BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Sabtu, 05 Maret 2011

CHANG AN ADALAH PANGGUNG KEJAYAAN DINASTI TANG (3)

Chang An, sebuah kota kuno dengan perencanaan tata letak yang jelas dan teratur, meski sekarang sudah tak nampak lagi struktur tembok kota yang utuh, namun sewaktu zaman dinasti Tang, ia pernah berperan sebagai ibu kota internasional, sumber daya dan kebudayaan yang kaya telah menyedot peziarah yang berdatangan dari manca negara…
Tanah lereng paling selatan Chang An, sesuai dengan perhitungan dari kitab Zhou Yi, dijadikan sebagai taman kerajaan, juga dibuka untuk umum dan rakyat diperbolehkan menikmatinya.

Pada setiap hari libur, penduduk Chang An tak peduli kaya atau miskin, suka membawa serta handai taulan ke tempat tersebut untuk bertamasya, atau ke dataran-95 untuk menikmati panorama.

* Miniatur alam semesta

Perencanaan mendasar kota Chang An terutama berlandaskan studi blue print yang dikutip dari kitab Zhou Li Kao Gong Ji (周禮考工記), sebuah kitab teknik bangunan:

"Ibu kota berbentuk empat persegi, setiap sisi sepanjang 9 Li (里, 1 li = ± ½ km), dan setiap sisi memiliki 3 pintu yang masing-masing dihubungkan dengan 3 lajur jalan, di dalam kota terdapat jalan raya berjumlah 9 buah dengan poros utara-selatan dan 9 buah lagi dengan poros barat-timur, … ; pusat kota adalah istana, di sebelah kiri istana adalah kuil leluhur dan di sebelah kanannya adalah altar pemujaan kepada Dewata, kedua tempat tersebut sebagai tanah persembahan kepada alam semesta dan leluhur; bagian depan istana adalah pusat pemerintahan dan bagian belakangnya fasilitas pasar.”

Pemikiran tradisional Tiongkok menuntut taraf Hukum Langit Cuaca Bumi (法天象地) dan Menyatunya antara sang Pencipta dan manusia (天人合一), diwujudkan juga di dalam perencanaan mendasar kota Chang An.

Hitungan Langit dan bumi serta susunan alam semesta dilarutkan dengan menggunakan bahasa simbol ke dalam pembangunan kota itu, dengan harapan kota raja dan peruntungan negara dapat “panjang usia seperti alam semesta”.

Misalkan di sebelah selatan ibu kota didirikan 4 Fang (坊, = jalur) yang melambangkan empat waktu; utara-selatan ada 9 Fang, dikutip dari sistem 9 Gui (逵, baca kui, jalan yang bisa dihubungkan ke empat penjuru) dari kitab Zhou Li (周禮).

Di kedua sisi kota raja bagian luar pada poros utara-selatan terdapat 13 Fang, yang melambangkan 1 tahun kabisat (13 bulan), sedangkan kota tembok luar terbagi menjadi 108 Fang dan kebetulan pas dengan 108 rasi bintang dari 108 Malaikat.

Chang An memiliki satu lajur tembok kota keliling yang kokoh, diantaranya setiap Fang juga dikelilingi oleh tembok Fang, setiap unit perumahan di dalam Fang terdapat tembok pemisah dan masing-masing sebagai penyekat dengan perumahan tetangga; kota istana dari kaisar dan kota kaisar dari perkantoran para pejabat dibatasi oleh tembok istana masing-masing.

Setiap lingkup dinding pembatas membentuk sebuah dunia, sejumlah dunia kecil tesebut dikelilingi oleh dinding pembatas yang lebih luas dan membentuk sebuah dunia (yang lebih) besar.

Demikian seterusnya lingkaran besar mencakup beberapa lingkaran kecil dan dunia-dunia kecil membentuk susunan sebuah dunia besar, menyerupai susunan alam semesta yang berbentuk partikel kecil membentuk partikel besar, oleh karena itu ada ilmuwan barat yang langsung menyebut Chang An sebagai Ibu kota alam semesta.

* Tata letak Fang rapi dan mandiri

Chang An terbagi menjadi 3 wilayah: kota Istana, kota kaisar dan kota tembok luar. Kota istana terletak tepat di sebelah utara, adalah wilayah bekerja dan aktivitas kehidupan keluarga istana. Kota kaisar bersebelahan dengan ujung selatan kota istana, fasilitas terpusat oleh aneka kantor pemerintahan.

Tempat yang tersisa semuanya termasuk kota tembok luar, adalah tempat untuk aktivitas penduduk kota.

3 wilayah besar ini dipotong 25 jalan raya yang saling-silang menjadi 114 buah tanah 4 persegi mirip papan catur yang ukurannya beragam. Sewaktu zaman dinasti Sui (dinasti sebelumnya), setiap petak tanah disebut Li dan pada dinasti Tang disebut Fang.

Selain bagian untuk istana kaisar, perkantoran dan pasar, daerah perumahan seluruhnya terdapat 108 Fang, 86% dari seluruh kota. Tata letak dan struktur Fang semacam ini sangat rapat tapi rapi. Bai Jiyi (白居易, pujangga besar zaman kuno) pernah melukiskannya sebagai “Ribuan rumah bagaikan layout papan catur, 12 jalan bagaikan petak ladang sayur”.

Fang sebagai wilayah perumahan disekat dengan tembok keliling dan jalan raya, di 4 penjuru terdapat masing-masing 1 pintu. Penduduk tinggal di antara Fang, yang tempat tinggalnya tidak boleh langsung mengakses ke jalan, juga tidak boleh mendirikan bangunan bertingkat, tidak termasuk bagi bangsawan, pejabat dan tempat ibadah.

Halaman perumahan tersebut biasanya cukup luas, aula, balairung, kolam dan gazebo, diselingi dengan bangunan bertingkat dan pagoda berdiri diantara mereka, dengan latar belakang pemandangan Fang kota yang terbagi dengan rapi, telah membentuk pemandangan megah nan indah bagi Chang An.

Di dalam setiap Fang selalu terdapat pengrajin industri ringan dan pertokoan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penduduk. Sebuah Fang sesungguhnya adalah bagaikan sebuah kota dalam kota yang mandiri.

* Ibukota internasional - tren orang asing

Di dalam kota Chang An terdapat 2 pasar besar timur dan barat, yang luasannya masing-masing 1 km2. Terdapat banyak sekali toko di dalamnya yang menggelar dagangannya berdasarkan pembagian wilayah dan sesuai dengan jenis usahanya.

Chang An adalah ibu kota internasional yang besar, selain menjadi ajang perdagangan produk dari dalam dan luar negeri, juga menyedot berbagai orang dari luar negeri untuk berniaga, studi maupun penyebaran agama.

Sebagian orang asing dengan demikian menetap di Tiongkok, diantaranya termasuk Chao Heng (dengan nama Jepangnya: Abe Nakamaro) sahabat Li Bai (penyair terkenal).

Di dekat kota barat bisa dijumpai banyak wanita muda asing yang membuka kedai arak dan telah menyedot para cendekiawan berkumpul dan minum arak di sana serta mewariskan syair yang tak lekang oleh waktu, misalnya syair “Perjalanan Taruna” dari Li Bai.

Tempat yang demikian ramai dan makmur, sayang kelompok Zhangsun Wuji tidak berjodoh dengannya, karena pada awal dinasti Tang terdapat ketentuan yang melarang pejabat tingkat tertentu ke atas dilarang masuk pasar. Tetapi para pejabat tentu saja tidak serta merta kekurangan makanan, karena kebutuhan mereka sehari-hari semuanya dipenuhi oleh pemerintah.

* Bangunan keagamaan tersebar dimana-mana

Apabila dikatakan keluar masuk pasar adalah hak khusus penduduk maka mengikuti ritual di tempat ibadah adalah kegiatan yang digemari seluruh lapisan masyarakat.

Orang Tang menghormati Sang Pencipta dan sangat kental dengan pemikiran kultivasi, dari kaisar hingga rakyatnya tren berkultivasi Dao maupun Buddha sangat marak, nyaris di setiap Fang terdapat minimal sebuah kuil Buddha atau tempat ibadah Dao yang diperuntukkan bagi berbagai kalangan. Pada masa kejayaan Chang An seluruhnya terdapat 91 kuil Buddha dan 16 buah tempat ibadah kaum Taois.

Sebagian properti milik kuil sangat luas, bahkan ada yang direnovasi berasal dari tempat tinggal kaum bangsawan. Selain agama Buddha dan Dao, juga ada agama impor dari Persia seperti agama Ao, Nestorian, Manicheisme dan lain sebagainya, mereka masing-masing memiliki tempat ibadah.

Agama Buddha sebelumnya yaitu pada zaman dinasti Utara-Selatan Wei Jin sudah tersebar luas, ketika zaman Tang malah memasuki masa paling jaya, sejumlah besar sutera Buddha diterjemahkan, kuil dan gua batu terus menerus dibangun dan digali.

Tahun-19, pemerintahan Zhen Guan, Xuan Zhuang (Tong Sam Cong) kembali dari mengunduh sutera dari India ke Chang An, Tang Taizong sendiri memimpin pejabat dan rakyatnya untuk menyambutnya di luar kota; kemudian didirikan kuil Da Ci En diperuntukkan bagi Xuan Zhuang untuk berkhotbah, kuil dan pagoda Ci En dibangun untuk pemujaan sutera-sutera dan gambar Buddha yang dibawa dari India, kini bernama pagoda Da Yan.

Bangunan yang paling mampu mewujudkan corak kuil adalah pagoda, pagoda yang terbuat dari batu bata bertambah terus, lambat laun telah menggantikan yang terbuat dari kayu, mewariskan sejarah kejayaan agama Buddha yang pernah berjaya di Tiongkok.

Kuil Buddha atau Dao dinasti Tang kadangkala memenuhi dinding balairung dengan kisah-kisah kultivasi para Buddha, untuk menunjukkan kewibawaan Buddha dan Dewata, dan berdampak pendidikan bagi masyarakat.

Mural-mural tersebut kebanyakan hasil karya para ahli. Akan tetapi sayang sekali kuil yang marak beserta kesenian lukisan, pahatan dan mural selama masa pemusnahan Buddha oleh Kaisar Hui Chang dan kerusuhan pada akhir dinasti Tang telah musnah tuntas.

Kota Chang An sesudah mengalami pemberontakan An Shi (terjadi pada tahun 775) dan Huang Chao (黃巢, adalah seorang pemimpin pemberontakan petani terkenal pada akhir Dinasti Tang. Pemberontakannya yang berlangsung selama satu dekade (875-884) pada akhirnya berhasil ditumpas oleh pemerintah Tang, namun Dinasti Tang sendiri mengalami kemunduran drastis setelahnya hingga akhirnya runtuh pada tahun 907), sudah sedemikian rusak dan nyaris punah, kecermelangan negara besar pada masa lalu tak bakal bangkit lagi. Chang An - ibu kota suatu dinasti langit yang jaya dan makmur, semenjak saat itu tinggal menjadi kenangan di dalam hati orang Tionghoa...

Keluarga istana dinasti Tang bermarga Li, konon masih keturunan dari Li Er (李耳) atau Lao Zi (老子, baca: Lao Tse, pendiri ajaran taoisme yang hidup sekitar 2.500 tahun yang lalu), maka itu kaisar dinasti Tang kebanyakan menganut ajaran agama Dao (baca: Tao).

Semenjak dinasti Tang didirikan (tahun 618), atas instruksi kaisar, agama Dao ditetapkan pada posisi pertama diantara 3 agama (Dao, Buddha, Khonghucu).

Hubungan kekerabatan Zhangsun Wuji dengan keluarga istana sangat dekat, selain itu dirinya juga gemar belajar dan berwawasan luas, dengan sewajarnya ia memiliki sikap rendah hati dan berpasrah-diri ciri khas seorang taois.

Dengan status sebagai keluarga dekat dan pejabat pendiri negara yang berkedudukan tinggi, ia tidak sombong, sebaliknya sering kali bersikap tahu diri dan berulang kali memohon dengan tulus kepada sang kaisar agar diijinkan melepas jabatan tingginya.

Adik perempuannya yang berbudi luhur yakni permaisuri Zhangsun juga menganjurkan demikian kepada Kaisar Tai Zong, hanya saja Tai Zong tak mau mendengar, karena ia beranggapan mengangkat Zhangsun Wuji pada posisi strategis bukan karena ia kakak sang permaisuri, melainkan berkat kecakapan dan moralitasnya.

* Zhangsun Wuji pejabat setia penopang negara

Zhangsun Wuji sangat setia terhadap Kaisar Tai Zong. Sikapnya membuat Tai Zong mempercayainya, meski setelah dirinya wafat nanti, Zhangsun Wuji diyakini bisa dengan sepenuh tenaga mengabdi pada kaisar masa depan dan meneruskan kebijakan politik pemerintahan Zhen Guan (dari Tang Tai Zong).

17 tahun masa pemerintahan Zhen Guan, Tang Tai Zong menyuruh potret lukisan 24 orang pejabat yang berjasa besar dipajang di Ling Yan - Ge (Ge = pavilliun, biasanya berlantai-2), untuk mengenang jasa mereka, Zhangsun Wuji berada pada peringkat-I.

Sebelum mangkatpun Tai Zong masih teringat jasa dan pengabdian Zhangsun Wuji dan berkata, “Saya memperoleh dunia, kebanyakan adalah berkat orang ini.”

Dan ternyata Zhangsun Wuji betul-betul tidak mengecewakan Kaisar Tai Zong, sebagai menteri yang ditunjuk sesuai surat wasiat kaisar yang wafat, ia bersama menteri lainnya dengan sepenuh hati mengabdi kepada keponakannya, yakni Kaisar Tang Gaozong (唐高宗– Li Zhi 李治).

Kaisar Gaozong adalah pribadi yang lemah. Pada awal pemerintahannya sebetulnya dikendalikan oleh Zhangsun Wuji. Sistem pemerintahan pada masa Zhen Guan dan tata hukumnya yang mapan masih dilanjutkan oleh Zhangsun Wuji, serta mengakhiri perang terhadap Korea agar rakyat dapat pulih energinya, hidup dengan tenteram dan damai.

Kaisar Tang Gaozong selamanya menuruti nasehat Zhangsun Wuji, kecuali dalam kasus pemecatan dan pengangkatan permaisuri. Tanpa mengindahkan tentangan para pejabat-pejabat yang dikepalai oleh Zhangsun Wuji tak digubrisnya, ia tetap mengangkat Wu Mei Niang (yang kelak dikenal sebagai Wu Ze Tian 武則天, satu-satunya kaisar wanita dalam sejarah Tiongkok) sebagai permaisuri.

Tentu saja si permaisuri baru mendendam terhadap Zhangsun Wuji dan berupaya memfitnahnya telah berkomplot memberontak terhadap sang kaisar.

Kaisar Gaozong lemah dan bodoh, tanpa melalui konfirmasi sudah langsung mencopot jabatan pamannya sendiri yang telah membimbing dan menasehatinya tatkala naik tahta sampai 10 tahun lamanya dan memvonis membuangnya ke wilayah perbatasan yang jauh.

Pada tahun 659, Zhangsun Wuji di dalam kereta tahanan untuk terakhir kalinya berkendara di jalanan Chang An. Ia memandangi istana yang lambat laun jauh dari pandangannya sekonyong-konyong merasa Chang An begitu kecil, serasa dalam sekejap sudah keluar dari pintu kota.

Tatkala ia tiba di Chang An sewaktu masih muda, dan mengikuti tontonan besar sejarah yang gegap gempita, tak disangkanya pada hari tua ia harus berakhir sebagai pesakitan dan meninggalkan Chang An dengan cara demikian.

Ia menggunakan seluruh hidupnya memerankan pengaturan nasib dan anomali urusan duniawi. Ia tak lagi bisa kembali ke Chang An. Tiga bulan kemudian, Zhangsun Wuji di tempat pembuangannya dipaksa bunuh diri. Yang mirip dengan nasib dramatis Zhangsun Wuji adalah nasib kota Chang An.

* Kekacauan tiada henti pamor Chang An sirna

Chang An sesudah masa kejayaan Tang telah menambah gedung istana Xing Qing(興慶宮), pada dasarnya tak ada lagi perubahan mencolok lainnya.

Kejayaannya berlangsung 170 tahun, sampai dengan terjadi Kekacauan An Shi (安史, tahun 755). Ia berhasil diserbu oleh tentara pemberontak dan Chang An mengalami kerusakan sangat parah.

Kekacauan yang telah berlangsung selama 8 tahun tersebut juga membuat dinasti Tang dari makmur menjadi miskin. Kas negara mengalami krisis, ditambah para adipati dimana-mana pada membelot dan membuat kekacauan, sehingga pasokan sandang pangan ke kota raja terhambat. Hal ini membuat berbagai kebutuhan terputus, kota Chang An selain tak mampu lagi melakukan renovasi, mempertahankan kondisi keberadaan saja sudah terasa payah.

Pada tahun 788, semasa pemerintahan Zhen Yuan (貞元) oleh kaisar Tang Dezong (唐德宗), seorang anak muda berusia 16 tahun membawa sendiri kumpulan hasil karya syairnya ke ibu kota Chang An untuk menghadap Gu Kuang (顧況). Gu Kuang adalah seorang penyair terkenal pada zamannya, juga menjabat di pemerintahan.

Kala itu para yunior acap kali mengundang orang terkenal untuk membaca karya mereka. Selain dapat memperoleh tuntunan dari sang senior, barangkali sekalian memperoleh pengakuannya agar memperoleh peluang meraih posisi peningkatan karir di dalam pemerintahan.

Gu Kuang berperangai suka bergurau, ketika ia membaca pada amplop surat tertera nama: Bai Juyi (白居易, di belakang hari ia menjadi penyair tersohor di dalam sejarah Tiongkok), maka secara spontan ia bergurau dengan nama tersebut, “Barang di Chang An serba mahal, mencari tempat tinggal (= Ju 居) besar tidak mudah (= Yi 易).”

Meski yang dikatakan Gu Kuang adalah gurauan, tetapi juga merefleksikan secara nyata situasi masyarakat Chang An kala itu. Mengalami terpaan waktu selama hampir 200 tahun, Chang An saat itu mulai menua.

Ketika penyair tua tersebut membaca 2 bait syair Bai Juyi:

“Tinggalkan dan tinggalkan rerumputan di padang ilalang, satu tahun merana. Api liar tak dapat membakarnya tuntas, kembali hidup tertiup angin musim semi.”

Langsung tak berani memandang enteng, ia beranggapan, bocah berbakat ini mau kemanapun tak akan sulit.

Memperoleh pengakuan dari sang guru besar, sebagai orang baru tentu saja Bai Jiyu merasa gembira. Hanya saja di dalam realita hidup, menetap di Chang An tetap saja tidak mudah. Karena di dalam kota Chang An meskipun sebagian wilayah kosong melompong, nyaris tak ada yang menempati.

Di kedua sisi jalan raya dimanfaatkan oleh penduduk sebagai kebun sayur, namun tanah yang baik, terutama di atas lereng yang kering dan sejuk, harga rumah di situ masih mahal. Sering kali hanya bangsawan atau saudagar kaya yang mampu membelinya. Itulah mengapa Bai Jiyu tidak menetap di Chang An, ia dengan orang-orang yang memendam impian datang ke tempat itu untuk mengadu nasib/karir, akhirnya pergi dengan membawa kekecewaan.

Perkembangan kota semakin lama semakin tak seimbang, akhirnya tren di bagian utara semakin padat, di selatan semakin kosong dan wilayah timur makmur serta di barat miskin, lambat laun Chang An semakin mengkerut dan bangkrut.

Pada akhir dinasti Tang, Chang An lagi-lagi terlanda pengerusakan hebat oleh kekacauan Huang Chao.

Pada tahun 904, Zhu Quanzhong (朱全忠) dengan menyandera kaisar Tang Shaozong (唐昭宗) hijrah ibu kota ke Luo Yang, dan membongkar sebagian besar bangunan di dalam kota Chang An. Rumah-rumah pun digusur dan dibawa pergi, maka sebuah kota yang megah musnah bagai awan terhembus badai secara dramatis.

Di dalam sejarah di kemudian hari, Chang An tidak lagi dipilih sebagai ibu kota.

Pejabat yang mempertahankan Chang An demi mempermudah pengamanan kota tersebut, melakukan penyusutan dan penyesuaian area berdasarkan pola kota kaisar, maka terbentuklah kota lama Chang An pada zaman moderen ini, luasannya hanyalah 1/10 dari Chang An semasa Tang.

Zaman keemasan Chang An telah berlalu, saat-saat itu adalah hari-hari paling gemilang dinasti Tang, juga adalah masa kebudayaan Tiongkok mencapai puncaknya.

Chang An yang sewaktu kejayaannya yang pamornya menjulang ke langit, semenjak saat itu tertanam di dalam hati orang Tionghoa generasi penerus.

Lenyapnya Chang An, telah membuka masa penelitian Chang An. Masa ini dimulai dari zaman dinasti Song hingga berlangsung sampai hari ini, karya tulis yang terakumulasi hingga saat ini berjumlah sangat banyak. Tak kalah banyaknya dengan ilmu tentang Dun Huang (situs zaman Tang berupa goa-goa besar yang dipenuhi dengan mural dan patung-patung Buddha yang bernilai seni tinggi) yang merupakan sebuah kurikulum independen.

Setiap zaman selalu saja terdapat keinginan untuk membangun kembali Chang An. Sesungguhnya hanya untuk meraih kembali sinar terang kemakmuran dan kejayaan Tang Agung.

Hanya saja kecemerlangan tersebut tak lagi didapatkan dari wujud luarnya saja, melainkan diwariskan di dalam kandungan makna spiritual.

Bagaimanapun baiknya panggung seni tari, jikalau tiada pemain yang baik berakting di atasnya, panggung juga hanya eksis tanpa makna mendalam.

Mengapa dinasti Tang mampu menjadi era keemasan dari kebudayaan Tionghoa, karena orang Tang secara menyeluruh telah mewujudkan spirit kebudayaan warisan Dewata seperti yang dikisahkan di dalam kitab suci Buddha, Taoisme dan Konghucu.

TAMAT
Disalin oleh: Chen Mei Ing

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA