Pada zaman Negeri-Negeri Berperang (tahun 475-221 Sebelum Masehi), di negeri Qin, ada seorang Perdana Menteri yang bernama Shang Yang. Dengan bakatnya yang luar biasa dalam bidang politik, dia dipandang tinggi dan sangat dihormati oleh raja negeri tersebut.
Pada tahun 359 Sebelum Masehi, Shang Yang merencanakan untuk melaksanakan reformasi yang menyeluruh di negeri Qin. Namun, dia khawatir rakyat tidak yakin pada kemampuan pemerintah. Oleh itu, dia mau melakukan sesuatu untuk mendapatkan kepercayaan mereka. Setelah berpikir beberapa lama, dia akhirnya telah mendapat satu ide.
Pada suatu hari, Shang Yang telah menegakkan sebuah tiang yang tingginya 10 meter di luar pintu selatan ibu kota Xianyang. Dia memberitahu orang ramai yang berkerumun di situ, bahwa siapa saja yang mampu membawa tiang itu ke luar pintu utara, akan diberi hadiah sebesar 10 Liang perak (1 Liang = 31 gram). Orang banyak yang mendengar berita itu merasa sangat heran, tetapi tidak seorang pun yang berani mencoba.
Ketika melihat tidak ada respons dari mereka, maka Shang Yang pun meninggikan suaranya, lalu mengumumkan, "Siapa saja yang membawa tiang ini ke luar pintu utara, akan diberi hadiah sebesar 50 Liang perak."
Pada saat itu, tampil seorang pria yang berani untuk mencobanya. Ketika dia berhasil membawa tiang itu ke tempat yang ditetapkan, maka Shang Yang pun segera memberikan imbalan sebesar 50 Liang perak itu kepadanya. Akhirnya, orang lain yang ada di situ merasa sangat menyesal karena sudah melepas peluang yang begitu baik untuk mendapatkan uang dengan mudah.
Dengan peristiwa tersebut, rakyat mulai percaya kepada keikhlasan pemerintah dalam usaha untuk mendorong ekonomi negeri melalui rencana pembaharuan yang bersangkutan. Dengan adanya dukungan dari mereka, maka pembaharuan yang diperkenalkan oleh Shang Yang akhirnya benar-benar berhasil sampai menjadikan negeri Qin, negeri yang paling kuat pada masa itu. Usaha tersebut juga telah menjadi dasar yang kokoh bagi persatuan negara China yang dijayakan oleh raja negeri Qin, Ying Zheng atau Kaisar Shi Huangdi kira-kira 100 tahun setelah itu. [Winda Ong / Bengkulu]