BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Rabu, 06 April 2011

LEGENDA DELAPAN DEWA (2)

Dalam beberapa lukisan Li Tieguai digambarkan sebagai sosok seorang lelaki memegang tongkat dan labu yang berisi obat.

Nama kecilnya Li Yuan, bermarga Li, ia juga dikenal sebagai Kongmu. Ia seorang pria bertubuh tegap, tinggi, dan penuh wibawa. Ia mengidap penyakit borok di kakinya. Xiwangmu yang mengobati borok itu dan mengajarinya seni menjadi Dewa. Xiwangmu juga menghadiahkan sebuah tongkat besi padanya dan mengirim dirinya ke ibu kota untuk mengajarkan doktrin keabadian pada Han Zongli (tokoh yang akan dikenalkan selanjutnya).

Ia juga dikenal sebagai Li Ningyang yang memperoleh petunjuk kebijaksanaan dari Laozi yang turun dari langit saat itu. Setelah mempelajari petunjuk Laozi, roh Li Ningyang meninggalkan tubuhnya dan pergi ke Huashan. Ia meninggalkan pesan pada muridnya, Lang Ling, agar menjaga dan mengkremasi tubuhnya jika dalam waktu tujuh hari ia tidak kembali. Pada hari ke enam ibu Lang Ling jatuh sakit dan Lang Ling harus segera kembali ke kampung halamannya. Agar dirinya bisa secepat mungkin pulang ke rumah, Lang Ling mengkremasi tubuh gurunya.

Saat Li Ningyang kembali ia menemukan tubuhnya telah menjadi tumpukan abu. Beberapa penulis mengatakan tubuh Li Ningyang bukan dikremasi melainkan mati lantaran telantar karena tidak didiami roh sekian waktu. Li Ningyang menugaskan muridnya menjaga jasadnya tak lain dikarenakan ia tidak ingin tubuhnya didiami roh lain.

Di sebuah hutan, seorang pengemis baru saja meninggal karena kelaparan. Mayat itu tergeletak begitu saja tanpa ada yang menjaganya dan roh Li Ningyang yang gentayangan masuk ke dalam jasad tersebut. Saat ia menyadari kepalanya panjang dan runcing, wajah hitam, janggut dan rambut acak-acakan, mata terbelalak, dan salah satu kakinya timpang, ia hendak keluar dari tubuh jelek itu. Tapi Laozi menasehatinya agar tidak melakukan hal itu dan menghadiahkan sebuah pita emas untuk merapikan rambutnya, serta sebuah tongkat besi untuk kakinya yang timpang. Saat ia meraba matanya, ia mendapati mata itu sebesar kepala ikat pinggang. Karena itulah ia disebut Li Kongmu (Li Bermata Cekung), umumnnya dikenal sebagai Li Tieguai (Li bertongkat besi). Riwayat hidupnya tidak diketahui dengan pasti, tapi beberapa tradisi menempatkan dirinya pada dinasti Yuan. Cerita lain mengatakan ia berubah menjadi naga dan terbang ke langit.

Penulis lain menulis bahwa Li Tieguai setelah memasuki tubuh pengemis itu, ia pergi untuk menghidupkan kembali Ibu Ling Lang. Dengan tongkat besi dan labu obat di punggungnya, ia tiba di rumah Ling Lang yang saat itu sedang mempersiapkan upacara penguburan ibunya. Ia menuangkan obat dari labu ke mulut ibu Ling Lang, dan wanita itu hidup kembali. Li Tieguai memperkenalkan diri dan memberikan sebutir pil untuk muridnya, kemudian menghilang dalam hembusan angin kencang. Dua ratus tahun kemudian ia membantu muridnya menjadi dewa.

Selama berkelana di bumi, Li Tieguai menggantungkan sebuah botol di tembok pada malam hari, lalu melompat masuk ke dalam botol tersebut, dan keluar dari botol itu keesokan paginya. Ia sering kembali ke bumi dan berkali-kali mencoba menolong manusia untuk menjadi Dewa.

Diceritakan, suatu hari Li Tieguai mengajak Chao Du (penjaga malam) untuk memasuki sebuah tungku berapi. Jelas Chao Du menolak karena menganggap dunia supranatural dikuasai arwah jahat. Li Tiekuai kemudian mengajak Chao Du melangkah di atas sehelai daun yang mengambang di atas permukaan sungai. Ia mengatakan daun itu adalah sebuah perahu yang akan membawanya ke seberang dengan selamat. Sekali lagi Chao Du menolak. Li Tieguai mengatakan bahwa Chao Du terlalu mengkhawatirkan masalah duniawi hingga tidak bisa diangkat menjadi Dewa, dan ia pun mengilang setelah menginjak daun itu.


Dikutip dari catatan Hanna Fransisca, penulis buku kumpulan puisi "Konde Penyair Han." [Glenn Alexei]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA