BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Senin, 24 Januari 2011

JALAN UNTUK MENJADI SESEORANG

Konfusius, bernama Qiu dan juga di panggil Zhong Ni, adalah seorang warga dari kerajaan Lu (yang sekarang daerah Qufu propinsi Shandong). Ia adalah seorang guru besar negarawan, dan seorang pemikir. Ia mengajarkan pemerintahan yang menjunjung moralitas dan bermanfaat, aspiasirasinya tidak luntur meskipun harus melalui banyak kesengsaraan.

Dalam perjuangannya mengajarkan kebenaran dan sebuah keinginan dan karakter yang lurus, kebaikan, kesederhanaan, dan kebenaran; dan kesetiaannya pada negera dan perhatiannya pada semua masyarakat sangat menyentuh para siswanya dan generasi-generasi seterusnya. Dibawah ini ada beberapa kisah tentang bagaimana Confucius mengajarkan para siswa nya untuk menjadi orang.

Zi Gong meminta nasehat Konfusius, “Guru, bolehkah saya boleh bertanya mengapa orang-orang menganggap giok lebih bernilai di bandingkan batu mulia? Apakah karena giok lebih jarang?”

Konfusius menjawab, “Giok bernilai bukan karena lebih jarang, namun karena giok mencerminkan nilai-nilai kebaikan seseorang, seperti kebajikan, kebijaksanaan, kebenaran, kesetiaan, dan jujur, dan itu juga sesuai dengan prinsip langit dan bumi, giok sangat lembut seperti halnya sebuah kebajikan manusia, giok mempunyai bentuk yang halus walaupun ia sangat padat, seperti halnya sifat kebijaksanaan, kehati-hatiannya, seksama dan teliti menanganinya. Meskipun giok memiliki sisi dan bersudut, ia tidak tajam dan tidak akan menyakiti yang lain, seperti sifat keadilan dan kejujuran.”

“Ketika giok itu digantung, itu menandakan suatu pengekangan sifat buruk dan kebijaksanaan. Ketika terpukul, ia melepaskan sebuah suara jernih bersemangat, berupa sifat alami musik. Meskipun ia begitu indah, cacatnya  juga jelas, tetapi tidak akan mengganggu sifat baiknya. Seperti halnya kesetiaan orang, tanpa praduga dan tanpa membutuhkan kerahasiaan. Warna dari giok dapat dilihat dari semua arah, seperti halnya sebuah kejujuran orang, perilakunya konsisten dengan perkataannya. Bahkan pada ruangan gelap, ia dipercaya dan tidak menipu yang lain. Giok seperti kristal, berkilau dan tembus cahaya seperti sebuah pelangi putih, seperti awan-awan putih di surga, yang menyelaraskan lapisan-lapisan langit dan sesuai dengan prinsip-prinsip surgawi. Jatidiri giok dapat terlihat dengan jernih, seperti memandang dasar sungai.

“Saat giok berada di gunung, rumput-rumput menjadi subur. Dimanapun ia berada, ia mempunyai sebuah pengaruh, seperti halnya sikap seseorang mulia yang dapat menyelaraskan banyak hal dan bermanfaat bagi semua bidang. Dimanapun orang menghargai giok, ini juga seperti orang menghargai dan memuji kebaikan orang teladan. Kebaikan-kebaikan mulia adalah manipestasi dari prinsip-prinsip surgawi.”

Pada kesempatan lain, Zi Lu kembali menanyakan Konfusius, “Guru, apakah seorang yang baik juga mempunyai kecemasan?” Konfusius menjawab, “Seorang yang baik mengkultivasi dirinya dan memahami kebaikan. Selama ia belajar, ia akan fokus pada Dao dan sering mendapat pencerahan pada beberapa prinsip tertentu di tingkat tersebut. Ia menjalankan ajaran orang suci dan memahami secara lebih mendalam pada prinsip-prinsip tersebut dan menerapkannya dengan belas kasih selama masa kehidupannya. Oleh karenanya, orang yang baik itu memahami tujuan hidup dan menikmati kebahagiaan sepanjang hidupnya. Dia tak akan memiliki pengejaran dan kepentingan pribadi dalam pikirannya. Kecemasan yang dimilikinya bukan mengenai nama, kepentingan, harta ataupun pencapaian, melainkan cemas pada dunia. Di pundak mereka ada tanggung jawab untuk sesama, manifestasi  dari sifat mereka yang tidak egois dan memikirkan orang lain. Mereka yang tidak menaruh perhatian pada kultivasi moral tidaklah demikian. Saat mereka tidak mencapai pengejaran pribadi mereka, mereka cemas. Setelah mereka mencapainya, mereka cemas kehilangannya. Mereka cemas terhadap pencapaian dan kehilangan atas apapun di dunia ini, oleh karenanya, mereka hidup dalam kecemasan dan ketakutan, tidak punya hari dimana mereka dapat bahagia dan lega.

Budaya Tiongkok kuno selalu menekankan mengenai moralitas. Hanya saat orang memperhatikan moralitas, barulah mereka dapat meningkatkan tingkatan mereka. Oran baik akan mengikuti prinsip dan hukum surga, mengikuti orang-orang baik dan orang bijaksana  untuk merubah diri mereka. Orang-orang akan menegakkan moralitas sepanjang waktu dan tidak tersesat di tengah masyarakat. Orang-orang dapat menerima yang lain karena kemurahan hati mereka, mereka dapat membangkitkan pemikiran yang baik hati dalam pikiran orang-orang, dan mereka mempengaruhi orang-orang di mana-mana dengan murni dan belas kasih. [Mei ing - Jakarta]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA