Menurut Zizhi Tongjian (Cermin Lebar Bagi Bantuan Pemerintah), penulisan sejarah klasik Tiongkok, Kaisar Wu "memiliki pengetahuan yang luas dan berpengalaman dalam literatur, teori Yin-Yang, berkuda, panahan, musik, baik gaya sepintas maupun kaligrafi, dan Wei-chi. "Dia sangat berbakat dalam sastra dan seni. Masyarakat menyebut ia beserta tujuh sastrawan terkenal lainnya sebagai "Delapan Sekawan Jingling".
Kaisar Wu Liang mempercayai Taoisme sejak usia belia. Saat dia naik tahta pada tahun ketiga, dia memanggil dua ratus ribu biksu dan masyarakat awam, kemudian mengatakan bahwa ia akan meninggalkan Taoisme dan kembali ke Buddhisme. Dia berharap dapat membangun sebuah wilayah Buddhis, dimana akan membimbing orang dari fokus praktis akan ketenaran dan keuntungan melalui pembebasan pengejaran dari dunia debu merah.
Setelah Kaisar Wu beralih ke Buddhisme, dia menjadi biksu penuh sebanyak empat kali di Kuil Tongtai. Saat tinggal di kuil pada 572, dia mengenakan tempayan, cangkir dan mangkuk kasar, serta membaca sutra Buddha di pagi hari hingga matahari terbenam, dan bersama-sama membersihkan kuil dengan biksu lainnya.
Namun kekaisaran tidak dapat eksis tanpa rajanya, jadi setelah melalui permintaan dari para pejabat sipil dan militernya, Kaisar Wu akhirnya dapat dibujuk kembali ke istananya.
Namun pada bulan September 529, dia menolak tinggal di istananya dan kembali menjadi biksu di Kuil Tongtai.
Para pejabat istana berusaha untuk membujuk sang Kaisar, namun usahanya sia-sia. Akhirnya, para pejabat merencanakan untuk mendonasikan dana dalam jumlah yang sangat besar ke kuil tersebut sebagai tebusannya. Akhirnya Kaisar Wu setuju kembali kekaisarannya pada Oktober 529.
Namun jubah biksu lebih menarik daripada jubah kaisar baginya. Pada 546, saat usianya menginjak 83 tahun Kaisar Wu meninggalkan istananya dan kembali menjadi biksu. Kali ini pejabat istana membayar dua kali lipat dari sebelumnya untuk membawanya kembali kekaisaran.
Setahun kemudian, untuk keempat kali Kaisar Wu kembali ke kuil dan menjadi biksu. Dia berada disana selama 37 hari sebelum para pejabat istana membawanya kembali.
Penyebaran Buddhisme mencapai puncaknya selama pemerintahan Dinasti Selatan. Mulai dari keluarga kekaisaran hingga para bangsawan dan rakyat jelata, seluruhnya sangat dipengaruhi oleh ajaran Buddha. (*v*)
Disalin oleh: Chen Mei Ing