BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Minggu, 19 Februari 2012

ZAMAN TIONGKOK KUNO: TABU MENGEJAR KESENANGAN HIDUP

Masyarakat Tiongkok kuno menganggap pengejaran akan kesenangan hidup sebagai hal yang merusak manusia sebagaimana anggur beracun. Meraih kesenangan secara berlebihan dan mengejar kenyamanan hidup akan dipandang rendah oleh masyarakat, dan digolongkan sebagai pelanggaran norma.

Orang hidup dengan kesengsaraan dan bahaya, akan tetapi mati dengan kesenangan duniawi

Sebuah perkataan orang Tiongkok, "Orang hidup dengan kesengsaraan dan bahaya, akan tetapi mati dengan kesenangan duniawi." Meskipun kesenangan ataupun kenyamanan itu sendiri tidak membawa pada kematian, akan tetapi dapat memperbesar kemalasan dan mendorong manusia menjadi lemah akan hasratnya.

Konfusius (Kongzi, tokoh bijak Tiongkok kuno, pendiri aliran Konghucu) mengatakan, "Tidak mengerjakan apapun setelah makan kekenyangan adalah tidak baik. Bisakah setidaknya melakukan permainan catur? Bahkan bermain catur itu sendiri lebih baik daripada bermalas-malasan."

Mencius (tokoh filsuf Tiongkok kuno yang merupakan murid dari cucu Kongzi) juga menyarankan, "Ketika orang menikmati makanan enak dan baju hangat serta hidup nyaman, namun tidak berpendidikan atau pun berbudaya, mereka ini sama halnya dengan hewan. Hal inilah yang menjadi perhatian terbesar Orang Suci yang mengajarkan etika dan moralitas."

Masyarakat Tiongkok zaman dahulu betul-betul mempercayai bahwa kenyamanan hidup dapat merusak. Hidup dengan kenyamanan tanpa dibarengi dengan pendidikan, pengetahuan dan kebudayaan yang cukup dapat membawa orang jatuh pada jalur yang salah, dan membuat mereka melakukan perbuatan yang tak ada bedanya dengan binatang.

Liu Bei, salah seorang raja pada masa Tiga Kerajaan (Samkok), pernah berkeluh kesah dengan meneteskan air mata, "Dimasa lalu saya selalu duduk di atas punggung kuda dan tak ada lemak di kakiku. Sekarang saya sudah tak berkuda lagi dan lemak itu datang. Waktu mengalir bagaikan air. Saya telah tua namun tidak mendapat apapun. Saya tidak dapat melakukan hal lain selain bersedih hati."

Tao Kang, seorang pejabat selama pemerintahan dinasti Jin, memindahkan 100 wadah keramik diluar pada pagi hari dan mengembalikannya pada malam hari. Orang yang melihat merasa heran dan bertanya mengapa dia melakukan hal itu.

Dia menjawab, "Saya berusaha melakukan yang terbaik bagi negara. Jika saya hidup terlalu nyaman, saya takut dapat mengikis rasa tanggung jawab saya. Inilah alasannya mengapa saya mengerjakan ini." Karir Tao Kang dengan cepat menanjak menjadi Gubernur delapan propinsi dan menjadi terkenal.

Masyarakat Tiongkok kuno seringkali mengatakan, "Air mengalir tidak merusak, kunci dan engsel pintu tetap utuh." Orang Tiongkok kuno mengetahui bahwa manusia usianya hanya beberapa tahun. Apabila ia merana dalam kenyamanan, menjadi malas, tidak mempunyai tujuan hidup dan menjadi pasif, serta takut akan kesulitan hidup, tekadnya surut menjadi lemah.

Disaat kesengsaraan menimpanya, maka ia tidak sanggup bertahan dan tidak memperoleh apapun. Terlalu mengejar kenyamanan dapat membawa kesulitan, orang yang sukses biasanya kuat terhadap cobaan, pandai dan tekun. [Rinni Tjia / Tanjung Pandan]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA