Orang jaman dahulu menaruh perhatian besar dalam hal memegang janji.
Janji memang mudah diucapkan, sering sekali apa yang keluar dari mulut hanyalah untaian kalimat belaka. Hanya sebuah lips-service. Tapi untuk mewujudkannya? Tak segampang pengucapannya. Begitu banyak orang mudah mengobral janji tapi tak pernah menunaikannya.
Bahkan untuk sesuatu yang bersifat ringan atau sederhana, sebut saja janji untuk saling bertemu pada jam yang ditentukan. Sebelum membuat janji terutama dengan melibatkan orang lain, sudah seharusnya kita memikirkannya terlebih dahulu serta mempertimbangkan dan merenungkannya apakah tepat atau tidak janji yang akan kita buat itu.
"Dahulu kala, sangat sedikit orang asing yang berkunjung ke daerah selatan Gunung Himalaya Nepal. Lebih dari satu dekade yang lalu, pada suatu hari beberapa fotografer Jepang ingin mengambil foto di daerah pegunungan Nepal untuk proyek mereka.
Mereka berkunjung ke sebuah desa di ketinggian 1500 meter. Desa ini tidak memiliki air, listrik atau jalan yang bisa dilalui mobil. Setelah bekerja keras, mereka ingin minum bir untuk menghangatkan badan. Karena harus melalui jalan gunung yang berbahaya, mereka sebisa mungkin mengurangi beban yang dibawa, sehingga mereka tidak membawa satu botol birpun selama perjalanan.
Penerjemah Qi mengatakan kepada fotografer, bahwa dia bisa turun ke desa kecil di kaki gunung untuk membeli bir Jerman untuk mereka. Fotografer merasa ragu-ragu pada awalnya. Jarak desa itu sangatlah jauh. Tapi Qi bersikeras bahwa ia cepat dan bisa kembali sebelum gelap. Benar saja, Qi datang sebelum gelap dengan lima botol bir dalam tas kanvas kecilnya.
Keesokan harinya, Qi secara sukarela membeli bir untuk para fotografer lagi. Para fotografer memberinya uang lebih banyak dan tas kanvas yang lebih besar. Namun, Qi tidak kembali malam itu. Keesokan paginya ketika fotografer bertanya tentang dirinya, para penduduk desa mengatakan bahwa Qi mungkin telah melarikan uang mereka.
Penduduk desa bercerita bahwa rumah Qi sebenarnya berada di desa lain dan ia hanya belajar di desa ini. Fotografer merasa menyesal. Mereka berpikir seharusnya mereka tidak mencemari kemurnian anak-anak dengan uang.
Di tengah malam, mereka mendengar ketukan di pintu. Ketika membuka pintu, mereka melihat Qi dengan badan penuh lumpur. Seluruh pakaiannya compang-camping dan terdapat memar di sekujur tubuhnya. Qi menjelaskan bahwa ia hanya bisa membeli empat botol bir di desa pertama. Ia harus mendaki gunung lagi agar sampai di sebuah desa lain untuk membeli enam botol sisanya. Sayangnya, ia jatuh dan memecahkan tiga botol bir yang dibawanya. Qi kemudian menyerahkan bir, uang kembalian dan botol bir yang pecah kepada mereka.
Para fotografer Jepang ini sangat terharu. Mereka menutup wajah mereka dengan tangan dan menangis. Mungkin mereka malu karena telah meragukan kejujuran Qi. Cerita ini kemudian tersebar di Jepang. Setiap orang yang mendengarnya sangat tersentuh dan ingin bertemu dengan remaja sederhana ini yang dengan teguh menepati kata-katanya.
Mereka tertarik mengunjungi daerah pegunungan di mana ia dibesarkan. Akibatnya, seiring waktu, kian banyak wisatawan Jepang yang datang ke daerah ini. Qi Duoli dari Nepal yang memiliki komitmen untuk menepati janjinya, telah menunjukkan nilai dari sifat karakter mulianya. [Yolanda Li / Banjarmasin]