Pada zaman dahulu pejabat ketika mengusulkan kepada penguasa, sering menggunakan "Hamba mendengar" untuk menunjukkan pemahamannya. Hal ini akan menghindari perasaan "menguliahi" pihak lain dan mengandung niat hormat terhadap pihak lain.
Sikap rendah hati dan tidak takabur ini, dipergunakan saat bicara terhadap senior pada dewasa ini, juga akan disambut hangat.
Akar penyakit dari "Tergesa Tidak Pilih Kata-kata", bukannya tidak punya waktu berpikir, melainkan sedang ada waktu tapi tidak mau berpikir. - Lu Xun (sastrawan terkenal Tiongkok abad ke 20).
Ketika Raja Chu Zhao berniat untuk meninggalkan ibukota, hendak bertamasya ke Jing Tai. Zi Qi sebagai pejabat komandan ketentaraan di dalam sidang pemerintahan istana langsung menentangnya dan beranggapan di sana kondisi geografinya membahayakan meskipun pemandangannya unik dan bisa membuat baginda Raja melupakan urusan kenegaraan. Raja Chu Zhao marah besar dan berkata "Jing Tai adalah teritorial kita, punya tempat yang begitu bagus, mengapa anda menghambat saya pergi!"
Pada saat itu, patih Zi Xi berkata : "Bertamasya ke Jing Tai, bagus sekali, jangan kehilangan lagi peluang baik ini. " Raja Chu Zhao tahu patihnya menyetujui pergi bertamasya, hatinya menjadi sangat girang. Ia dengan sangat gembira menepuk-nepuk punggung Zi Xi dan berkata : "Sangat bagus! Saya akan pergi bersamamu bermain sampai puas!" Zi Xi mendampingi Raja Chu Zhao, menunggang kuda berangkat bersama.
Sesudah berjalan sekitar 5 km Zi Xi mengerem tali kekangnya sehingga dengan segera kudanya berhenti. Ia berkata kepada Raja, "Baginda raja, hamba hendak mengatakan beberapa patah kata, tak tahu apakah Baginda sudi mendengarkannya?" Raja Chu Zhao berkata,"Suasana hati saya sedang baik, kalau ada yang ingin disampaikan katakan saja!"
Zi Xi menjawab, "Hamba dengar, sebagai seorang abdi jikalau setia kepada rajanya, meskipun dianugerahi pangkat juga tak cukup membalas kesetiaan hatinya. Jikalau menjilat Baginda, meskipun dibantai juga tidak cukup menghapus dosanya. Saya merasa Zi Qi betul-betul adalah abdi lurus yang setia kepada Baginda, sedangkan saya? Hanyalah abdi yang menjilat Baginda saja. Semoga Baginda raja bisa memberi pahala kepada yang setia dan hukum mati yang menjilat."
Raja Chu Zhao berkata, "Zi Qi mengusulkan untuk tidak bermain di Jing Tai, tetapi jika saya mau mendengarkan usulannya, juga hanya bisa melarang saya sendiri saja. Jikalau keturunanku hendak piknik ke Jing Tai, bukankah juga tak akan dapat dilarang?"
Zi Xi menjawab "Ini toh tidak sulit. Asalkan Baginda menurunkan pesan bahwa sesudah mangkat Baginda berkeinginan dibangunkan kuburan sendiri di atas gunung Jing Tai, maka anak cucu kelak pasti tidak tega bertamasya ria di atas kuburan kakek mereka. Raja Chu Zhao berkata, "Hhm, ini solusi bagus." Maka itu, Raja memerintahkan balik pulang ke rumah.
Mendengar cerita ini, Kong Zi memuji, "Hendak menasehati sang penguasa untuk membatalkan tamasya, juga berharap anak-cucu tidak bermain ke Jing Tai. Cara Zi Xi mengajukan usulan kepada Raja Chu Zhao, betul-betul sangat bagus.
Di dalam kisah Raja Chu Zhao tadi, Zi Qi ingin menasehati rajanya agar tidak melancong, selain itu berharap keturunannya juga jangan pesiar ke Jing Tai, agar tak melalaikan urusan kenegaraan. Yang ia pergunakan ialah cara penyampaian langsung "keras lawan keras", adalah paling tidak dapat mengambil hati dan paling tidak menyenangkan sehingga tak heran Raja Chu Zhao marah besar.
Metode sang patih Zi Xi memberi nasehat kepada Raja Chu Zhao jelas lebih unggul. Ia sungguh-sungguh memahami terlebih dahulu untuk menciptakan suasana, baru melakukan dialog, terlebih dahulu menyetujui niat Raja Chu Zhao bahkan ikut mengiringinya. Menanti sesudah berjalan 5 km, amarah Raja Chu Zhao telah mereda dan suasana hatinya membaik, baru memasukkan nasehatnya dengan cara memutar dulu. Pada saat itu sang Raja pasti mau mendengar.
Zi Xi dalam melakukan dialog, tekniknya lebih matang. Ia tidak dengan cara menampar mulut sendiri untuk menelan perkataan sebelumnya dan mengusulkan Raja Chu Zhao berputar haluan kembali ke istana, melainkan dengan kondisi oto kritis terhadap diri sendiri, menggolongkan diri sebagai "Abdi penjilat", menyatakan menyesal kepada Raja Chu Zhao dan memohon untuk memberi hukuman.
Pada saat itu, Raja Chu Zhao yang telah ada kesan baik terhadapnya bagaimana mungkin mau menghukumnya? Sebaliknya ia merasakan Zi Xi mengerti introspeksi dan keadilan, juga bisa terhitung sebagai abdi setia!
Yang terpenting ialah, Zi Xi tidak menasehati Raja Chu Zhao untuk balik ke istana, melainkan prinsip sejatinya diarahkan bahwa, "Zi Qi betul, saya salah. Pelesir salah, tidak pergi baru betul. Tidak seharusnya dilanjutkan." Akan tetapi, keputusan pulang atau tidak diserahkan pada Raja Chu Zhao sendiri secara proaktif untuk mengambil keputusannya.
Hikmah kisah ini kepada kita ialah menjelaskan prinsip boleh-boleh saja, tapi jangan "mengatur" orang lain harus berbuat bagaimana, namun harus membuat lawan bicara merasakan "Keputusan diambil diri sendiri".
Dari situ bisa disimpulkan, suasana lingkungan selayaknya merupakan prasyarat kita untuk melakukan komunikasi dengan baik. Menciptakan suasana lingkungan dengan baik, bisa membuat upaya meyakinkan anda sudah berhasil.
Sewaktu meyakinkan orang lain, berdasarkan ciri psikologis pihak lain yang berbeda, memilih suasana berbeda, mengulur waktu, memperbesar ruang, mencipta suasana lingkungan yang menguntungkan bagi komunikasi adalah sangat penting. [Teddy Ong / Surabaya]
Sikap rendah hati dan tidak takabur ini, dipergunakan saat bicara terhadap senior pada dewasa ini, juga akan disambut hangat.
Akar penyakit dari "Tergesa Tidak Pilih Kata-kata", bukannya tidak punya waktu berpikir, melainkan sedang ada waktu tapi tidak mau berpikir. - Lu Xun (sastrawan terkenal Tiongkok abad ke 20).
Ketika Raja Chu Zhao berniat untuk meninggalkan ibukota, hendak bertamasya ke Jing Tai. Zi Qi sebagai pejabat komandan ketentaraan di dalam sidang pemerintahan istana langsung menentangnya dan beranggapan di sana kondisi geografinya membahayakan meskipun pemandangannya unik dan bisa membuat baginda Raja melupakan urusan kenegaraan. Raja Chu Zhao marah besar dan berkata "Jing Tai adalah teritorial kita, punya tempat yang begitu bagus, mengapa anda menghambat saya pergi!"
Pada saat itu, patih Zi Xi berkata : "Bertamasya ke Jing Tai, bagus sekali, jangan kehilangan lagi peluang baik ini. " Raja Chu Zhao tahu patihnya menyetujui pergi bertamasya, hatinya menjadi sangat girang. Ia dengan sangat gembira menepuk-nepuk punggung Zi Xi dan berkata : "Sangat bagus! Saya akan pergi bersamamu bermain sampai puas!" Zi Xi mendampingi Raja Chu Zhao, menunggang kuda berangkat bersama.
Sesudah berjalan sekitar 5 km Zi Xi mengerem tali kekangnya sehingga dengan segera kudanya berhenti. Ia berkata kepada Raja, "Baginda raja, hamba hendak mengatakan beberapa patah kata, tak tahu apakah Baginda sudi mendengarkannya?" Raja Chu Zhao berkata,"Suasana hati saya sedang baik, kalau ada yang ingin disampaikan katakan saja!"
Zi Xi menjawab, "Hamba dengar, sebagai seorang abdi jikalau setia kepada rajanya, meskipun dianugerahi pangkat juga tak cukup membalas kesetiaan hatinya. Jikalau menjilat Baginda, meskipun dibantai juga tidak cukup menghapus dosanya. Saya merasa Zi Qi betul-betul adalah abdi lurus yang setia kepada Baginda, sedangkan saya? Hanyalah abdi yang menjilat Baginda saja. Semoga Baginda raja bisa memberi pahala kepada yang setia dan hukum mati yang menjilat."
Raja Chu Zhao berkata, "Zi Qi mengusulkan untuk tidak bermain di Jing Tai, tetapi jika saya mau mendengarkan usulannya, juga hanya bisa melarang saya sendiri saja. Jikalau keturunanku hendak piknik ke Jing Tai, bukankah juga tak akan dapat dilarang?"
Zi Xi menjawab "Ini toh tidak sulit. Asalkan Baginda menurunkan pesan bahwa sesudah mangkat Baginda berkeinginan dibangunkan kuburan sendiri di atas gunung Jing Tai, maka anak cucu kelak pasti tidak tega bertamasya ria di atas kuburan kakek mereka. Raja Chu Zhao berkata, "Hhm, ini solusi bagus." Maka itu, Raja memerintahkan balik pulang ke rumah.
Mendengar cerita ini, Kong Zi memuji, "Hendak menasehati sang penguasa untuk membatalkan tamasya, juga berharap anak-cucu tidak bermain ke Jing Tai. Cara Zi Xi mengajukan usulan kepada Raja Chu Zhao, betul-betul sangat bagus.
Di dalam kisah Raja Chu Zhao tadi, Zi Qi ingin menasehati rajanya agar tidak melancong, selain itu berharap keturunannya juga jangan pesiar ke Jing Tai, agar tak melalaikan urusan kenegaraan. Yang ia pergunakan ialah cara penyampaian langsung "keras lawan keras", adalah paling tidak dapat mengambil hati dan paling tidak menyenangkan sehingga tak heran Raja Chu Zhao marah besar.
Metode sang patih Zi Xi memberi nasehat kepada Raja Chu Zhao jelas lebih unggul. Ia sungguh-sungguh memahami terlebih dahulu untuk menciptakan suasana, baru melakukan dialog, terlebih dahulu menyetujui niat Raja Chu Zhao bahkan ikut mengiringinya. Menanti sesudah berjalan 5 km, amarah Raja Chu Zhao telah mereda dan suasana hatinya membaik, baru memasukkan nasehatnya dengan cara memutar dulu. Pada saat itu sang Raja pasti mau mendengar.
Zi Xi dalam melakukan dialog, tekniknya lebih matang. Ia tidak dengan cara menampar mulut sendiri untuk menelan perkataan sebelumnya dan mengusulkan Raja Chu Zhao berputar haluan kembali ke istana, melainkan dengan kondisi oto kritis terhadap diri sendiri, menggolongkan diri sebagai "Abdi penjilat", menyatakan menyesal kepada Raja Chu Zhao dan memohon untuk memberi hukuman.
Pada saat itu, Raja Chu Zhao yang telah ada kesan baik terhadapnya bagaimana mungkin mau menghukumnya? Sebaliknya ia merasakan Zi Xi mengerti introspeksi dan keadilan, juga bisa terhitung sebagai abdi setia!
Yang terpenting ialah, Zi Xi tidak menasehati Raja Chu Zhao untuk balik ke istana, melainkan prinsip sejatinya diarahkan bahwa, "Zi Qi betul, saya salah. Pelesir salah, tidak pergi baru betul. Tidak seharusnya dilanjutkan." Akan tetapi, keputusan pulang atau tidak diserahkan pada Raja Chu Zhao sendiri secara proaktif untuk mengambil keputusannya.
Hikmah kisah ini kepada kita ialah menjelaskan prinsip boleh-boleh saja, tapi jangan "mengatur" orang lain harus berbuat bagaimana, namun harus membuat lawan bicara merasakan "Keputusan diambil diri sendiri".
Dari situ bisa disimpulkan, suasana lingkungan selayaknya merupakan prasyarat kita untuk melakukan komunikasi dengan baik. Menciptakan suasana lingkungan dengan baik, bisa membuat upaya meyakinkan anda sudah berhasil.
Sewaktu meyakinkan orang lain, berdasarkan ciri psikologis pihak lain yang berbeda, memilih suasana berbeda, mengulur waktu, memperbesar ruang, mencipta suasana lingkungan yang menguntungkan bagi komunikasi adalah sangat penting. [Teddy Ong / Surabaya]