Dalam mengobati pasien, ia lakukan dengan sepenuh hati tanpa melihat kaya atau miskin. Wei tidak pernah meminta bayaran atas bantuannya dan seringkali malah memberi pasiennya uang untuk membeli obat. Jika si pasien datang dari tempat yang jauh, dia selalu menyuguhkan bubur atau kudapan terlebih dulu dan beristirahat sejenak sebelum memeriksanya.
"Orang yang datang dari jauh akan merasa lapar dan lelah sehingga denyut nadinya menjadi terganggu. Setelah mereka makan sesuatu dan beristirahat, denyut nadi akan semakin akurat. Saya tidak berusaha melakukan perbuatan baik dan mengumpulkan pahala, namun hanya berniat mendapatkan reputasi baik sebagai seorang dokter," jelasnya untuk meluruskan pikiran orang bahwa dia hanya ingin berbuat baik.
Suatu ketika, dia pergi mengunjungi seorang pasien, pasien tersebut menemukan uang perak yang ditaruh di bawah bantalnya telah hilang. Putra pasien itu curiga kalau Wei yang mengambinya, namun dia tidak berani bertanya. Kemudian putra itu membakar dupa dan memegangnya di tangan serta berlutut di luar pintu rumah Wei. Melihat itu, Wei sangat terkejut dan bertanya, "Apa yang Anda lakukan?"
"Saya memiliki unek-unek yang ingin disampaikan, namun saya khawatir Anda akan marah. Jadi saya tidak berani mengatakannya."
Wei berkata, "Ayo, katakanlah. Saya berjanji tidak akan marah."
Putra itu memberitahunya tentang uang peraknya yang hilang. Kemudian Wei membawa putra itu ke dalam ruangan dan berkata, "Ya, benar saya yang telah mengambilnya dan berniat akan mengembalikannya besok saat saya memeriksa ayahmu. Sekarang Anda telah menanyakannya, jadi silahkan bawa uang ini dan tolong jangan cerita pada siapapun!" Wei memberikan sejumlah uang yang di sebutkan anak itu.
Setelah putra itu pergi meninggalkan rumah Wei, orang menyalahkan Wei telah mencemarkan profesi shinse. Ketika putra itu kembali dengan membawa uang perak, orang-orang mulai mempergunjingkan keburukan shinse itu. Wei tua itu bertindak seperti tidak ada sesuatu yang terjadi.
Setelah si pasien tersebut sembuh sepenuhnya, dia menemukan uang peraknya yang hilang ada di bawah selimutnya. Dia sangat terkejut dan sedih. Lalu dia berkata kepada putranya, "Uang yang hilang itu ternyata ada di sini, dan kita telah bersalah pada shinse tua itu. Ayo kita pergi mengembalikan uang dan meminta maaf kepadanya."
Kemudian ayah dan anak itu membakar dupa kemudian menggegamnya dan berlutut di depan rumah shinse tua itu. Wei berkata dengan tertawa, "Apa yang kalian lakukan?"
Kedua orang itu merasa sangat malu, "Kami telah bersalah terhadap Anda, dan membawa kembali uang perak Anda. Kami bersedia menerima hukuman apapun dari Anda." Wei membantu mereka berdiri dan berkata, "Tidak apa-apa, jangan keras terhadap diri Anda sendiri."
Putra itu bertanya, "Saya mendengarkan saran dari orang lain dan menghina Anda. Namun mengapa Anda begitu rela menanggungnya tanpa menjelaskannya? Saya sungguh malu, bahkan hampir tak dapat mengangkat muka saya. Sekarang saya sungguh beruntung mendapat pengampunan dari Anda, namun maukah Anda menjelaskan alasannya?"
Wei tersenyum, "Saya mengenal baik ayah Anda dan kami berasal dari desa yang sama. Ayah Anda bekerja keras dan hidup berhemat. Jika dia mengetahui telah kehilangan uang sebesar itu, kondisinya akan memburuk dan mungkin saja tidak akan sembuh. Saya tidak keberatan reputasi saya tercoreng. Ketika ayah Anda tahu uang itu utuh, tentu dia akan merasa senang dan sakitnya akan cepat sembuh." Wei mengajak kedua orang itu ke dalam dan menyuguhkan mereka makanan yang lezat dan anggur terbaik.
Pada hari itu, ada banyak orang yang menyaksikan kejadian ini hingga memenuhi jalan. Setiap orang mengagumi kebaikan dan kemurahan hati Wei. Reputasi baiknya segera tersebar di seluruh pelosok. [Suzanna Laow / Jakarta / Tionghoanews]