Hujan rintik-rintik pada malam musim gugur, mengobrol melalui telepon dengan seorang teman, dia bilang baru-baru ini ada orang yang menunjukkan satu ciri dalam wataknya. Biasanya setelah runtuhnya kepercayaan, masing-masing orang akan menyelidiki kesalahan orang lain, menunggu hingga dugaan ini mendapat pembuktian, maka pihak lawan akan sulit mengubah kesannya terhadap orang tersebut.
Teman itu selalu tulus dan jujur, juga blak-blakan, dan mengakui hal tersebut bersumber asal dari ketakutan dalam dirinya sendiri, sepertinya sudah tak bisa diubah lagi. Agar memberikan sedikit kelegaan, saya berkata menghiburnya, "Mungkin ini disebabkan karena ingin mengejar kesempurnaan, dalam dunia fana yang kurang sempurna ini. Jika orang mengejar kesempurnaan, ditakdirkan dia akan mendapatkan lebih banyak kesengsaraan!" Ketika itu, dia terdiam dan tidak menjawab, seharusnya dia juga setuju dengan apa yang saya katakan...
Setelah menutup telepon, saya mau tak mau berpikir dengan saksama tentang masalah 'menyelidiki kesalahan'. Menyelidiki kesalahan, mempunyai makna agak sedikit keras dan tidak mau berkompromi, juga ada sedikit rasa menuntut dan cerewet. Ketika mekanisme ini mulai digerakkan, dua belah pihak secara tidak terasa akan masuk ke dalam suasana tegang, saling kuatir karena sangsi, saling mencurigai, akhirnya timbul rasa saling membenci, menyebabkan dua pihak sama-sama tidak senang.
Sangat nyata, saya juga mempunyai penyakit seperti ini, lebih-lebih terhadap keluarga yang paling dekat, dan murid-murid yang sering berhubungan, karena hati menuntut menjadi baik terlalu tergesa-gesa, serta kacau pikiran jika berhubungan dengan diri sendiri. Maka, sangat mudah sekali terjerumus ke dalam keadaan seperti itu tanpa disadari.
Menyelidiki kesalahan orang lain, secara permukaan seperti sedang membedakan dengan jelas antara benar dan salah, membenarkan segala kekacauan. Namun jika ditelusuri hingga akar permasalahannya, kebanyakan karena bersikukuh atas pendapat diri kita sendiri, melindungi konsep diri kita sendiri.
Ada sebuah kisah yang menceritakan setiap orang ketika dilahirkan, Dewa akan memberikannya dua buah kantong, yang satu digantungkan di dada, khusus untuk menampung kesalahan orang lain. Kantong yang satu lagi tergantung di belakang punggung, digunakan untuk mengisi kesalahan diri sendiri.
Oleh karena itu, terhadap kesalahan yang dibuat orang lain, acapkali kita akan melihatnya dengan sangat jelas bagaikan menghitung harta kita sendiri, sedangkan terhadap kesalahan diri sendiri, acapkali diabaikan bagai tidak terlihat. Karena itu yang terlihat selalu kesalahan orang lain, yang selalu terisi kantong di depan dada kita, malah tidak tahu mungkin kantong di belakang punggung kita sudah terisi penuh!
Dalam pekerjaan dan pergaulan dalam masyarakat, apakah kita sering melihat kesalahan kecil yang dibuat oleh orang lain, tetapi terhadap segala perbuatan dan tingkah laku diri sendiri sama sekali tidak diperiksa? Apakah terhadap kevulgaran dan kelemahan orang lain, sering kali tidak bisa melepaskannya, akan tetapi terhadap kesalahan diri sendiri yang keterlaluan itu, memiliki berbagi macam alasan dan penjelasan?
Hambatan yang paling besar dari kemajuan, bukan datang dari orang lain, justru datang dari diri sendiri. Ada sepatah kalimat dalam Alkitab yang patut kita buat referensi. "Kalian jangan menyimpulkan orang lain, jangan sampai kalian disimpulkan, karena bagaimana kalian menyimpulkan orang lain, juga akan bagaimana pula disimpulkan. Kalian mengunakan alat ukur apa untuk mengukur orang lain, kalian juga pasti akan diukur dengan alat ukur apa. Mengapa nampak dalam mata saudara kita ada duri, tetapi tidak berpikir dalam mata kita mungkin ada balok kayu besar?"
Menyelidiki kesalahan, kelewat kritis untuk menuntut kesempurnaan, adalah semacam semangat penggerak, tetapi jika tekanan yang terjadi karena terlalu keterikatan dan memihak, belum tentu bisa diterima oleh setiap orang. Kalau begitu, bagaimana harus diuraikan? Seharusnya adalah "sedikit menyelidiki kesalahan, banyak melihat sisi baik". Sedangkan "melihat sisi baik" itu merupakan suatu kebaikan, suatu kemurahan hati, suatu komunikasi, suatu pengertian, suatu pemberian, suatu pujian dan menyelamati.
Kagum terhadap orang lain adalah sejenis taraf dan keindahan akhlak, bagaikan sebuah lampu terang, bukan hanya menyinari orang lain, juga menyinari diri sendiri. Bacon seorang filosof dari Inggris berkata, "Dalam hati pengagum ada sinar mentari pagi, butiran embun dan bunga yang bermekaran sepanjang tahun. Orang yang mengabaikan, dalam hatinya bagaikan es batu, kering kerontang bagaikan hutan yang gundul."
Acapkali hanya dengan mengubah satu pikiran, dengan cepat masalah akan segera berubah. Bagi orang yang benar-benar memahami prinsip "sedikit menyelidiki kesalahan, banyak melihat sisi baik", akan terhindar dari kekurangan dan menebar keunggulan, malah akan menemukan, ternyata kekurangan itu juga bisa membawakan keindahan.
Kehidupan memiliki kemungkinan yang tidak terbatas, masa depan dari setiap insan, patut dikelola dan didambakan. Jika ada kesempatan pasti harus berbagi dengan teman-teman tentang pemahaman ini. Berada dalam dunia yang tidak sempurna ini, kita hanya bisa menerima, dan dengan berani menghadapi semua permasalahan, berusaha sekuat tenaga untuk mengejar dunia yang lebih baik. Ingatlah, kesempurnaan adalah kepuasan terhadap ketidak sempurnaan! [Ivonny Wang / Jakarta]
Teman itu selalu tulus dan jujur, juga blak-blakan, dan mengakui hal tersebut bersumber asal dari ketakutan dalam dirinya sendiri, sepertinya sudah tak bisa diubah lagi. Agar memberikan sedikit kelegaan, saya berkata menghiburnya, "Mungkin ini disebabkan karena ingin mengejar kesempurnaan, dalam dunia fana yang kurang sempurna ini. Jika orang mengejar kesempurnaan, ditakdirkan dia akan mendapatkan lebih banyak kesengsaraan!" Ketika itu, dia terdiam dan tidak menjawab, seharusnya dia juga setuju dengan apa yang saya katakan...
Setelah menutup telepon, saya mau tak mau berpikir dengan saksama tentang masalah 'menyelidiki kesalahan'. Menyelidiki kesalahan, mempunyai makna agak sedikit keras dan tidak mau berkompromi, juga ada sedikit rasa menuntut dan cerewet. Ketika mekanisme ini mulai digerakkan, dua belah pihak secara tidak terasa akan masuk ke dalam suasana tegang, saling kuatir karena sangsi, saling mencurigai, akhirnya timbul rasa saling membenci, menyebabkan dua pihak sama-sama tidak senang.
Sangat nyata, saya juga mempunyai penyakit seperti ini, lebih-lebih terhadap keluarga yang paling dekat, dan murid-murid yang sering berhubungan, karena hati menuntut menjadi baik terlalu tergesa-gesa, serta kacau pikiran jika berhubungan dengan diri sendiri. Maka, sangat mudah sekali terjerumus ke dalam keadaan seperti itu tanpa disadari.
Menyelidiki kesalahan orang lain, secara permukaan seperti sedang membedakan dengan jelas antara benar dan salah, membenarkan segala kekacauan. Namun jika ditelusuri hingga akar permasalahannya, kebanyakan karena bersikukuh atas pendapat diri kita sendiri, melindungi konsep diri kita sendiri.
Ada sebuah kisah yang menceritakan setiap orang ketika dilahirkan, Dewa akan memberikannya dua buah kantong, yang satu digantungkan di dada, khusus untuk menampung kesalahan orang lain. Kantong yang satu lagi tergantung di belakang punggung, digunakan untuk mengisi kesalahan diri sendiri.
Oleh karena itu, terhadap kesalahan yang dibuat orang lain, acapkali kita akan melihatnya dengan sangat jelas bagaikan menghitung harta kita sendiri, sedangkan terhadap kesalahan diri sendiri, acapkali diabaikan bagai tidak terlihat. Karena itu yang terlihat selalu kesalahan orang lain, yang selalu terisi kantong di depan dada kita, malah tidak tahu mungkin kantong di belakang punggung kita sudah terisi penuh!
Dalam pekerjaan dan pergaulan dalam masyarakat, apakah kita sering melihat kesalahan kecil yang dibuat oleh orang lain, tetapi terhadap segala perbuatan dan tingkah laku diri sendiri sama sekali tidak diperiksa? Apakah terhadap kevulgaran dan kelemahan orang lain, sering kali tidak bisa melepaskannya, akan tetapi terhadap kesalahan diri sendiri yang keterlaluan itu, memiliki berbagi macam alasan dan penjelasan?
Hambatan yang paling besar dari kemajuan, bukan datang dari orang lain, justru datang dari diri sendiri. Ada sepatah kalimat dalam Alkitab yang patut kita buat referensi. "Kalian jangan menyimpulkan orang lain, jangan sampai kalian disimpulkan, karena bagaimana kalian menyimpulkan orang lain, juga akan bagaimana pula disimpulkan. Kalian mengunakan alat ukur apa untuk mengukur orang lain, kalian juga pasti akan diukur dengan alat ukur apa. Mengapa nampak dalam mata saudara kita ada duri, tetapi tidak berpikir dalam mata kita mungkin ada balok kayu besar?"
Menyelidiki kesalahan, kelewat kritis untuk menuntut kesempurnaan, adalah semacam semangat penggerak, tetapi jika tekanan yang terjadi karena terlalu keterikatan dan memihak, belum tentu bisa diterima oleh setiap orang. Kalau begitu, bagaimana harus diuraikan? Seharusnya adalah "sedikit menyelidiki kesalahan, banyak melihat sisi baik". Sedangkan "melihat sisi baik" itu merupakan suatu kebaikan, suatu kemurahan hati, suatu komunikasi, suatu pengertian, suatu pemberian, suatu pujian dan menyelamati.
Kagum terhadap orang lain adalah sejenis taraf dan keindahan akhlak, bagaikan sebuah lampu terang, bukan hanya menyinari orang lain, juga menyinari diri sendiri. Bacon seorang filosof dari Inggris berkata, "Dalam hati pengagum ada sinar mentari pagi, butiran embun dan bunga yang bermekaran sepanjang tahun. Orang yang mengabaikan, dalam hatinya bagaikan es batu, kering kerontang bagaikan hutan yang gundul."
Acapkali hanya dengan mengubah satu pikiran, dengan cepat masalah akan segera berubah. Bagi orang yang benar-benar memahami prinsip "sedikit menyelidiki kesalahan, banyak melihat sisi baik", akan terhindar dari kekurangan dan menebar keunggulan, malah akan menemukan, ternyata kekurangan itu juga bisa membawakan keindahan.
Kehidupan memiliki kemungkinan yang tidak terbatas, masa depan dari setiap insan, patut dikelola dan didambakan. Jika ada kesempatan pasti harus berbagi dengan teman-teman tentang pemahaman ini. Berada dalam dunia yang tidak sempurna ini, kita hanya bisa menerima, dan dengan berani menghadapi semua permasalahan, berusaha sekuat tenaga untuk mengejar dunia yang lebih baik. Ingatlah, kesempurnaan adalah kepuasan terhadap ketidak sempurnaan! [Ivonny Wang / Jakarta]