya secara in absentia dengan tuduhan bermaksud melakukan kudeta. Ia memerintahkan agar makam Duo'ergun dibongkar dan mayatnya dirusak.

Selain itu harta bendanya pun disita pemerintah dan semua gelarnya dicabut, dengan begitu, Shunzhi telah membuktikan kemandiriannya. Tetapi ada buku sejarah dinasti Qing mencatat tidak pernah terjadi peristiwa seperti itu, mungkin itu hanyalah rekayasa ibu suri demi menaikkan pamor anaknya yang memerintah dengan usia sangat muda.

Setelah memegang kekuasaan di tangannya sendiri, ia mengubah kebijakan-kebijakan pamannya yang represif terhadap etnis Han. Ia mengadopsi kebijakan yang moderat, orang-orang Han mulai diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Ia bahkan mempekerjakan sarjana-sarjana Han untuk mendidik anak-anaknya. Sebagai seorang kaisar yang berpikiran terbuka ia juga banyak belajar dari seorang missionaris Yesuit asal Jerman bernama Johann Adam Schall von Bell mengenai astronomi, teknologi, dan cara memerintah. Schall bahkan diangkat sebagai mentor pribadinya dan diberikan akses bebas untuk keluar masuk istana.

Shunzhi memajukan pertanian, memotong pajak dan bertindak tegas terhadap para pejabat korup. Kebijakannya ini menyebabkan ekonomi yang telah terpuruk pada tahun-tahun terakhir Dinasti Ming dan invasi Manchu berangsur-angsur membaik dan produksi meningkat.

Dalam bidang keagamaan, Shunzhi sangat tertarik dengan Budhisme sekte Zen. Ia mendalami agama dibawah bimbingan Yulin, seorang guru besar Zen yang memberinya nama Budhis, Xingchi. Demikian taatnya pada agama Budha hingga ia pernah menulis sebuah puisi yang menyatakan niatnya menjadi biksu.

"Betapa aku menyesali takdirku, Jubah naga menggantikan jubah biksuku, Aku terlahir sebagai biksu Budha, Namun mengapa berakhir di istana kerajaan?"

Shunzhi menikahi keponakan ibunya, namun ia mencabut gelarnya sebagai permaisuri tahun 1653, tahun berikutnya, ia mengangkat permasuri baru yaitu Permaisuri Xiaohui Zhang. Selain itu, ia juga memiliki beberapa selir, yang paling terkenal adalah Wanru. Ia adalah salah satu selir yang paling disayang oleh Shunzhi. Kehidupannya penuh tragedi, putranya meninggal ketika baru berusia sebulan, diisukan karena diracun oleh permaisuri yang cemburu padanya. Ia meninggal tak lama setelahnya karena sedih dan depresi.

Shunzhi juga sangat tergila-gila dengan Dong Eshi, adik iparnya sendiri sehingga ia memberinya gelar fei (妃, selir kelas atas). Kematian Dong pada tahun 1660 merupakan pukulan yang sangat berat baginya, ditambah lagi dengan kematian selir Wanru. Diduga hal inilah yang menjadi penyebab kematiannya tak lama kemudian akibat dirundung duka yang amat sangat. Usianya saat itu baru 24 tahun. Dia dimakamkan di kompleks pemakaman kaisar Qing, 125 km di timur kota Beijing, tepatnya di musoleum Xiaoling (孝陵).

4 Februari 1661, Shunzhi menghadiri rapat dan mendengarkan laporan dari atas singasananya seperti biasa. Keesokan harinya ia dilaporkan meninggal di kamarnya, namun tidak seorangpun melihat jasadnya dan peti matinya sudah dalam keadaan tertutup sejak awal. Yang ditinggalkannya hanya sebuah surat wasiat yang ditujukan pada putra ketiganya, Xuan Ye untuk meneruskan tahta.

Ada tersiar cerita bahwa malam sebelum kaisar Fulin dikabarkan meninggal,ibu surinya membujuk agar mengurungkan niat kaisar untuk menjadi Bikhu namaun Kaisar tetap mnolak sehingga ibusuri xiaozhuang sangat kecewa akan tindakan fulin anaknya yang melepaskan tahta naganya dan memerintahkan seluruh pejabat dan pejabat tinggi negara agar memberitahukan ke pelosok negara bahwa Raja Fulin telah meninggal dan mengangkat Xuan Ye sebagai kaisar kangxi (pada waktu itu hanya berumur 7 berjalan ke usia 8 sebagai pengantinya).

Diduga dia belum meninggal saat itu. Dia hanya turun tahta dan hidup membiara di Gunung Wutai, sebuah daerah sakral bagi umat Budha. Dugaan ini diperkuat dengan seringnya Xuan Ye yang telah menjadi Kaisar Kangxi melakukan kunjungan ke gunung itu yang kemungkinan untuk mengunjunginya. Hal ini menjadi salah satu dari tiga misteri besar dalam Dinasti Qing. Namun para sejarawan dan pejabat negara pada umumnya menepis kemungkinan bahwa Shunzhi menjadi biksu.

Novel silat karya Jin Yong (Chin Yung), The Deer and the Cauldron (鹿鼎记) yang di Indonesia lebih populer dengan judul Pangeran Menjangan berlatar belakang tahun-tahun awal Dinasti Qing pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi. Di tengah cerita diceritakan bahwa Kangxi bertemu kembali dengan Shunzhi yang telah berusia senja dan telah menjadi biksu. Shunzhi menasehatinya agar menjadi penguasa yang baik.

Tokoh shunzi juga dapat ditemukan dalam film terbaru yang berjudul "The Great Qing Dynasty", dalam film tersebut mengisahkan bagaimana peran Ibu suri Xiaozhuang, Dorgon dan Shunzhi sendiri tentunya dalam menguasai tiongkok. (*)
--
http://yinnihuaren.blogspot.com
Email dari: Peng Sun - Pontianak

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA