Bagi orang yang hanya mementingkan diri sendiri, hanyalah sebagai bentuk dipermukaan saja, tetapi perilakunya sama sekali berlawanan. Sebenarnya orang tersebut telah semakin menjauh dari Dewa juga bisa disebut sebagai bentuk pelecehan terhadap Dewa.
Ada seorang peziarah yang taat dan selalu berniat ingin membakar dupa yang pertama untuk menghormati Dewa dan Buddha. Hari itu, dia bangun pagi sekali dan ingin menjadi orang pertama yang datang ke kuil. Dalam hatinya dia mengira bahwa kali ini akhirnya dia bisa memenuhi keinginannya itu, tentu tidak ada seorang pun di sana. Tetapi begitu dia menuju ke tempat pembakaran dupa, ia merasa heran karena telah menemukan dupa orang lain disana.
Lalu dia bertanya kepada biksu yang ada di kuil itu. Biksu itu memberitahu bahwa dupa ini dibakar oleh seseorang yang tinggal di suatu tempat. Setiap tahun, yang membakar dupa pertama adalah orang tersebut. Peziarah itu tidak paham, dia lalu pergi menemui orang tersebut. Setelah mendengarkan maksud si peziarah, orang itu berkata bahwa selamanya dia tidak pernah membakar dupa yang pertama. Bukankah hal tersebut sangat aneh?
Setelah mencari informasi, ia mengetahui ternyata orang tersebut tidak mengejar pahala, hanya dengan tulus hati melakukan perbuatan baik dan berbakti saja. Peziarah tersebut sudah bersembahyang selama bertahun-tahun, saat itu dia baru menyadari ternyata yang dipandang penting oleh para Dewa adalah hati manusia dan perilaku kebaikan, bukan ketulusan hati yang berada pada permukaan. Keharuman hati lebih wangi dari segenggam dupa.
Sekarang di daratan Tiongkok telah muncul peristiwa yang sungguh tidak masuk akal, yakni adanya pelelangan membakar dupa yang pertama di berbagai kuil, dan hal ini dipropagandakan secara besar-besaran. Penawaran harganya juga sangat tinggi, mencapai puluhan ribu yuan. Sudah tentu, orang yang dapat merebut pembakaran dupa yang pertama, pasti adalah orang kaya kalau bukan juga pasti orang yang berkuasa, salah-salah orang tersebut adalah orang kaya yang juga berkuasa.
Entah dupa yang dibakar oleh orang-orang kaya dan berkuasa tersebut adalah keharuman hati ataukah wanginya kayu? Jika ingin merebut pembakaran dupa yang pertama, secara teori orang tersebut pasti seorang penganut Dewa dan Buddha yang taat, tetapi jika dilihat dari keadaan di daratan Tiongkok belum tentu dia adalah penganut yang taat.
Di satu sisi Anda mengacungkan tangan bersumpah, akan menyerahkan seluruh jiwa dan raga Anda kepada penguasa, di sisi lain Anda pergi ke kuil untuk dapat membakar dupa yang pertama. Perbuatan Anda yang menginjakkan kaki di atas dua perahu tersebut, saya khawatir uang persembahan Anda yang berlimpah itu hanya akan membuat para biksu dan pendeta Tao tertawa senang, selain itu sama sekali tidak ada manfaat lain.
Sama seperti seorang perampok yang memohon kepada Buddha agar dia sewaktu menjarah bisa lancar dan selamat, pencuri menyembah Dewa agar sukses dalam pencurian, uang hasil curian bisa banyak, pejabat korup memohon kepada Buddha agar karirnya bisa lancar, naik pangkat terus, penipu menyembah Dewa berharap bisa menipu semua orang jangan sampai ketahuan untuk selamanya.
Kejadian dan orang seperti ini, sekarang sudah sering kita jumpai. Kalau begitu coba Anda bilang, dupa apa yang Anda bakar? Saya beritahu Anda, dupa yang Anda bakar itu tidak berarti apa-apa, tindakan seperti itu sama dengan mengambil setumpuk sampah diletakkan di atas altar Dewa, menunjukkan hasrat ketamakan Anda untuk dipertontonkan kepada Dewa. Nantikan saja keangkara-murkaan Dewa.
Orang bijak mengatakan, "Hormat pada hantu dan Dewa menjauh." Hormat dan takut kepada Dewa, tetapi tidak menyinggung dan mengejar. Orang bijak dua ribu tahun yang lampau, sudah memberitahu kita harus bagaimana memperlakukan hantu dan Dewa.
Beginilah sikap yang rasional.
Manusia mengerjakan pekerjaan manusia, selesai melakukan berharap akan bisa mendapatkan perhatian dari Dewa. Sama seperti seseorang yang diceritakan pada kisah di atas, dia tidak berinisiatif membakar dupa yang pertama, tetapi dupa pertama untuk setiap tahun adalah dia yang memberikan. Mengapa bisa demikian?
Karena perbuatan baik yang sesungguhnya adalah keharuman hati. Hal tersebut juga merupakan jerih payah Dewa melindungi moralitas manusia, semacam keleluasaan untuk mengarahkan semangat manusia, adalah petunjuk Dewa untuk menyadarkan nurani manusia. [Angie Tan / Medan] Sumber: Epochtimes
PESAN KHUSUS
Silahkan kirim berita/artikel anda ke ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id
MENU LINKS
http://berita.tionghoanews.com
http://internasional.tionghoanews.com
http://budaya.tionghoanews.com
http://kehidupan.tionghoanews.com
http://kesehatan.tionghoanews.com
http://iptek.tionghoanews.com
http://kisah.tionghoanews.com