Setelah orangtua mereka meninggal dunia, sang adik meninggalkan kampung halaman dan memilih kehidupan non duniawi demi mencari kebenaran sejati dalam hidup.
Dia lalu menyerahkan pengelolaan semua usaha peninggalan orangtua kepada sang abang. Setelah menjalani pembinaan diri selama beberapa tahun, akhirnya sang adik berhasil menyadari akan ketidak kekalan dalam kehidupan, sadar secara mendalam kalau nama dan keuntungan materi hanyalah fatamorgana, jadi berbuat kebajikan dan menciptakan harus segera. Dari itu, dia juga berharap sang abang dapat ikut memahami prinsip kebenaran ini.
Ketika dia tiba di kampung halaman dan memberitahukan sang abang tentang pemahamannya ini, ternyata sang abang bersungguh sungguh dalam mengelola usaha dan setiap hari sibuk menjalani kehidupan dengan tanpa arti.
Dia berkata kepada sang adik, "Kamu telah berhasil dalam pembinaan dirimu dan ucapanmu juga sangat beralasan, namun tanggung jawabku sekarang masih sangat besar dan aku tidak dapat melepaskannya."
Sang adik berkata, "Waktu dikendalikan oleh diri kita sendiri, abang seharusnya meluangkan sedikit waktu untuk mencari kebenaran sejati dari kehidupan."
Abangnya membalas, "Usahaku sekarang sedemikian besar, banyak masalah yang harus kuselesaikan sendiri, mana ada waktu luang sama sekali?" Sang adik berkata "Jika abang tidak ada waktu luang, juga boleh berdana sedikit untuk membantu orang susah."
Sang abang menjawab, "Tunggu sampai pondasi ekonomiku sudah stabil dan berhasil memperoleh lebih banyak uang, barulah aku akan berdana."
Sang adik terus berusaha menasehatinya, namun sang abang selalu acuh tak acuh dengan alasan tidak ada waktu atau tunggu sampai usaha lebih stabil dan punya cukup banyak uang. Karena sang abang begitu keras kepala, sang adik juga tidak dapat berbuat apa-apa, dia lalu meninggalkan kampung halaman dengan hati kecewa tanpa daya, dia lalu melanjutkan pembinaan dirinya.
Cengkam waktu untuk menciptakan keberkahan, membina diri dan membina kebijaksanaan dengan hati tenang
Beberapa tahun kemudian, dia mendengar kabar bahwa abangnya telah meninggal dunia, dalam kesedihannya sang adik bersamadhi untuk melihat ke mana abangnya bertumimbal lahir. Dia membayangkan alam surga dan alam manusia, tetapi tidak menemukan sosok abangnya; dia membayangkan alam neraka dan alam setan kelaparan, juga tidak ada. Akhirnya dia menemukan abangnya di alam binatang, ternyata abangnya terlahir kembali sebagai seekor lembu. Sang adik dengan galau kembali ke kampung halamannya dan menemukan sang abang yang telah terlahir kembali sebagai lembu.
Dia melihat tubuh lembu yang merupakan titisan abangnya sedang membajak sawah, karena lumpur di sawah sangat dalam, membuat setiap langkahnya sulit untuk ditapakkan, disebabkan sudah terlalu lelah dan terus dipecut oleh tuannya, lembu ini semakin berjalan semakin lambat dan terus menerus menampakkan rupa sedih dan menderita, sepertinya hendak memberitahukan orang kalau dia sudah tidak dapat bertahan lagi.
Sang adik berdiri di pematang sawah dan melihat lembu ini sungguh bersusah payah, biar pun tenaganya sudah terkuras habis, namun sang tuan bukan saja tidak mau memberikan istirahat, malah terus memecut tubuhnya.
Pemandangan ini membuat sang adik tidak dapat menahan diri untuk tidak mengeluh, dia berkata dengan hati pilu pada sang lembu, "Karena tidak mau segera membina diri, akibatnya harus susah payah seumur hidup dengan dosa terus menjerat tubuh, semoga abang sekarang dapat segera berpikir baik-baik dan segera membebaskan diri dari tubuh ini." Lembu ini sepertinya dapat memahami perkataannya, tiba-tiba meronta-ronta dan meratap keras, kemudian seluruh tubuhnya lemas dan mati.
Menyaksikan kejadian aneh ini, semua petani lainnya merasa ingin tahu dan mengitari tuan empunya lembu untuk bertanya apa yang sebetulnya telah terjadi? Empunya lembu berkata, "Aku juga merasa sangat aneh, tadi ada seorang praktisi agama berbicara sendiri di sini, tiba-tiba lembuku mengeluarkan suara ratapan dan meronta-ronta, lalu jatuh ke tanah dan langsung mati."
Para petani curiga kalau sang praktisi agama ini menjalankan sihir, kalau tidak, bagaimana ada hal aneh terjadi pada diri lembu ini, mereka lalu mengerubutinya. Sang praktisi agama lalu menuturkan benih karma dan balasan karma pada diri lembu ini kepada semua orang, "Tahukah kalian? Lembu ini dulunya adalah abangku, aku selalu menasehatinya agar mau membina diri dan menciptakan keberkahan, tetapi dia selalu beralasan kalau sangat sibuk dalam usaha dan menolak melakukannya.
Namun kehidupan ini tidak kekal adanya, setelah meninggal dunia dirinya terlahir kembali dalam tubuh lembu. Sebagai lembu juga harus mencengkam waktu, jika mampu harus segera menciptakan keberkahan, ketika ada waktu juga harus menenangkan hati dan membina batin dengan baik." Setelah mendengarnya, para petani baru paham apa yang telah terjadi.
Pendek kata, kehidupan ini tidak kekal adanya, dalam segala hal harus mencengkam momen sekarang juga untuk segera berbuat, jika tidak maka kehidupan tentu akan terbelenggu oleh nafsu keinginan dan kerisauan, tanpa mampu membebaskan diri sama sekali.
Dikutip dari buku "Membahas masa lalu dan masa sekarang" karangan Master Cheng Yen. [Ernawati H / Medan] Sumber: Kebajikan
PESAN KHUSUS
Silahkan kirim berita/artikel anda ke ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id
MENU LINKS
http://berita.tionghoanews.com
http://internasional.tionghoanews.com
http://budaya.tionghoanews.com
http://kehidupan.tionghoanews.com
http://kesehatan.tionghoanews.com
http://iptek.tionghoanews.com
http://kisah.tionghoanews.com