BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Jumat, 13 Mei 2011

MA YUAN PADAMKAN PEMBERONTAKAN JIAO ZHI

Kaisar Guang Wu – Dinasti Han Timur pada bulan kedua tahun 40 Masehi, Jun (semacam provinsi pada zaman kuno) - Jiao Zhi (baca: ciao ce, wilayah Vietnam bagian utara kini) yang kala itu termasuk wilayah Tiongkok terjadi pemberontakan dan kerusuhan.

Trung Trac, seorang perempuan Jiao Zhi yang lantaran suaminya dibunuh oleh Su Ding, pemimpin Jun, melancarkan pemberontakan. Trung Trac mendapatkan bantuan dari adiknya, Trung Nhi.

Pasukan pemberontak yang dipimpin kedua saudari itu memperoleh dukungan dari Suku Yue (etnis Vietnam) dari sejumlah kota di sekitar Jiao Zhi dan berhasil mengalahkan pasukan pendudukan Dinasti Han Timur serta menduduki 65 kota di Ling Nan (kini provinsi Guangdong, Guangxi, Hunan dan Jiangxi). Trung Trac mengangkat dirinya sendiri sebagai Raja Zhi atau Raja Trung dalam dialek Vietnam.

Pasca kekuasaan Trung Trac, Kaisar Guang Wu – Dinasti Han Timur, memerintahkan beberapa provinsi di selatan membuat kapal, kereta, memperbaiki jalan, menyiapkan perbekalan militer yang dipersiapkan kelak untuk melancarkan ekspedisi militer untuk memadamkan pemberontakan.

Pada bulan keempat tahun 42 Masehi, Kaisar Guang Wu mengangkat Ma Yuan sebagai Jenderal Fu Bo (pemadam pemberontakan), kala itu Ma Yuan sudah berusia 50 tahun lebih. Ia memimpin 8.000 personil pasukan Han yang digabungkan dengan sisa pasukan Jiao Zhi, jumlahnya menjadi 20.000 personil, dilengkapi dengan 2.000 kendaraan dan kapal, serta dengan cara menempuh jalur air dan daratan bersamaan maju untuk menggempur Jiao Zhi di wilayah selatan Tiongkok.
Pasukan besar Ma Yuan maju menyusuri jalur sungai dan memasuki   pedalaman Jiao Zhi, membabat alas sepanjang lereng pegunungan serta langsung menggempur sarang kedua bersaudari Trung tersebut. Kedua Trung melarikan diri, kemudian berhasil diringkus oleh pasukan Ma Yuan. Pada bulan kelima  tahun 43 Masehi, kedua saudari Trung dihukum pancung, pemberontak-an dapat dipadamkan.

Setelah pasukan Ma Yuan menang, mereka tidak lantas kembali ke kota raja untuk pamer kemenangan, melainkan mengutus pasukannya agar maju terus ke selatan Jiao Zhi, sampai dapat membabat habis sisa-sisa laskar pasukan Trung bersaudari. Sebelum Ma Yuan pulang dengan penuh kemenangan, ia sempat mendirikan pilar tembaga untuk menganugerahi orang-orang yang telah berjasa dan mengukuhkan lokasi bernama Han Jie sebagai perbatasan, dan seluruhnya terdapat empat lokasi perbatasan. Pada pilar itu terukir aksara: "Pilar Tembaga Patah, Jiao Zhi pun musnah."

Pada bulan kesembilan tahun 44 Masehi, Ma Yuan pulang dengan penuh kemenangan, sepanjang perjalanan kembali ke Tionggoan (pusat budaya dan geografis Tiongkok), dan sesampainya di suatu tempat, ia membantu rakyat mengeruk kanal dan merenovasi tembok kota, juga mengajarkan teknik cocok tanam kepada penduduk lokal (yang belum paham tentang cocok tanam) dalam rangka mendorong perkembangan perekonomian industri pertanian Ling Nan (kini provinsi Guangdong, Guangxi, Hunan dan Jiangxi).

Ia memperoleh pujian dari kalangan luas, reputasi Ma Yuan berada pada puncaknya dan dicintai oleh sebagian besar rakyat. Setelah Ma Yuan kembali ke Han Timur, Kaisar Guang Wu memberinya gelar Adipati atas jasa-jasanya di dalam perang.

Ma Yuan pernah mengatakan, "Seorang ksatria seharusnya mati di medan pertempuran dan jenazahnya dipulangkan dengan dibalut kulit kuda." Ini bermakna, kematian ksatria seharusnya penuh gelora kepahlawanan, tidak terikat dunia fana dan tidak takut mati.
Perkataan ini membuktikan spirit berjuang sampai titik penghabisan Ma Yuan. Pada 47 Masehi, terjadi pemberontakan Suku Barbar di Wuxi (kini bagian barat Provinsi Hunan dan bagian timur Provinsi Guizhou di wilayah barat daya Tiongkok), di dalam kubu Han Timur tidak ada jenderal yang merasa mampu mengatasinya. Waktu itu, Ma Yuan yang sudah manula dan tidak dalam kondisi sehat, mengabaikan tentangan keluarganya dan bersikukuh mengenakan rompi perang menuju medan laga demi  keutuhan negerinya. 

Pada 49 Masehi, dalam perjalanan hendak menyerang para suku Barbar di Wuxi, Ma Yuan keburu meninggal dalam markas pasukan, lantaran sakit yang dideritanya.

Tak lama setelah kematian Ma Yuan, para jenderalnya mengikuti arahan yang ditinggalkan Ma Yuan melakukan serangan ke pihak musuh dan berhasil memadamkan pemberontakan tersebut. Atas jasa pengabdian seumur hidupnya ia dianugerahi gelar terhormat: Sang Adipati Loyal". (**)

http://yinnihuaren.blogspot.com
Disalin oleh: Chen Mei Ing - Jakarta

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA