BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Rabu, 12 Januari 2011

SEPASANG KEKASIH DALAM DUNIA MUSIK

Liu Xiang (baca: liu siang) dari zaman Dinasti Han (206 SM - 220 M) mengatakan di dalam Legenda Para Dewa: "Xiao Shi (baca: siao she) mahir meniup seruling dan menirukan pekikan Burung Hong. Qin Mugong (baca: chin mu kung, - 621 SM, pemimpin Negara Qin pada masa Periode Chun Qiu 2.600 tahun yang lampau) menikahkan Nong Yu (baca: nong yu), putrinya sebagai istri dan mendirikan mesanin Burung Hong buat mereka, (Xiao Shi) mengajar Nong Yu meniup seruling yang dapat mendatangkan Burung Hong, Nong Yu menunggang burung Hong, Xiao Shi sendiri menunggang naga, suami istri dalam waktu bersamaan menghilang menjadi dewa."

Itulah ringkasan kisah Xiao Shi dan Nong Yu.

Qin Mugong memiliki seorang putri bungsu, karena ia begitu menyukai sepotong batu giok persembahan Negara Xi Rong (suku nomad di wilayah barat laut China pada zaman kuno), maka menamakan putrinya "Nong Yu batu giok kesayangan".

Sejak kecil Nong Yu berparas jelita dan sangat pintar, tetapi ia tidak menyukai tata cara dan hal-hal seremonial kehidupan di istana. Dia seringkali menyendiri di dalam istana dan suka bermain-main dengan seruling dan Sheng (instrument musik tiup khas China dengan pipa-pipa bambu hadap atas), maka itu di dalam mesanin/lotengnya, sering terdengar alunan musik Sheng yang indah menakjubkan.

Tiba saatnya si Nong Yu berusia remaja, Qin Mugong bermaksud memilih menantu buat sang putri, akan tetapi Nong Yu selalu saja tidak berkenan, pihak pria biar pun dari kalangan bangsawan yang mulia, jika tidak paham tentang musik dan tidak mampu meniup Sheng dengan mahir, maka akan diacuhkan oleh Nong Yu. Qing Mugong pun tak bisa berbuat apa-apa.

Pada suatu malam, dari dalam Loteng Burung Hong, sambil menikmati panorama bulan purnama, Nong Yu meniup Sheng-nya sembari bersandar pada pagar mesanin. Tiba-tiba dari kejauhan sayup-sayup terdengar alunan nada seruling yang begitu merdu dan bening mengiringi permainan Sheng dari Nong Yu.

Dengan seksama Nongyu mendengarkan, suara tersebut ternyata berasal dari arah timur.  Berturut-turut selama beberapa malam berlangsung seperti itu, hal ini membuat Nong Yu yang selama ini bermain dalam kesendiriannya merasa sangat tertarik, ia ingin sekali mengetahui siapakah gerangan yang mengiringinya dari kejauhan. Maka ia memberitahukan hal tersebut kepada sang ayah. Setelah Qin Mugong mendengar juga merasakan sesuatu yang muskil, ia lantas mengutus Jenderal Besar Meng Ming sesuai pengarahan Nong Yu untuk menelusuri pencarian terhadap si peniup seruling.

Rombongan Meng Ming melintasi gunung dan bukit, hingga tiba di gunung Hua, barulah mendengar penuturan para pencari kayu, "Di tempat ini memang benar terdapat seorang yang mahir sekali dalam meniup seruling. Pemuda yang hidup menyepi itu bernama Xiao Shi, yang tinggal menjauhi duniawi pada karang terjal bernama Bintang Terang di puncak Tengah. Biasanya ia sangat suka meniup seruling dan suara serulingnya itu mampu mencapai lokasi yang berjarak ratusan li jauhnya (1 li = 0,5 km)."

Meng Ming sedikit ragu lantas mendatangi karang terjal Bintang Terang, ternyata memang benar, betul-betul telah menemukan Xiao Shi, maka mengajaknya untuk datang ke istana Qin.

Sesampainya Xiao Shi di istana Qin, kebetulan adalah hari Festival Pertengahan Musim Gugur (di Indonesia terkenal pula dengan sebutan Hari Raya Tiongjiu atau Festival Kue Bulan). Qin Mugong melihat kepribadiannya yang tidak sembarangan dan terkesan elegan, merasa sangat gembira, dengan segera mempersilakanya menunjukkan kebolehannya dalam meniup seruling.

Maka, Xiao Shi mencabut serulingnya, dan dengan seksama meniup seruling mautnya. Satu lagu belum selesai, naga emas dan burung Hong aneka warna yang bertengger di atas aula tersebut seolah-olah ikut menari. Semua orang dengan serempak memujinya, "Betul-betul musik surgawi! Betul-betul musik surgawi!"

Nong Yu pun diam-diam mengagumi pemuda yang mahir berseruling itu. Qin Mugong segera merembukkan perjodohan kedua muda-mudi tersebut dan tak lama kemudian mengantar mereka melangsungkan pernikahan di depan altar sembahyangan.

Setelah Xiao Shi dan Nong Yu menikah, mereka saling mengasihi dan seringkali berduet memainkan Sheng dan seruling, juga saling bertukar pengalaman mengenai teknik permainan instrumen musik mereka yang lambat laun semakin meningkat. Di hutan dan pegunungan atau tepi kali Negara Qin, siang maupun malam, sering kali bisa didengar paduan permainan mereka yang harmonis sempurna.

Xiao Shi melatih Nong Yu suara pekikan burung Hong dengan menggunakan seruling, sesudah belajar 10 tahun lebih, alunan seruling yang dimainkan Nong Yu persis sama dengan suara burung Hong, bahkan burung Hong dari langit pun sampai berdatangan dan hinggap di atas rumah mereka.

Qin Mugong secara khusus mendirikan sebuah panggung burung Hong bagi burung-burung surgawi tesebut agar mereka mau menetap di sana.

Mereka berkolaborasi dengan penciptaan lagu di dalam dunia musik, sang istri patuh kepada suami dan selama beberapa tahun mereka telah melewati keseharian hidupnya dengan penuh kedamaian, sukacita dan keharmonisan.

Pada suatu malam, sesudah duet permainan seruling dan Sheng, Xiao Shi berkata kepada Nong Yu, "Saya sangat merindukan kehidupan tenang di Gunung Hua."

Nong Yu menimpali, "Kehidupan karir (sebagai penerus raja) di istana ini, sebetulnya tidak saya sukai, mari bawalah saya pergi bersama ke Gunung Hua menjalani ketenangan hidup." Maka kedua orang itu lantas diam-diam meninggalkan istana dan hidup menyendiri lepas dari duniawi di tengah hutan belantara Gunung Hua.

Lagi-lagi telah lewat beberapa tahun, pada suatu hari, seekor naga emas dan Burung Hong aneka-warna turun dari kayangan dan hinggap di samping mereka, Xiao Shi membawa seruling gioknya menaiki naga emas sedangkan Nong Yu membawa Sheng gioknya menaiki si burung Hong, sejurus kemudian sepasang naga dan burung Hong terbang tinggi mengangkut kedua orang tersebut meninggalkan tempat itu. 

Orang-orang di daratan, terkejut dan terkagum-kagum menyaksikan kedua orang tersebut terbang menghilang, di telinga mereka masih terngiang gema suara paduan musik seruling dan Sheng mereka.

Kisah cinta nan indah dan sempurna itu, bukankah jarang ditemui? Dalam kehidupan ini sulit menemukan teman karib/sejati, terutama yang bisa betul-betul serasi di dalam cinta dan hobi, itulah hal yang paling diimpi-impikan banyak orang tapi sulit diperoleh. Kisah kasih Nong Yu dan Xiao Shi, bukankah patut dikagumi?

Dengan festival kue bulan yang pada tahun ini jatuh pada 3 Oktober lalu, diharapkan para pasangan muda-mudi seluruh dunia bagaikan Nong Yu dan Xiao Shi, menjadi sepasang kekasih yang serasi dan sempurna. (Mei-ing)

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA