BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Selasa, 07 Juni 2011

TRADISI CUKUR RAMBUT BOTAK KALANGAN TIONGHOA

Tradisi mencukur rambut bagi bayi ternyata dikenal di beberapa agama dan kepercayaan. Di agama Hindu misalnya, tradisi ini diberi nama upacara mundan yang dianggap sebagai upacara penyucian. Sedangkan di masyarakat Tionghoa, tradisi mencukur rambut bayi disebut Mun Yuet, yang dilakukan saat bayi berusia satu bulan.

"Upacara itu (mencukur rambut) diharapkan kelak karma buruk dari reinkarnasi masa lampau tidak ikut terbawa di kehidupan bayi yang sekarang. Si jabang bayi diharapkan pula terlahir sebagai orang baik untuk saat ini dan nanti," ujar tokoh spiritual Tionghoa Solo, Romo Djoenaidi, pekan kemarin.

Ditambahkan Romo Djoenaidi, tradisi ini juga dimaksudkan sebagai wujud ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan yang maha kuasa, agar pula kesejahteraan dan keselamatan selalu menaungi sang bayi di kehidupannya.

Untuk saat ini memang tidak banyak dari umat Tionghoa yang masih melaksanakan tradisi Mun Yuet. Kebanyakan dari mereka yang masih menjalankan tradisi ini adalah para penganut kepercayaan adat istiadat keagamaan. "Yang tidak melaksanakan mungkin mereka kurang mengerti dengan makna dari upacara Mun Yuet sendiri," kata Romo Djoenaidi.

Setelah tradisi Mun Yuet digelar, kemudian dilanjutkan dengan tradisi hantaran makanan (membagi-bagi makanan) yang diberikan kepada tetangga dan sanak saudara. Di tradisi ini makanan yang diberikan beraneka ragam sebagai simbol dan memiliki makna. Hal ini sedikit berbeda dengan tradisi Jawa yang membagi-bagikan makanan berupa urap-urapan atau sayur-sayuran hijau.

Makanan di tradisi hantaran setelah upacara Mun Yuet di antaranya, pertama, pisang dua buah yang masih tergandeng. Ini sebagai simbol keutuhan keluarga yang memiliki hajatan. "Kedua pisang dalam tradisi tidak boleh putus dan harus tetap tergandeng," kata Romo Djoenaidi.

Kedua, yaitu satu butir telur yang diberi warna merah. Merah sendiri bagi masyarakat Tionghoa merupakan perlambang kebahagiaan, seperti halnya warna merah menyala saat perayaan Imlek. "Harapannya dengan membagikan telur warna merah, kebahagiaan selalu menyertai kehidupan keluarga yang bersangkutan," jelas Romo Djoenaidi.

Makanan ketiga yaitu kue ku atau kue kura-kura yang memiliki simbol panjang umur. Selain itu pasangan keluarga diharapkan selalu sukses dan banyak rezeki di kehidupannya. Kue jenis ini berbentuk bulat-bulat dan disusun rapi saat dibagikan. "Harapannya, ya seluruh keluarga panjang umur dan banyak rezeki," kata Romo Djoenaidi. (*)

http://yinnihuaren.blogspot.com
Email dari: Silvana Ng, Makassar

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA