Tetapi, ketika kita sedang berjalan dan tersandung jatuh oleh sebuah batu kecil, kaki terkilir bahkan patah tulang, tetapi setelah kita terluka masih bisa menghadapi masalah ini dengan tenang, di dalam hati kita sama sekali tidak ada perasaan benci dan dendam terhadap batu kecil itu.
Jika dilihat dari sudut pandang ini, manusia sebenarnya bisa melupakan, bisa tidak perhitungan dengan banyak hal-hal yang tidak menyenangkan, karena manusia sebenarnya mengerti bagaimana untuk melupakan.
Kita seringkali bisa merasakan beban yang kita emban terlalu banyak, membuat perjalanan hidup kita terasa lelah, hal itu disebabkan karena kita lupa untuk mempergunakan jurus bagaimana melupakan.
Setiap saat, ketika kita mengalami kesengsaraan maka harus diri kita sendiri yang meredakan; nasihat dan hiburan dari orang lain, hanya bagaikan satu resep pendingin di musim panas yang sangat terik, bagaikan sekelumit kehangatan di musim dingin, hanya bisa membuat kita merasakan kelegaan hati untuk sementara waktu, tetapi tidak bisa menghilangkan kesengsaraan itu.
Oleh sebab itu, dari pada kita menanggung kesengsaraan itu, lebih baik kita belajar untuk melupakan, menyeka bersih jendela jiwa kita sendiri, untuk melihat kehidupan manusia yang beraneka ragam yang hiruk-pikuk penuh dengan kesibukan di luar jendela jiwa.
Anda akan tahu, masih ada banyak orang yang lebih malang dari pada kita, dunia ini tidak bisa kita kendalikan, tidak ada jeleknya jika kita mengerjakan apa yang bisa kita kerjakan.
Anggaplah kesengsaraan itu sebagai semacam pelatihan pengalaman yang diberikan oleh Yang Kuasa kepada diri kita. Anggaplah melupakan sebagai suatu tindakan kita untuk memaafkan orang lain, dari awal hingga akhir hanya percaya dengan satu ungkapan: "tiada gunung yang lebih tinggi dari manusia, tiada jalan yang lebih panjang dari kaki, yang terbaik selalu berada di depan."
Saya sendiri mencoba melakukan sebaik-baiknya, boleh dikatakan saya adalah seorang yang paling mudah melupakan segala luka dan kesengsaraan.
Karena saya menyimpan segala keindahan yang saya dambakan, maka saya akan mengeluarkan keindahan itu untuk dijemur pada hari yang cerah, membiarkan debu-debu di masa lalu buyar bagaikan kabut dan asap tertiup oleh angin, tanpa meninggalkan bekas, hanya meninggalkan keharuman kegembiraan yang semerbak.
Mungkin, melupakan ini hanyalah pikiran saya yang terlalu rumit dan luas, terlalu senang berkhayal. Juga mungkin, di belakang bermacam-macam tertawa riang, saya adalah orang yang tidak bergembira, karena saya mengerti terlalu banyak teori dari kesengsaraan dan kegembiraan yang membuat saya tidak berani menyentuh dunia yang penuh dengan kesenangan dan kesedihan. Membiarkan diri saya sederhana akan lebih bagus!
Di dalam kehambaran hidup saya bisa mengumpulkan saat-saat gembira menjadi seutas rantai waktu, untuk menikmati kebahagiaan, karena saya bukanlah seorang yang memburu suatu keindahan yang jauh di sana.
Saya merasa bila mengkhayalkan hal-hal yang terlalu muluk akan merusak kebahagiaan yang sudah ada di depan mata. Bila kita berada di Paris tetapi hati merindu-kan Mount Everest, maka menara Eiffel yang seharusnya dapat dinikmati jadi tidak menarik. Itu adalah hati kita sendiri yang merusak kebahagiaan yang seharusnya dapat kita dapatkan.
Untuk hal-hal yang hilang dan hal-hal yang tidak bisa didapatkan, saya kira masalah itu tidaklah cukup bernilai untuk dipikirkan. Hal-hal yang bisa terjangkau oleh saya barulah bisa memperoleh antusiasme saya, karena saya sangat yakin dengan kehidupan yang tergenggam di dalam tangan saya.
Untuk yang terlalu jauh dan tidak bisa terkontrol oleh diri sendiri, saya berpendapat hal itu bagaikan sebuah lukisan milik orang lain yang meminjam jendela saya untuk digantungkan saja.
Semua orang berkata akan mencari paruh dirinya yang lain (jodoh) di dalam dunia ini. Dulu ketika saya mengomentari perasaan orang lain juga selalu berkata, jodoh pertemuan itu tidak mudah didapat, jika tersia-siakan tidak tahu harus menyesal untuk berapa kali kehidupan.
Tetapi sekarang, saya mengerti itu adalah semacam ungkapan yang saya gunakan agar orang lain bisa belajar bagaimana untuk menyayangi. Manusia dilahirkan tidak seperti buah apel yang dibelah menjadi dua, dimana kita harus mencari kembali bagian diri kita yang lain.
Sebenarnya kita semua adalah kesatuan individu yang utuh, dan dengan saling mengagumi dan saling bermurah hati barulah bisa membuat kita berdiri berdampingan, berjalan berdampingan menuju ke depan, dan saling menopang.
Jika kita tidak bisa mendapatkan cinta kasih yang sejati hingga hari tua, maka kita nikmati kesendirian yang ada, anggap saja cerita angin sepoi menghembus wajah ini sama sekali tidak pernah ada.
Mau melupakan, sebaiknya lakukan sedini mungkin. [Natalia Lim / Cirebon]
Silahkan klik menu kategori lain di bawah ini:
http://berita.tionghoanews.com
http://internasional.tionghoanews.com
http://budaya.tionghoanews.com
http://kehidupan.tionghoanews.com
http://kesehatan.tionghoanews.com
http://iptek.tionghoanews.com
http://kisah.tionghoanews.com
Atau ngajak teman Tionghoa anda ikut gabung disini http://www.facebook.com/chinese.indo bersama ribuan teman Tionghoa lainnya.