Li Jingye adalah cucu dari jenderal besar Li Shiji (Li Ji) yang turut membantu Li Yuan mendirikan Dinasti Tang. Kemungkinan ia adalah putra dari Li Zhen, putra sulung Li Shiji yang meninggal mendahuluinya. Maka setelah kematian Li Shiji tahun 669 pada masa pemerintahan Kaisar Gaozong, Li Jingye sebagai cucu tertua berhak mewarisi gelar kakeknya sebagai Adipati Ying.
Kaisar Gaozong mangkat pada tahun 683 dan digantikan oleh putranya Li Zhe yang naik tahta sebagai Kaisar Tang Zhongzong yang masih muda sehingga urusan pemerintahan dijalankan oleh permaisuri Gaozong, Wu Zetian, yang kini menjadi ibusuri. Wu Zetian adalah seorang wanita yang ambisius dan haus kuasa, dialah yang sesungguhnya berkuasa dan Kaisar Zhongzong hanya menjadi bonekanya. Pada tahun 684, ketika sang kaisar hendak memerintah secara mandiri, Wu Zetian mendepaknya dari singasana dan statusnya diturunkan menjadi Pangeran Luling. Sebagai gantinya Wu mengangkat adik Zhongzong, Li Dan, Pangeran Yu sebagai Kaisar Tang Ruizong. Sejak itu ia semakin berkuasa, sampai para menteri menyampaikan laporannya bukan pada sang kaisar melainkan padanya.
Kondisi ini membuat anggota kelurga Li (marga Dinasti Tang) dan para pendukungnya mulai khawatir. Mereka tidak puas dengan keputusan Ibusuri Wu mendepak Kaisar Zhongzong dan memonopoli kekuasaan. Pada saat itu pula, Li Jingye dan sejumlah orang dekatnya dimutasi. Adapun dasar tuduhannya tidak jelas tertulis dalam catatan sejarah.
Li Jingye dimutasi dari jabatannya sebagai kepala perfektur Meizhou (sekarang Meishan, Sichuan) menjadi penasehat militer untuk wilayah Liuzhou, Guangxi.
Li Jingyou, adik Li Jingye, dipecat dari jabatannya sebagai kepala daerah Kabupaten Zhouzhi (dekat Xi'an, Shaanxi).
Tang Zhiqi, dimutasikan dari jabatannya sebagai supervisor pelayan kekaisaran menjadi kepala daerah Kabupaten Guacang (sekarang Lishui, Zhejiang)
Luo Binwang, dimutasikan dari jabatannya sebagai sekretaris pemerintah di Kabupaten Chang'an (dekat ibukota Chang'an, sekarang Xi'an), menjadi sekretaris jenderal Kabupaten Linhai (sekarang Taizhou, Zhejiang).
Du Qiuren, keponakan almarhum perdana menteri Du Zhenglun, dimutasikan dari jabatannya sebagai auditor di istana putra mahkota menjadi kepala daerah Kabupaten Yi (sekarang Huangshan, Anhui)
Wei Siwen, mantan asisten juru sensor kekaisaran yang sebelumnya dimutasikan menjadi kepala polisi Kabupaten Zhouzhi kembali dimutasi (namun tidak tertulis dalam catatan sejarah kemana dan jabatan apa ia dimutasikan).
Mereka berkumpul di Yangzhou, Jiangsu untuk membicarakan ketidakpuasan mereka atas keputusan Ibusuri Wu memutasi mereka. Semuanya sepakat untuk memberontak terhadap ibusuri dan mengembalikan Kaisar Zhongzong ke tahtanya.
Wei, yang berperan sebagai ahli strategi, memerintahkan pengikutnya, Xue Zhongzhang, yang diangkat sebagai asisten juru sensor kekaisaran, meminta persetujuan resmi ke Yangzhou untuk mengadakan inspeksi disana. Sementara itu, pengikut mereka lainnya, Wei Chao, sudah terlebih dulu menyebarkan desas-desus bahwa penasehat militer Yangzhou, Chen Jingzhi, bermaksud memberontak. Sehingga Xue menggunakan alasan ini untuk menjebloskan Chen ke penjara. Beberapa hari kemudian, Li Jingye tiba di Yangzhou dan mengumumkan bahwa dirinya telah diangkat sebagai penasehat militer baru disana dengan perintah khusus dari Ibusuri Wu untuk melakukan persiapan militer melawan kepala suku barbar, Feng Ziyou. Li kemudian membuka gudang militer dan menyuruh asistennya, Li Zongchen, untuk mendaftarkan nama-nama para narapidana dan pekerja setempat untuk menjadi tentara. Ia juga mengeksekusi Chen dan seorang pejabat lainnya, Su Chuxing. Kini Li telah memegang kontrol atas Yangzhou dan tidak seorangpun berani melawannya.
Li Jingye segera memobilisasi pasukan dari Yangzhou dan mendeklarasikan tahun pemerintahan Sisheng (nama tahun pemerintahan Kaisar Zhongzong) untuk menandaskan tujuannya merestorasi tahta Kaisar Zhongzong. Ia juga mengangkat dirinya sebagai jenderal besar untuk restorasi (Kuangfu Fu Shangjiang). Dalam waktu 10 hari ia telah mengumpulkan lebih dari 100.000 pengikut. Kemudian ia memerintahkan Luo Binwang menuliskan deklarasi melawan Ibusuri Wu yang disebarkan ke berbagai daerah, dengan bahasa yang indah dan perbandingan dengan sejarah masa lalu, ia mempropagandakan keagungan Li dan mendiskreditkan Ibusuri Wu serta, dalam deklarasi tersebut tertulis:
Ibusuri Wu yang memerintah dengan tidak benar memiliki temperamen buruk dan asal-usul yang tidak terhormat. Ketika ia masih menjadi dayang di istana Kaisar Taizong, ia memanfaatkan kesempatan selagi sang kaisar berganti pakaian untuk menggodanya dan terlibat hubungan seks. Selain itu, kenajisannya juga telah mengotori istana musim semi (istana putra mahkota, Li Zhi, yang kelak menjadi Kaisar Gaozong). Ia menyembunyikan fakta bahwa pernah terlibat percintaan dengan Kaisar Taizong dan menyambut cinta putranya. Begitu ia memasuki istana, ia bahkan semakin arogan, ia memperdaya sang kaisar dengan jimat dan memfitnah yang lain. Hingga akhirnya ia naik sebagai permaisuri dan melakukan hubungan incest. Hatinya bagaikan ular dan karakternya bagaikan serigala. Ia dekat pada mereka yang busuk dan membunuhi mereka yang baik dan setia. Ia membunuh saudarinya, membantai saudaranya, membunuh kaisar, dan meracuni ibunya. Bahkan dewa dan manusia pun membencinya, langit dan bumi tak akan pernah membiarkannya hidup. Ia terus menyembunyikan kebusukannya sambil menanti kesempatan untuk merebut tahta. Ia menjadikan putra yang mulia kaisar sebagai tahanan rumah dan memberikan jabatan penting pada keluarga maling. Sayang, kini sudah tidak ada lagi orang seperti Huo Guang atau Marquis Zhuxu. Dulu ketika walet mempermainkan sang pangeran, Dinasti Han hampir mengalami kehancuran; ketika naga berpasangan di hadapan kaisar, itulah pertanda Dinasti Xia akan runtuh.
Jingye adalah abdi senior Dinasti Tang, ia adalah keturunan para adipati dan marquis. Ia telah menyaksikan prestasi para kaisar terdahulu dan menerima kemuliaan dari dinasti ini. Kesedihan Bangsawan Wei dari Song bukanlah tanpa sebab; Yuan Junshan meneteskan air mata bukan karena alasan yang sia-sia. Rakyat kekaisaran ini sangat kecewa, mereka sangat berharap akan perubahan, karena semua inilah, hati Li Jingye dipenuhi kemarahan sehingga memutuskan untuk menyelamatkan kekaisaran ini, ia telah menegakkan panji-panji kebenarannya dan bersiap memberantas kejahatan.
Kita akan menyatukan Yue di selatan dengan Sungai Kuning di utara. Kuda-kuda bagaikan baja akan berkumpul, roda-roda kereta bagaikan batu jade akan sambung-menyambung satu sama lain. Beras merah dari Hailing akan memenuhi gudang-gudang kita.dan begitu bendera-bendera kuning berkibar di tepi Sungai Yangtze, seberapa jauh restorasi akan berlangsung? Begitu suara derap kaki kuda terdengar, begitu pula angin utara; begitu pedang terhunus, suara pertempuran di selatan akan berhenti. Bahkan bila kita mengeluarkan bunyi gemuruh kecil saja akan mampu mengguncang gunung-gunung; bila kita bersorak, angin dan awan akan berubah arah. Bila kita menggunakan semua ini untuk melawan musuh, musuh mana yang tak akan kalah? Bila kita menggunakan semua ini untuk meraih prestasi besar, prestasi mana yang tak bisa diraih?
Wahai kalian, para adipati, kalian mungkin tinggal di negeri Han (daratan tengah) atau kalian juga mungkin adalah kerabat dari Zhou (kerabat kekaisaran), atau kalian mungkin kata-kata kalian telah dipercaya ataupun telah diberi kepercayaan untuk mengurus rumah tangga istana. Bila sumpah kalian masih terngiang-ngiang di telinga, bagaimana mungkin kalian lupa akan kesetiaan? Tanah di makam kekaisaran kita yang baru belum juga mengering dan pada siapa sang anak yatim setinggi dua meter itu bisa dipercayakan? Bila kalian dapat mengubah bencana menjadi nasib baik, biarlah yang lalu berlalu, mari bersama kita dukung restorasi, dan jangan lupakan wasiat dari almarhum kaisar. Gelar dan harta kalian akan tetap ada bagaikan gunung dan sungai. Namun bila kalian tetap bertahan dan melawan kita, ragu-ragu di jalan yang salah, dan tidak peduli dengan masa depan, kalian akan dieksekusi. Lihatlah sekeliling kalian, siapa penguasa sesungguhnya !!
Li mencari seorang yang mirip dengan kakak Kaisar Zhongzong, Li Xian, yang sebelumnya menjadi putra mahkota namun tahun 680 dicabut statusnya dan pada awal 684 dipaksa bunuh diri oleh Ibusuri Wu. Dengan Li Xian palsu itu ia mengumumkan bahwa sang pangeran masih hidup dan menyetujui pemberontakan itu.
Wei Siwen menyarankan Li agar ia sesegera mungkin bertolak ke Luoyang untuk menunjukan niatnya meruntuhkan rezim Ibusuri Wu, namun Xue Zhongzhang mengusulkan agar terlebih dulu menyerang Changzhou, Jiangsu dan Runzhou (sekarang Zhenjiang, Jiangsu), setelah itu menyerang Jinling untuk memanfaatkan Sungai Yangtze sebagai benteng alam. Walaupun usul Xue memperlihatkan bahwa Li telah menyiapkan tempat untuk bersembunyi bila kalah dan berisiko menurunkan semangat pasukan, usul inilah yang akhirnya diterima oleh Li. Ia segera menyerbu Runzhou yang dipertahankan pamannya sendiri, Li Siwen, dan menaklukannya dalam waktu singkat. Setelah menangkap Li Siwen, ia berkata pada pamannya itu, "Paman, anda bekerja untuk klan Wu, anda seharusnya mengganti marga anda menjadi Wu". Kelak setelah Li Jingye dikalahkan, Wu Zetian menganugerahkan Li Siwen hak untuk menyandang marga Wu atas kesetiaannya, namun belakangan ia diasingkan karena suatu alasan tak jelas.
Begitu mendengar kabar pemberontakan Li Jingye, Ibusuri Wu memerintahkan Jenderal Li Xiaoyi, didampingi oleh Li Zhishi dan Ma Jingchen untuk menumpas pemberontakan itu. Ia juga memerintahkan kuburan kakek dan ayah Li dibongkar, seluruh gelar mereka dicabut secara anumerta serta menyatakan bahwa mereka sudah tidak berhak menyandang marga Li dan harus kembali ke marga asalnya, Xu. (Kakek Li Jingye, Li Shiji awalnya bernama Xu Shiji, setelah ia bergabung dengan pemerintah Tang tahun 619, Li Yuan memberinya hak istimewa menyandang marga Li).
Setelah mendengar pasukan pemerintah di bawah pimpinan Li Xiaoyi akan segera tiba. Li Jingye meninggalkan Runzhou dan kembali ke Yangzhou, lalu mendirikan kemah di Gaoyou (sekitar Yangzhou) untuk menyusun pertahanan menghadapi Li Xiaoyi. Di saat yang sama ia mengirim adiknya, Li Jingyou menyerbu Huaiyin (sekarang Huai'an, Jiangsu) serta Wei Chao dan Yuchi Zhao untuk mempertahankan Gunung Duliang (juga di Huai'an). Begitu Li Xiaoyi dan pasukannya tiba, ia memerintahkan perwira Lei Renzhi melakukan penyerangan awal namun berhasil dipatahkan oleh para pemberontak. Hal ini menyebabkan Li Xiaoyi ragu dan menghentikan laju pasukannya. Setelah dinasehati oleh bawahannya, Wei Yuanzhong, bahwa bila ia terus diam tak bergerak akan menimbulkan persepsi bahwa kondisi lebih serius dari yang diperkirakan dan hal ini akan berakibat Ibusuri Wu mempertimbangkan untuk mengirim jenderal lain untuk menggantikannya. Li Xiaoyi pun akhirnya terus maju melawan para pemberontak, tak lama kemudian Ma Jingchen berhasil membunuh Yuchi Zhao.
Li Xiaoyi, atas saran Wei Yuanzhong dan Xue Kegou, memutuskan untuk menyerang Li Jingyou dan Wei Chao terlebih dulu untuk menggoyahkan semangat pasukan pemberontak. Serangan ini sukses, Li dan Wei melarikan diri setelah kekalahannya. Selanjutnya ia menyerbu pasukan inti Li Jingye, serangan ini pada awalnya menuai kegagalan dengan gugurnya Jenderal Su Xiaoxiang, beberapa serangan berikutnya juga berhasil dipatahkan oleh Li Jingye. Namun semakin lama kekuatan Li Jingye semakin menyusut. Atas saran Liu Zhirou, Li Xiaoyi melakukan serangan api dengan memanfaatkan cuaca yang sedang berangin dan posisi Li Jingye yang dikelilingi rumput-rumput tinggi. Pasukan Li Jingye hancur oleh serangan ini, 7.000 pasukannya gugur dan sisanya yang lain tewas tenggelam ketika melarikan diri. Li dan beberapa sekutu dekatnya berhasil melarikan diri ke Jiangdu (ibukota Yangzhou) lalu membawa serta keluarga mereka kabur ke Runzhou di selatan, mereka berencana untuk kabur ke Korea melalui laut. Setelah merebut Jiangdu, Li Xiaoyi mengirim pasukan mengejar Li Jingye. Begitu Li Jingye dan rombongannya tiba di Hailing dan bersiap kabur, salah seorang bawahannya yang bernama Wang Naxiang berkhianat dan membunuhnya, juga adiknya, Li Jingyou, dan Luo Binwang. Wang lalu menyerahkan diri pada pasukan pemerintah dengan membawa kepala mereka. Tang Zhiqi dan Wei Siwen juga akhirnya tertangkap dan dihukum mati. (*)
http://yinnihuaren.blogspot.com
Email dari: Susanto Theo - Denpasar