Pada saat mengandung Miao-Shan, Ratu bermimpi bahwa dia telah menelan bulan. Ketika tiba anak tersebut lahir, seluruh bumi bergetar, munculnya keharuman yang mengagumkan dan bidadari menebarkan bunga surga dimana-mana. Orang-orang dari negara tersebut terkejut. Pada saat kelahirannya, walau tanpa dibersihkan terlebih dahulu dia sudah sangat bersih dan sehat.
Anak perempuan ini memiliki tanda kemuliaan dan keagungan, tubuhnya ditutupi dengan berbagai macam warna. Orang-orang mengatakan ini adalah tanda-tanda reinkarnasi orang suci. walaupun orang tuanya berpikir ini sungguh luar biasa, namun karena ayahnya menerima doktrin palsu, mereka tidak menyukai Miao-shan.
Dia tumbuh menjadi gadis yang baik dan lembut. Dia berpakaian sederhana dan hanya makan sekali sehari. Di istana dia dikenal sebagai "gadis dengan hati Buddha." Dengan belas kasihnya semua dayang berubah ke kehidupan yang lebih baik, tidak lagi dipenuhi nafsu keinginan. Setelah dewasa, Miao Shan juga tidak ingin menikah. Sang raja tidak mendengarkan permintaan anaknya dan tetap bersiap mencarikan suami untuknya.
Miao-shan, dengan ketulusan hati dan kebijaksanaan, berkata: "kekayaan dan kehormatan adalah tidak abadi, kemuliaan dan kemegahan seperti gelembung atau ilusi belaka. Bahkan jika Anda memaksa saya untuk melakukan pekerjaan kasar, saya tidak akan pernah menyesal, tekad saya tetap suci. "
Ketika raja dan permaisuri berusaha membujuknya, dia berkata: "Saya akan mematuhi perintah Anda, jika anda dapat mencegah tiga kemalangan."
Raja bertanya: "Apa yang Anda maksud dengan "tiga kemalangan' ?"
Dia berkata: "Yang pertama adalah: ketika orang-orang di dunia ini pada mula terlahir muda, wajah mereka cantik seperti permata-seperti bulan, tetapi ketika mereka menjadi tua, rambut mereka berubah putih dan wajah mereka berkerut serta mereka perlu banyak istirahat dan segalanya menjadi lebih buruk dibandingkan saat mereka masih muda.
Kedua adalah: anggota badan manusia dapat sehat dan kuat, dia dapat melangkah luwes seakan terbang di udara, tetapi ketika tiba-tiba penyakit datang, ia tergeletak di tempat tidur tanpa ada kebahagiaan.
Yang ketiga adalah: setiap manusia memiliki banyak keluarga, dikelilingi oleh orang yang dikasihi dan disayangi, tapi suatu hari tiba-tiba dipisahkan oleh kematian, walaupun ayah dan anak adalah keluarga, mereka selamanya tidak bisa berada dalam tempat yang sama."
Jika dapat mencegah "tiga kemalangan ini, maka saya akan menuruti permintaan anda. Jika tidak, saya lebih memilih mengundurkan diri dan belajar kehidupan spiritual. Ketika satu perolehan dipahami penuh dari pikiran sejati, semua kemalangan dari nafsu keinginan akan tidak ada lagi. " tambahnya..
Raja menjadi marah. Dia memaksa Miao-shan untuk bekerja di kebun dan mengurangi pemberian makan dan minum. Dua saudaranya pergi diam-diam untuk membujuk, tapi Miao-shan tetap tegas dengan keputusannya dan tidak akan kembali. Ketika permaisuri secara pribadi memperingatkan dia, Miao-shan mengatakan: "Dalam semua ikatan emosional di dunia ini tidak ada istilah pelepasan spiritual. Jika keluarga bersatu, mereka mau tidak mau tetap akan terpisah. Tenangkan hati, Ibu Masih beruntung ada dua kakak yang bisa merawat anda. Jangan khawatir tentang Miao-shan. "
Permaisuri dan dua saudara perempuannya meminta raja untuk melepaskan Miao-shan dan membiarkan dia memperlajari keagamaan. Raja tambah marah. Ia menyerukan para biarawati (di biara Po-ch'üeh su) dan memerintahkan mereka agar memperlakukan dia dengan keras sehingga ia akan berubah pikiran.
Para biarawati mulai mengintimidasi dan memberinya tugas berat seperti mengambil kayu dan air, bekerja dengan alat tumbuk dan lesung, menjalankan kebun dan dapur. Sebagai respon dari apa yang dia kerjakan, sayuran tumbuh dengan subur bahkan di musim dingin, dan mata air muncul di samping dapur.
Waktu terus berlalu, dan Miao-shan masih memegang teguh prinsipnya. Ketika raja mendengar keajaiban sayuran dan mata air tersebut, dia sangat marah. Dia mengirim pasukan untuk membawa kembali kepalanya dan membunuh para biarawati. Ketika mereka tiba, awan dari pegunungan dan kabut tiba-tiba muncul, benar-benar menutupi segalanya. Ketika semua awan dan kabut hilang, Miao-shan tetap tidak berhasil mereka temukan. Dia telah diselamatkan oleh Dewa dan dibawa ke sebuah karang.
Dewa itu berkata: "Tanah di sini terlalu tandus untuk bertahan hiup." Dia memindahkan Miao Shan tiga kali sebelum mereka mencapai Pegunungan Harum (Hsiang-shan). Miao-shan tinggal di sana, makan dari pepohonan dan minum dari air sungai.
Waktu berlalu, dan raja menderita penyakit kuning. Seluruh tubuhnya membusuk dan bernanah, dan tidak bisa tidur atau makan. Tak satu pun dari para dokter bisa menyembuhkannya. Dia hampir mati ketika biksu muncul dan mengatakan bahwa ia bisa menyembuhkannya, tapi akan membutuhkan tangan dan mata yang terbebas dari sifat marah. Mendengar usul ini, Raja merasa sangat sulit untuk menemukannya.
Biksu itu berkata: "Pada Pegunungan Harum, di barat daya negeri Anda, ada Bodhisattva sedang belajar kehidupan spiritual. Jika Anda mengirim pelayan untuk menyampaikan permintaan Anda, mungkin Anda bisa mendapatkan keduanya."
Raja tidak punya pilihan selain memberi perintah pelayan istana untuk pergi dan menyampaikan pesannya. Miao-shan berkata: "Ayahku menunjukkan rasa tidak hormat terhadap tiga hal penting, dia menyiksa dan membenamkan Doktrin Benar, ia mengeksekusi biarawati tidak bersalah. Sekarang mengalami penderitaan yang berat, ini disebut hukum karma." Kemudian ia dengan tulus memotong mata dan tangannya. Memberikan kepada utusan, dia menambahkan permintaan kepada raja untuk mengubah pemerintahnya ke arah yang baik, tidak lagi terperdaya oleh doktrin palsu.
Ketika mata dan tangan disampaikan, Biksu itu membuatnya menjadi obat. Raja meminumnya dan langsung sembuh. Ia kemudian memberikan hadiah kepada biksu itu. Tapi biksu itu berkata: "Kenapa berterimakasih kepada saya, Anda harus berterima kasih kepada orang yang memberikan lengan dan mata ini.?" Setelah itu tiba-tiba Biksu tersebut menghilang. Raja terkejut dan merasa ini adalah pengaturan Dewa. Memesan kusir, Dia pergi dengan permaisuri dan dua anak perempuannya ke pegunungan untuk mengucapkan terima kasih kepada Bodhisattva
Akhirnya mereka bertemu, dan sebelum kata-kata terucap, ratu sudah mengenalinya sebagai anaknya, Miao-shan. Mereka terdiam dan meneteskan air mata. Miao-shan berkata: "Apakah Ibuku ingat Miao-shan? Karena belas kasih kepada ayah, saya telah melunasinya dengan lengan dan mata." Mendengar kata-katanya, raja dan ratu memeluknya, menangis getir. Ratu hendak menjilat mata dengan lidahnya, tapi sebelum dia bisa melakukannya, awan keberuntungan menutupi seluruhnya, musik Dewa mulai terdengar, bumi bergetar, dan bunga surga tersebar dimana-mana.
Kemudian penjelmaan suci dari Bodhisattva Tangan Seribu dan Mata Seribu tampak nyata, melayang anggun di udara. Suara belas kasihan Bodhisattva bergema, mengguncang gunung-gunung dan lembah-lembah. Dalam sekejap, para Bodhisattva kembali ke tempat asalnya, lalu berangkat dengan meninggalkan kehikmatan yang agung. Raja, ratu, dan kedua kakak beradik membuat pemakaman kayu, merawat kawasan suci tersebut, dan di gunung yang sama membangun sebuah stupa. (Mei-Ing)