BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Sabtu, 27 Oktober 2012

KISAH DEWA SU

Bukit Suxian (Dewa Su) terletak di dekat Sungai Chenjiang di Chezhou, Provinsi Hunan. Di antara bebatuan dan air hijau di Bukit Suxian merupakan keajaiban dari Dewa Su.

Pada tahun keempat Kaisar Hui dari Dinasti Han Barat, seorang gadis bernama Pan dari Desa Dongyazitang, Chenzou, sedang mencuci pakaian di atas sebuah batu besar di Sungai Chenjiang. Tiba-tiba sebuah tanaman rumput bebek muncul dari air dan mengelilingi batu itu beberapa kali.

Pan melihat rumput bebek dengan senang dan hatinya berdetak kencang. Dia pulang ke rumah dan kemudian diketahui hamil. Pan memberitahu ibunya apa yang terjadi, tetapi ibunya tidak percaya. Sepuluh bulan kemudian, Pan melahirkan seorang bayi laki-laki. Keluarganya merasa malu karena kehamilan dan kelahirannya sebelum menikah.

Untuk menghindari perkataan buruk orang-orang terhadap mereka, ibunda Pan membuang bayi itu di gua bunga persik di Pegunungan Niupi dekat desa itu. Sebelum ibunda Pan meninggalkan gua itu, dia bersumpah kepada langit, "Jika anak itu memang ditakdirkan hidup, dia akan tetap hidup setelah tujuh hari. Jika tidak, bayi itu akan segera meninggal dalam waktu tujuh hari." Tujuh hari kemudian, Pan sangat merindukan anaknya, ia bergegas ke gua bunga persik.

Dia melihat seekor burung bangau putih yang cantik membentangkan sayapnya untuk menghangatkan bayi itu dan seekor kijang betina putih sedang menyusuinya. Pan sangat gembira dan segera membawa anaknya pulang ke rumah serta membesarkannya secara diam-diam. Dia bersumpah tidak akan pernah menikah.

Anak ini dibesarkan di sebuah bilik rahasia selama tujuh tahun. Sang anak tidak mengenal siapapun selain ibunya dan dia tidak memiliki nama. Suatu hari, sang anak berkata kepada Pan, "Saya sekarang sudah besar, jadi mohon jangan menyembunyikan saya lagi," Sejak itu, sang anak pergi ke Pengunungan Niupi setiap hari untuk membelah kayu bakar bagi keluarganya.

Pemandangan Pegunungan Niupi sangat luar biasa dan para dewa serta makhluk-makhluk supernormal sering berkunjung ke situ. Suatu hari, sang anak pergi ke pegunungan dan bertemu dengan seorang dewa tua. Dewa tua menyadari bahwa anak itu tidak memiliki nama, dan menanyakan apa yang dia lihat ketika dia meninggalkan rumah pagi tadi.

Sang anak berkata ketika sedang tidur di bawah pohon, dia melihat seseorang menggantungkan seekor ikan di pohon dengan rumput lyme. Dewa tua berkata, "Kata rumput Lyme dan ikan membentuk karakter 'Su'. Berbaring dibawa pohon bisa membentuk karakter 'Dan'. Dewa tua lalu menamai anak itu Su Dan. Lalu Su menjadi murid dewa dan mempelajari ajaran Taoisme darinya.

Su mengalami kemajuan sangat pesat dalam belajarnya. Suatu hari ketika mereka sedang makan, Pan mengatakan ingin makan ikan goreng, yang merupakan makanan khas Kabupaten Bian (sekarang Kabupaten Yongxing). Setelah mendengar ini, Su meletakkan sumpit dan mangkoknya dan segera pergi.

Dalam sekejap mata, Su kembali dengan dua ekor ikan siap saji. Pan bingung kapan pasar setempat di Chenzhou juga menjual ikan siap saji. Su memberitahu ibunya bahwa dia mendapatkannya dari Kabupaten Bian. Suatu kali Pan sedang sakit dan tidak ada nafsu makan. Su menanyakan ibunya apa yang ingin dia makan dan Pan mengatakan ingin makan tahu dari Xiangtan, di mana terletak 700 mil dari Chenzhou.

Tidak lama kemudian, Su membawakan apa yang ibunya inginkan. Pan sangat senang bisa makan tahu, tetapi dia tidak percaya bahwa Su benar-benar pergi ke Xiangtan untuk mendapatkannya. Dua bulan kemudian, saudara laki-laki Pan datang untuk mengunjunginya dan mengatakan bahwa dia melihat Su di Xiangtan. Pan sangat terkejut dan kini percaya bahwa Su benar-benar pergi begitu jauh dalam waktu yang sangat cepat.

Pada tanggal 15 Mei, tahun ketiga Kaisar Wen dari Dinasti Han (177 S.M), Su mencapai kesempurnaan dalam latihannya. Di waktu subuh, setelah Su merawat ibunya, terdengar suara musik surgawi dari langit. Sepuluh ekor burung bangau dalam kabut ungu yang tebal turun dari langit. Su memberikan sebuah kotak batu kepada ibunya dan mengatakan, "Ibu akan mendapatkan apa yang ibu inginkan dari kotak ini, tetapi harus berhati-hati." Su juga memberitahu ibunya bahwa wabah akan melanda kabupaten dan ketika hal itu terjadi, dia dapat menggunakan air dari sumur dan daun dari pohon jeruk kepruk di halaman depan untuk menyelamatkan orang-orang. Su naik ke punggung seekor burung bangau dan burung bangau terbang ke angkasa. Sejak itu, Pengunungan Niupi dinamai Bukit Suxian.

Satu tahun kemudian, wabah penyakit melanda Chenzhou. Wabah ini menular dan menyebar dengan sangat cepat. Banyak yang meninggal dalam waktu singkat. Ibu Su mengikuti arahan Su dan menyelamatkan banyak jiwa dengan air dan daun jeruk kepruk dari halaman depan. Wabah di Chenzhou akhirnya berhenti. Sejak itu, kisah ini pun tersebar luas dan jauh.

Dengan kotak batu kecil yang ditinggalkan oleh Su, bilamana Pan memerlukan sesuatu, dia hanya mengetuk kotak itu dan apa yang dia inginkan pun muncul. Dengan kotak ini, Pan hidup hingga 100 tahun dan meninggal dengan alami.

Kisah ini diambil dari buku Kisah-kisah Para Dewa, ditulis oleh Ge Hong dari Dinasti Jin. [Winda Ong / Bengkulu] Sumber: Minghui

Catatan: Ayo kita dukung Tionghoanews dengan cara mengirim email artikel berita kegiatan atau kejadian tentang Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id dan jangan lupa ngajak teman-teman Tionghoa anda ikut gabung disini, Xie Xie Ni ...

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA