Chongzhen tumbuh dalam lingkungan yang relatif tenang karena dia adalah putra paling bungsu dari Kaisar Taichang sehingga tidak menjadi objek perebutan kekuasaan seperti yang pernah dialami oleh kakaknya, Kaisar Tianqi.
Tahun 1627, kakaknya mangkat dan dia mewarisi tahta, umurnya waktu itu baru 16 tahun. Tidak seperti kakaknya yang bergantung pada kasimnya, Wei Zhongxian, dia berusaha memerintah secara independen. Chongzhen menyingkirkan Wei dan Selir Ke yang telah lama memerintah di belakang layar. Wei diasingkan ke Fengyang, provinsi Anhui dimana dia bunuh diri tak lama kemudian. Demikian juga 262 kroni-kroni Wei, mereka diasingkan, dipecat, dan dieksekusi atas perintahnya.
Chongzhen berusaha memerintah tanpa tergantung para kasim dan sebisa mungkin menyelamatkan dinastinya yang sudah bobrok. Dia rajin menghadiri rapat-rapat pemerintahan. Ketika mendengar bencana kelaparan di suatu daerah dia memerintahkan penanganan segera.
Sayang, maksud baik Chongzhen terhalang oleh korupsi yang telah menggerogoti tubuh pemerintahan dan kas negara yang makin menipis. Hal ini mempersulit mencari pejabat yang kompeten untuk mengisi posisi penting dalam pemerintahan. Yang lebih parah adalah sifat Chongzhen yang paranoid, dia cenderung mencurigai pejabat-pejabat yang kompeten dan menjatuhkan hukuman mati dengan gegabah terhadap mereka. Salah satunya yang menjadi korban adalah Yuan Chonghuan, jendral yang berjasa besar menahan serbuan suku Manchu selama bertahun-tahun di perbatasan utara.
Huang Taiji, kaisar Manchu menganggap Yuan Chonghuan sebagai duri dalam daging dan halangan utama dalam ambisinya menaklukkan daratan Tiongkok. Tahun 1629, dia sengaja melepaskan seorang kasim Ming yang ditawannya beserta sebuah kesaksian palsu yang berisi perjanjian rahasia antara dia dan Yuan Chonghuan. Kasim itu tidak sadar hal itu hanyalah sebuah tipuan, dia menceritakan segala yang dia ketahui pada Chongzhen. Tanpa meneliti lebih jauh kebenarannya, dia langsung memerintahkan jendral Yuan ditahan dan dieksekusi.
Selama tujuhbelas tahun masa pemerintahannya, dia telah menggonta-ganti penasehat tinggi kerajaan sebanyak tiga orang karena ketidapercayaan dan rasa curiga. Ketidakadilan ini menimbulkan rasa tidak tenang di kalangan rakyat dan saling tidak percaya dan pecahnya kekompakkan di antara para pejabat. Dalam tubuh pemerintahan pun terjadi krisis sumberdaya manusia. Inilah yang mempercepat runtuhnya Dinasti Ming.
Dalam dekade 1630-1640an, Dinasti Ming telah menunjukkan tanda-tanda kejatuhannya, bencana alam dimana-mana dan juga pemberontakan kaum petani. Serbuan suku Manchu dari utara makin memperkeruh situasi. April 1644, pasukan petani Dashun dibawah pimpinan Li Zicheng menginvasi ibukota Beijing.
Pada saat-saat terakhir kejatuhannya, Chongzhen mengumpulkan pejabatnya untuk mendiskusikan situasi. Dia memerintahkan orang-orangnya membunyikan genderang dan lonceng sebagai tanda memanggil pejabat-pejabatnya untuk rapat darurat, namun tak seorangpun hadir pada saat yang kritis itu. Dia lalu pergi ke rumah Zhu Chunchen, bangsawan Ming yang juga salah satu pejabat tingginya. Hasilnya penjaga rumah Zhu tidak membukakan pintu baginya. Chongzhen terpaksa kembali ke istana dengan penuh kekecewaan.
Chongzhen lalu mengumpulkan keluarganya dan memerintahkan mereka (kecuali putra-putranya) bunuh diri daripada menyerah pada musuh. Hampir semua dari mereka melakukan apa yang diperintahkannya, termasuk permaisuri yang menggantung dirinya, seorang selir yang menolak bunuh diri dibunuhnya sendiri dengan pedang. Seorang putrinya, Putri Chang Ping yang juga menolak bunuh diri ditebas lengan kirinya hingga putus. Kemudian bersama seorang kasimnya dia pergi ke Jingshan, bukit belakang istana. Disana Chongzhen menggantung dirinya di sebuah pohon, kasim yang menemaninya juga turut gantung diri setelah membantu junjungannya bunuh diri. Dengan demikian berakhirlah riwayat Dinasti Ming yang telah menguasai Tiongkok selama 276 tahun.
Chongzhen sering muncul dalam kisah-kisah silat yang berlatar belakang keruntuhan dinasti Ming. Misalnya Sword Stained with Royal Blood (碧血剑) karya Jin Yong, ada bab dimana Jendral Yuan Chonghuan dan keluarganya dihukum mati atas perintah Chongzhen. Tokoh utama cerita ini, Yuan Chengzhi, seorang anak Yuan yang lolos dari hukuman itu belajar silat dan merencanakan balas dendam atas kematian ayahnya. Belakangan dia mengampuni Chongzhen, namun tak lama kemudian Li Zicheng menyerbu Beijing dan Chongzhen gantung diri.
Diterjemahkan oleh: Chen Mei Ing