Qi Jiguang (12–11-1528 s/d 5–1–1588) adalah pahlawan nasional dalam masa dinasti Ming. Dia sangat dikenang atas keberanian dan kepemimpinan dalam membasmi bajak laut Jepang di sepanjang pantai timur China dan juga bantuannya dalam pembangunan Tembok Besar China. Menurut catatan sejarah, ayahnya adalah Qi Jingtong (戚景通). Beliau adalah seorang yang jujur dan adil. Dia telah menanamkan kepada anaknya seperangkat pemahaman moral yang kokoh. Setelah ayahnya meninggal, Qi Jiguang mengambil alih komando atas Dengzhou pada usia 17 tahun.
Qi Jingtong agak telat punya anak. Pada usia beliau yang ke 56 lahirlah Qi Jiguang. Putranya ini amat disayangi. Qi Jingtong sendirilah yang mengajar Jiguang membaca buku dan seni bela diri. Jingtong juga sangat keras dalam hal perkembangan karakter dan perikaku moral Jiguang.
Suatu hari, ketika itu dia berusia 13 tahun, Jiguang mencoba sepasang sepatu sutera yang mewah dan naksir pada sepatu tsb. Bersepatu sutera tsb. dia berjalan bolak-balik di halaman rumah dengan gaya dan menikmatinya berlama-lama. Hal ini kemudian terlihat oleh ayahnya. Beliau kemudian memanggilnya untuk belajar dan memperingatkan Jiguang dengan marah, 'Sekali kamu memakai sepatu mewah, akan muncul naluri ingin memakai baju mewah. Sekali kamu memakai baju mewah, akan muncul naluri akan makanan enak. Pada usia yang muda begini kamu telah mendambakan pakaian mewah dan makanan enak, selanjutnya kamu akan tidak puas terhadap apapun, tamak. Saat kamu besar nanti kamu akan mengejar pakaian mewah dan makanan enak. Bila kamu adalah seorang komandan, bahkan mungkin kamu akan menggelapkan gaji tentara. Bila kamu terus-terusan begini, kamu akan sulit berhasil dalam perbuatan yang menghendaki kejujuran'.
Jingtong kemudian mengetahui bahwa sepatu sutera tsb adalah hadiah dari mendiang kakeknya, walaupun demikian dia menyuruh Jiguang menanggalkan sepatu tsb dan merobeknya. Tujuan Jingtong melakukan ini adalah untuk mencegah Jiguang membentuk tabiat buruk dalam hal memanjakan diri dengan kemewahan.
Keluarga Qi punya selusin topi jerami yang telah lama tergeletak dan rusak bertahun-tahun. Jingtong menyewa beberapa tukang topi untuk memperbaiki topi tsb. Dalam rangka menyambut kunjungan pejabat kerajaan dan agar punya tempat yang representative untuk itu, Jingtong menyuruh tukang kayu memasang 4 pintu berukiran di ruangan utama dan menyuruh Jiguang mengawasi para tukang kayu dalam pemasangan pintu tsb.
Para tukang kayu menyarankan keluarga Qi memasang perlengkapan rumah yang terkenal dan mahal, dengan demikian mereka merasa tidaklah cocok bila cuma memasang 4 pintu berukir saja. Para pekerja tsb berbicara empat mata dengan Jiguang, 'Keluargamu adalah turunan jenderal besar. Dengan adanya tambahan perlengkapan rumah yang demikian luks, maka seluruh permukaan pintu tambahan tsb juga harus dihias dengan ukiran bunga timbul, total 12 bunga. Dengan demikian baru sesuai dengan reputasi keluarga kalian'. Jiguang berpikir bahwa saran mereka masuk akal juga dan menyampaikan hal tsb. kepada ayahnya.
Jingtong menegur putranya dengan keras karena idenya yang berapi-api dan tak bermanfaat. Dia memperingatkan Jiguang, 'Jika kamu ingin pamer, kamu tidak akan mampu mengerjakan hal besar kelak kamu besar nanti'. Jiguang memahami kritikan ayahnya dan menyuruh para pekerja memasang 4 pintu seperti rencana ayahnya semula.
Jingtong juga mengajarkan putranya bahwa belajar kesusastraan dan berlatih seni beladiri bukan untuk mengejar nama dan keberuntungan, tetapi untuk mengabdi kepada negara dan rakyat, menanamkan tingkah laku moral seperti kesetiaan, sikap baik pada orang tua, anti suap dan sopan-santun.
Dibawah arahan ayahnya, melalui perkataan dan perbuatan, Jiguang menjadi 'berisi' : sederhana, rendah hati dan apa adanya. Dia dengan rajin dan penuh konsentrasi belajar kesusastraan dan berlatih seni beladiri. Dikemudian hari dia menjadi jenderal kenamaan dan membela negaranya melawan invasi asing serta terkenal sebagai ahli strategi militer jempolan dalam dinasti Ming. Warisannya telah menjadi bagian dari sejarah.
Suka pamer, terbenam dalam pengejaran materi, kekayaan, kekuasaan, pencapaian dan kedudukan agar dipuji dan dipuja adalah ciri dari kesombongan. Akar dari kesombongan adalah kecongkakan. Sifat ini akan menghancurkan dengan perlahan cita-cita mulia seseorang dan menyebabkan seseorang selalu tidak merasa cukup. Bila seseorang telah menjadi budak dari ilusi kemewahan dan berusaha mengapainya, bahkan merugikan orang lain, itu adalah hal benar-benar menyedihkan.
Dengan status dan reputasinya, keluarga Jiguang dapat saja memberikan dan memenuhi semua kesukaan dan kemewahan kepada Jiguang, namun ayahnya tidak mengharapkan Jiguang diasuh untuk mengejar hal-hal tsb. Fokus Jingtong dalam mendidik Jiguang adalah karakter dan kejujuran moral.
Seringkali banyak orang tua mempunyai hasrat memberikan kepada anak mereka hal yang terbaik dalam segala hal dalam dunia modern yang sangat materialistik saat ini. Sudah seharusnya mereka mengambil pelajaran dari cara Jingtong mendidik Jiguang. Mengajar anak-anak mereka bahwa keberhasilan dalam hidup tidak ditentukan dari pakaian, sepatu atau apa yang kita kenakan atau dari apa yang kita miliki, namun dari refleksi karakter yang kuat dan nilai-nilai moral. [Anastasia Kang / Dumai]