BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Rabu, 04 Mei 2011

PENJING (BONSAI)

Penjing (bahasa Tionghoa: 盆景; pinyin: pén jǐng; arti harfiah pemandangan nampan) atau penzai (bahasa Tionghoa: 盆栽; pinyin: pén zāi; arti harfiah tanaman nampan) adalah seni Cina kuno dalam menanam pohon atau tanaman yang dibuat supaya tetap berukuran kerdil dengan cara pemangkasan untuk menghasilkan bentuk-bentuk yang memenuhi kriteria estetika dan tercipta ilusi mengenai usia tanaman. Pada umumnya, penjing dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan subjeknya: penjing pohon (shumu penjing), penjing pemandangan / lanskap (shanshui penjing), dan penjing air dan tanah (shuihan penjing). Seni bonsai Jepang awalnya berasal dari penjing (bonsai adalah pelafalan bahasa Jepang untuk penzai).

Secara umum, perbedaan visual yang utama antara bonsai dan penjing adalah pada bentuk. Bonsai cenderung memiliki bentuk-bentuk yang lebih sederhana (tampak lebih "halus"), besar dahan melebihi proporsi, dan ditanam dalam pot berbentuk sederhana dengan warna suram atau warna tanah. Sebaliknya, penjing didesain dalam berbagai bentuk yang tampak "liar", dan dapat ditanam di pot yang berwarna cerah atau bentuk-bentuk lain yang lebih kreatif. Penggemar tanaman mini di luar Asia sering mengaburkan perbedaan penjing dan bonsai dengan maksud mengeksplorasi potensi tumbuhan dan bahan-bahan pot, serta ingin terbebas dari gaya dan teknik-teknik tradisional.

Di berbagai taman Cina klasik dapat dijumpai miniatur tanaman dan ornamen batu yang disebut penjing. Pohon-pohon dipangkas secara teliti dan ditampilkan dengan paduan batu-batuan sebagai perwujudan dari ukiran benda hidup atau puisi tiga dimensi. Komposisi seni ini berusaha menangkap semangat alam, dan membedakannya dari tanaman biasa dalam pot.

Wadah yang disebut pen (盆) berasal dari budaya Yangshao periode Neolitik Cina yang mengenal piring rendah dari tanah liat dan dasar memiliki kaki. Benda tersebut kemudian diproduksi dari perunggu untuk keperluan upacara di istana dan ritual keagamaan sepanjang Dinasti Shang dan Dinasti Zhou.

Ketika pedagang asing tiba di Cina untuk memperkenalkan tanaman aromatik pada abad ke-2 SM, orang Cina mulai membuat wadah membakar dupa berbentuk mangkuk yang unik. Wadah yang disebut boshanlu ini berbentuk seperti mangkuk bertangkai yang memiliki tutup berbentuk pulau / gunung suci (Gunung Penglai), dan memiliki lubang-lubang untuk tempat keluar asap dupa. Ornamen pada bonshanlu sering berupa tokoh-tokoh mitologi atau hewan buas di pegunungan. Wadah pen berukuran kecil kadang-kadang diletakkan sebagai alas boshanlu sebagai penampung sisa dupa yang masih panas. Pen kadang-kadang diisi air untuk melambangkan lautan yang menjadi lokasi pulau / gunung suci Gunung Penglai. Pada awalnya dipakai pen yang dibuat dari perunggu, keramik, atau batu talk. Pada masa-masa berikutnya, pen yang dipakai adalah batu berbentuk unik, dan kadang-kadang sebagian permukaannya diselimuti lumut untuk lebih memperindah perwujudan miniaturisasi.

Sejak abad pertama Masehi, mistisisme Tao mengajarkan pembuatan kembali situs-situs mistik dalam bentuk miniatur untuk lebih memusatkan perhatian dan meningkatkan apresiasi terhadap benda-benda dalam bentuk sebenarnya. Masuknya berbagai aliran Buddhisme dari India ke Cina setelah pertengahan abad ke-2 Masehi, di antaranya membawa ajaran meditasi sekte dhyana yang terjemahan naskahnya sering memakai terminologi Tao untuk menjelaskan konsep-konsep nonfisik. Bersamaan dengan itu pula Cina mengenal seni bunga dan seni dekorasi altar dengan bunga yang kemudian menjadi salah satu cabang seni di Cina. Lima abad kemudian, sekte Buddhisme Chán terbentuk dari perpaduan ajaran Buddhisme dhyana dan Taoisme asli Cina.

Walaupun paling tidak dari legenda-legenda abad ke-3 dan abad ke-4 sudah diceritakan tentang guru Tao yang memiliki kemampuan untuk mengecilkan pemandangan alam menjadi berukuran kecil di dalam wadah, penjelasan tertulis tentang pemandangan alam dalam bentuk miniatur baru ditemui pada periode Dinasti Tang. Naskah dari periode tersebut menyebut bahwa seni (waktu itu disebut punsai) membuat pemandangan dari pohon-pohon yang dikerdilkan telah dikenal untuk beberapa lama, sebagai seni asli Cina atau mungkin sebagai bentuk seni yang dibawa dari luar. Sebagai contoh dari pengaruh asing yang mungkin sekitar periode ini adalah gelombang kedatangan orang asing secara besar-besaran ke ibu kota Chang'an yang baru dibangun kembali. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 630 ketika Göktürks dikalahkan oleh tentara Dinasti Tang dan ribuan keluarga Turki pindah untuk tinggal di Chang'an. Hingga kini sejarawan belum menemukan naskah yang menjelaskan periode terjadinya perubahan fungsi piring / nampan pen sebagai wadah untuk tanaman dan batu, dan asal mula terciptanya bentuk-bentuk penjing yang unik. Lukisan tertua yang menggambarkan penjing adalah lukisan dinding yang berasal dari sekitar tahun 706. Lukisan dinding ini ada di lorong menuju makam Pangeran Zhang Huai di situs Mausoleum Qianling. Ketika diekskavasi pada tahun 1972, lukisan ini memperlihatkan dua pelayan wanita membawa penjing berbentuk pohon buah dan hiasan batu berukuran mini.

Menurut perkiraan, pohon-pohon bernilai tinggi awalnya dikumpulkan dari alam bebas. Pohon-pohon tersebut dianggap unik karena dipenuhi simpul-simpul, lengkungan, dan bentuk-bentuk lainnya yang tidak lazim. Pohon-pohon yang kerdil secara alami dipercaya menyimpan energi istimewa mengingat usia dan tempat asalnya yang jauh dari campur tangan manusia. Pandangan Buddhisme Chán selanjutnya berpengaruh pada pembuatan lanskap berukuran miniatur. Dari tempat-tempat di alam yang dekat dengan tempat tinggal manusia dikumpulkan tanaman yang masih muda dan kecil. Tanaman yang dikumpulkan adalah tanaman yang masih memiliki kemiripan dengan tanaman kerdil dari pegunungan dan tempat-tempat yang jauh. Setelah dikumpulkan tanaman tersebut dibuat agar terkesan "tua" dengan menonjolkan tekstur, bentuk, dan ukuran bagian batang, akar, serta dahan. Penyair dan penulis esai sejak periode Dinasti Tang sering memuji-muji keindahan penjing.

Meskipun sejak abad ke-6, duta Jepang untuk Cina dan biksu Jepang yang belajar agama Buddha di Cina sudah kembali ke Jepang dengan membawa oleh-oleh berupa tanaman miniatur, lukisan tertua di Jepang yang menggambarkan pohon kerdil di atas nampan adalah lukisan asal tahun 1309. Gulungan kelima dari Kasuga Gongen Genki-e (春日権現験記絵 Ilustrasi Hikayat Mukjizat Avatar Kasuga) yang terdiri dari 20 gulungan menggambarkan rumah orang kalangan atas di Jepang yang memiliki tangga-tangga dari kayu tempat meletakkan nampan kayu dangkal dam piring keramik asal Cina berisi pohon-pohon kerdil, rerumputan, dan batu-batuan. Pada waktu itu Buddhisme sekte Chán telah berkembang di Jepang sebagai Zen. Pengaruh konsep zen tentang "keindahan dalam lingkungan yang keras" menjadikan orang Jepang membuat lanskap dari tanaman kerdil di dalam pot yang dapat ditafsirkan sebagai pohon tunggal yang ideal dan mewakili alam semesta.

Paling tidak sejak abad ke-16, toko-toko dengan nama seperti Garden of Dragon Flowers di barat daya Shanghai sudah menanam pohon-pohon berukuran mini dalam wadah. Sementara itu, hingga akhir abad ke-16, Suzhou masih dianggap sebagai pusat seni penjing terbaik di Cina. Catatan tertua tentang penjing yang ditulis dalam bahasa Inggris adalah mengenai penjing di Cina / Makau pada tahun 1637. [15]

Pada tahun 1806, sebuah pohon kerdil yang sangat tua dari Kanton (sekarang Guangzhou) dihadiahkan kepada Sir Joseph Banks, dan kemudian dihadiahkan kepada Ratu Charlotte untuk diamat-amati oleh ratu. Pohon tersebut dan penjing lainnya yang dilihat oleh orang Barat di Cina Tenggara kemungkinan besar berasal dari taman Fa Ti yang terletak di dekat Kanton.

Menurut berbagai buku sumber dari Barat, Hingga paruh pertama abad ke-19, pencangkokan adalah metode perbanyakan penjing yang utama. Tinggi pohon biasanya antara 30 cm hingga 60 cm setelah dipelihara selama 20 tahun. Jenis pohon yang biasa dipakai adalah pohon elm, dan juga pohon pinus, juniper, siprus, dan bambu. Pohon prem adalah pohon buah yang paling disukai untuk penjing, begitu pula halnya dengan pohon persik dan pohon jeruk. Cabang pohon dapat dibengkokkan dan dibentuk dengan memakai berbagai bentuk penunjang dari bambu, kawat besi atau perunggu; pohon boleh dipotong, dibakar, atau dipangkas, dan kulit pohon kadang-kadang dikoyak pada beberapa tempat atau dioleksi gula untuk mengundang rayap agar batang pohon menjadi terlihat kasar, atau bahkan memakan bagian dalam batang. Batu-batu dan lumut sering ditambahkan ke dalam komposisi penjing.

Foto tertua dari Cina yang berisi potret penjing diambil sekitar tahun 1868 oleh John Thomson. Pada tahun itu, koleksi pohon-pohon kerdil dan tanaman dari Cina juga dipamerkan di Brooklyn, New York. Keadaan sosial dan politik di Amerika Serikat pada waktu itu melahirkan undang-undang yang lebih menguntungkan Jepang daripada Cina, terutama setelah ditetapkannya Undang-Undang Eksklusi Cina 1882. Sebagai akibatnya, bentuk-bentuk pohon kerdil dari Jepang lebih mudah diterima publik Amerika Serikat daripada bentuk-bentuk pohon yang sama dari Cina.

Menjelang akhir abad ke-19, Lingnan atau mahzab Kanton dalam pemangkasan penjing berkembang di biara Cina tenggara. Pohon tropis dan semak tropis yang tumbuh dengan cepat dapat dibuat penjing dengan mudah dengan menggunakan teknik-teknik Lingnan.

Kebun Bibit Longhua yang didirikan tahun 1954 di Shanghai menerima murid yang ingin belajar teori klasik dan semua aspek seni penjing. Semuanya dapat dipelajari oleh siswa pertamanan di sana dalam waktu 10 tahun.

Paling tidak pada awal 1960-an, di Cina terdapat paling sedikit 60 bentuk-bentuk penjing khas daerah yang dapat dibedakan oleh mata para ahli. Sebagian di antara bentuk-bentuk tersebut paling tidak berasal dari abad ke-16.

Di tengah kekacauan Revolusi Kebudayaan, koleksi penjing di Daratan Cina, terutama di Beijing dan sekitarnya dihancurkan atau dilantarkan karena dianggap sebagai hobi orang borjuis. Setelah karya mereka dihancurkan, sejumlah ahli penjing, sebagian di antaranya pria berusia enam puluhan hingga tujuh puluhan, dikirim ke pedesaan untuk menanam padi. Walaupun demikian, di beberapa kota-kota di Cina selatan dan timur, sejumlah penjing dikumpulkan di tempat yang aman.

Bersama Mr. Liu Fei Yat, Wu Yee-sun (1905-2005), guru penjing generasi ketiga dan cucu dari pendiri mahzab Lingnan, mengadakan pameran penjing pertama di Hong Kong pada tahun 1968. Penjing yang dipamerkannya merupakan koleksi penjing kalangan aristokrat yang diselamatkan dari Revolusi Komunis Cina 1949 dengan cara dibawa keluar dari Daratan Cina atau disimpan di tempat yang aman. Dua edisi buku karya Wu Yee-sun yang ditulis dalam bahasa Cina dan bahasa Inggris, Man Lung Garden Artistic Pot Plants (Tanaman Pot Artistik Taman Man Lung) membangkitkan kembali minat publik atas seni Cina yang sebelumnya dikenal orang Barat dengan nama bonsai.

Pada tahun 1978 diadakan Pameran Penzai Yuk Sui Yuen di Kanton. Pameran tersebut merupakan pameran pertama yang terbuka untuk umum setelah pameran terakhir 10 tahun sebelumnya. Sekitar 250 penjing koleksi pribadi dipamerkan di taman umum berikut pot-pot antik. Kebun Raya Shanghai yang memiliki pameran tetap berupa 3.000 buah penjing juga diresmikan pada tahun itu. Pameran Nasional Pertama Penjing diadakan pada tahun 1979 di Beijing, menampilkan lebih dari 1.100 spesimen dari 13 provinsi, kota, dan daerah otonom.

Satu divisi dari Kebun Bibit Bunga Hangzhou pada tahun 1981 mengkhususkan diri pada penjing. Mereka memelihara lebih dari 1500 spesimen lama yang pernah ditelantarkan dan dalam tahap awal pelatihan kembali. Penjing akhirnya menjadi populer kembali di Cina. Sebagian di antaranya berkat kehidupan yang mulai stabil dan kondisi ekonomi rakyat yang telah sangat membaik. Selain di Shanghai, pertumbuhan koleksi penjing terutama terjadi di provinsi-provinsi pesisir seperti Jiangsu, Zhejiang, Fujian, dan Guangdong. Koleksi milik umum dan milik pribadi semakin meningkat. Koleksi pribadi dapat berkisar antara seberapa ratus hingga beberapa ribu buah penjing. Boneka tanah liat atau hiasan lainnya umum dipakai dalam komposisi untuk memperlihatkan skala atau tema.

Asosiasi Penjing dan Bunga Cina didirikan akhir tahun 1981, dan 7 tahun kemudian melahirkan Asosiasi Seniman Penjing Cina.

Di Universitas Baptis Hong Kong terdapat Taman Man Lung yang diresmikan pada tahun 2000 untuk mempromosikan penjing sebagai peninggalan budaya Cina. Pada awalnya, koleksi ini dipamerkan di lokasi sementara di Kampus Shaw, dan kemudian dipindahkan ke lokasi permanen di dekat gerbang Kampus Ho Sin Hang di Jalan Kam Shing, Hong Kong. (*)

http://yinnihuaren.blogspot.com
Email Upload by: Eddy Tantoro - Jakarta

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA