BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Rabu, 18 April 2012

CAN KHUI CO SU, DEWA PELINDUNG MASYARAKAT HAKKA

Dalam Kitab Suci Buddha ada tertulis: Perbedaan terbesar antara manusia dengan hewan adalah karena manusia memiliki rasa malu. Malu di sini berarti malu berbuat kejahatan, malu berbuat dosa. Seseorang memiliki rasa malu untuk berbuat jahat, semasa masih hidup banyak berbuat amal kebajikan, maka setelah meninggal dunia ia dapat menjadi dewa. Dalam bahasa Mandarin, Can Kui berarti rasa malu. Disebut Can Kui Zu Shi, bukan karena beliau malu telah berbuat kejahatan, melainkan beliau merasa malu karena diri sendiri merasa kebajikan yang telah dilakukan masih belum cukup.

慚愧祖師 Can Kui Zu Shi (Hok Kian = Can Khui Co Su) adalah Dewa Pelindung yang dipuja oleh masyarakat keturunan Hakka. Nama asli Can Kui Zu Shi adalah Pan Liao Quan. Beliau adalah seorang Bikkhu yang berasal dari Yan Ping, propinsi Fu Jian.

Konon, pada waktu dilahirkan, ia tak dapat membuka sebelah tangannya. Ketika seorang Bikkhu menuliskan sebuah huruf Liao di punggung tangan yang terkatup itu, barulah tangannya berhasil dibuka. Karena itu ia diberi nama Liao Qian yang berarti "Tinju Ulung".

Pada waktu kecil beliau hidup sebagai pengembala ternak. Untuk menjaga agar ternaknya tidak pergi ke tempat yang jauh, ia menggambar lingkaran di tanah sekeliling rombongan sapinya. Anehnya, ternyata tidak ada seekor sapipun yang keluar dari lingkaran tersebut.

Pan Liao Quan menjadi Bikkhu di bukit Yun Nan Shan, Kabupaten Mei Xian, propinsi Guang Dong. Di sana ia mendirikan kelenteng yang terkenal sampai sekarang, 靈光寺 Ling Guang Si yang merupakan salah satu kelenteng tertua di daerah tersebut.

Satu keanehan yang menakjubkan orang hingga kini adalah sampai sekarang di depan kelenteng tersebut terdapat sepasang pohon cemara (siong); yang satu masih hidup dan segar sedangkan yang ke dua sudah mati dan kering. Namun tinggi dari ke dua pohon tersebut selalu sama tinggi. Pohon yang hidup tidak pernah lebih tinggi daripada pohon yang mati. Selain itu kelenteng Ling Guang Si meskipun dikelilingi oleh pepohonan yang tinggi & lebat, tidak selembar daunpun yang pernah terlihat jatuh mengotori atap kelenteng Ling Guang Si, & tidak tampak seekor burung pun yang bersarang di atapnya. Keanehan ini menjadikan Ling Guang Si menjadi obyek wisata yang sangat penting di daerah tersebut.

Pemujaan Can Khui Co Su dibawa oleh para imigran Hakka sampai ke Taiwan & Asia Tenggara. Di Taiwan terdapat lebih dari 20 kelenteng Can Khui Co Su, sebagian besar terdapat di Nan Tou. Di Indonesia, selain di Kelenteng Kim Tek Ie ini, pemujaan kepada Can Khui Co Su juga terdapat di Kelenteng Ling Guang Si, Jakarta.

Hari kelahiran Can Khui Co Su diperingati setiap tanggal 25 bulan 3 penanggalan Imlek. Menurut catatan, beliau wafat pada tahun 861 M. [Erni Tjong / Singkawang]

* Sumber: Google Search Engine

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA