Bentuk aksara untuk kata "petani" dalam bahasa Mandarin adalah Nóng (農) terdiri dari piktograf untuk aksara yang bermakna "hutan", "sawah" dan "bajak". Kemudian, dalam berbagai tulisan naskah, pada bagian atas karakter tersebut, yaitu misalnya tangan dan sawah, adalah disingkat menjadi sebuah aksara yang tidak berhubungan dengan bentuk serupa Qū (曲), yang berarti "alat pemegang benda".
Hingga hari ini, sebagian besar orang Tiongkok hidup dari tanah, dan jutaan orang terus melakukannya. Sebelum tahun 1949, masa awal kolektivisasi, masyarakat pedesaan Tiongkok mencakup golongan luas dalam masyarakat, dari tuan tanah kaya hingga petani yang tidak memiliki lahan dan buruh. Sebagian besar orang berada di antara Nóng yang berarti pemilik tanah pertanian atau petani penyewa lahan, yang tinggal di desa, berjalan atau mengendarai keledai dan kerbau ke lahan pertanian tempat mereka bekerja. Di sana juga terdapat nelayan, tukang perahu, tukang kayu, tukang batu, pemintal, penenun, tukang pedati dan peramal.
Menurut legenda, ketrampilan bercocok tanam dibawa ke Tiongkok oleh Shen Nong (神農), Dewa Petani, salah satu dari Tiga Penguasa legendaris. Shen Nong diyakini yang menemukan bajak dan cangkul, serta menciptakan pasar pertama. Selain itu menurut salah satu sumber pada abad ke-2 SM, ia mengajar orang bagaimana untuk menumbuhkan lima tanaman pokok makanan tradisional Tiongkok, yakni Panicum, xiao mi (foxtail millet), kedelai, gandum dan beras. Kemudian terdapat catatan yang menjelaskan bagaimana sembilan sumur ajaib bermunculan pada hari kelahiran Shen Nong, dan ia menggunakan air itu untuk memelihara tanaman pertanian yang diturunkan dari Langit.
Shen Nong juga dikatakan telah mengklasifikasikan semua tanaman yang dapat dikonsumsi dan yang cocok digunakan untuk pengobatan, tanpa pamrih ia mencicipi setiap tanaman untuk menentukan apakah itu beracun. Inilah tradisi pengujian empiris yang menyebabkan namanya dikaitkan dengan Dewa Petani dalam sebuah karya klasik tentang pengobatan Tiongkok oleh Tao Hongjing (452-536 M). [Linda Lim / Surabaya]
Hingga hari ini, sebagian besar orang Tiongkok hidup dari tanah, dan jutaan orang terus melakukannya. Sebelum tahun 1949, masa awal kolektivisasi, masyarakat pedesaan Tiongkok mencakup golongan luas dalam masyarakat, dari tuan tanah kaya hingga petani yang tidak memiliki lahan dan buruh. Sebagian besar orang berada di antara Nóng yang berarti pemilik tanah pertanian atau petani penyewa lahan, yang tinggal di desa, berjalan atau mengendarai keledai dan kerbau ke lahan pertanian tempat mereka bekerja. Di sana juga terdapat nelayan, tukang perahu, tukang kayu, tukang batu, pemintal, penenun, tukang pedati dan peramal.
Menurut legenda, ketrampilan bercocok tanam dibawa ke Tiongkok oleh Shen Nong (神農), Dewa Petani, salah satu dari Tiga Penguasa legendaris. Shen Nong diyakini yang menemukan bajak dan cangkul, serta menciptakan pasar pertama. Selain itu menurut salah satu sumber pada abad ke-2 SM, ia mengajar orang bagaimana untuk menumbuhkan lima tanaman pokok makanan tradisional Tiongkok, yakni Panicum, xiao mi (foxtail millet), kedelai, gandum dan beras. Kemudian terdapat catatan yang menjelaskan bagaimana sembilan sumur ajaib bermunculan pada hari kelahiran Shen Nong, dan ia menggunakan air itu untuk memelihara tanaman pertanian yang diturunkan dari Langit.
Shen Nong juga dikatakan telah mengklasifikasikan semua tanaman yang dapat dikonsumsi dan yang cocok digunakan untuk pengobatan, tanpa pamrih ia mencicipi setiap tanaman untuk menentukan apakah itu beracun. Inilah tradisi pengujian empiris yang menyebabkan namanya dikaitkan dengan Dewa Petani dalam sebuah karya klasik tentang pengobatan Tiongkok oleh Tao Hongjing (452-536 M). [Linda Lim / Surabaya]