BUDAYA | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Rabu, 16 Maret 2011

ASAL USUL PERAYAAN QING MING

Hari Qing Ming adalah perayaan tradisional China yang berasal dari zaman Dinasti Zhou lagi, yaitu lebih 2500 tahun yang lalu. Ada sebuah legenda pada hari Qing Ming itu.

Konon, pada zaman Dinasti Zhou Timur, selir Raja Xian dari Negeri Jin berniat untuk menjadikan anaknya sendiri pengganti raja. Maka dia pun menganiaya putra mahkota, yaitu Shen Sheng, sehingga putra mahkota itu bunuh diri. Adik lelaki ke Shen Sheng, yaitu Chong Er turut melarikan diri. Selama dibuang negeri, Chong Er hidup miskin dan senantiasa susah. Karena itu, kebanyakan pengikutnya pun meninggalkannya. Salah seorang pengikut Chong Er yang bernama Jie Zitui amat dan taat setia pada Chong Er. Pada suatu hari, Chong Er jatuh pingsan karena kelaparan. Jie Zitui pun memotong daging dari kakinya sendiri dan memasak daging itu untuk dimakan oleh tuannya. 19 tahun kemudian, Chong Er telah kembali ke negeri Jin dan berhasil merebut kembali tahta dan menjadi raja, yaitu Raja Wen yang terkenal pada zaman itu.

Setelah Raja Wen berhasil mendapat kekuasaan pemerintahan, beliau menganugerahkan barang atau pangkat ke pengikut yang taat padanya, tetapi lupa akan Jie Zitui. Maka ada orang yang mengusulkan agar Jie Zitui diberi penghargaan yang sepatutnya. Raja Wen teringat akan peristiwa yang telah terjadi lalu segera mengirim orang untuk mengundang Jie Zitui. Namun, Jie Zitui menolak penghargaan itu. Maka, Raja Wen pun pergilah mengunjungi Jie Zitui. Tetapi, ketika Raja Wen tiba di rumah Jie Zitui, barulah beliau mengetahui bahwa Jie Zitui telah melarikan diri bersama-sama dengan ibunya ke hutan Mianshan. Raja Wen menyuruh pasukannya mencari Jie Zitui dalam hutan itu, tetapi mereka tidak menemukannya. Ada orang mengusulkan kepada Raja Wen agar membakar hutan Mianshan itu untuk memaksa Jie Zitui keluar. Maka, Raja Wen pun mengarahkan orang untuk membakar hutan tersebut.

Kebakaran itu berlangsung selama tiga hari, tetapi Jie Zitui tidak juga keluar. Setelah kebakaran itu dihapus, tentara Raja Wen terus mencari Jie Zitui dalam hutan itu. Mereka menemukan Jie Zitui dan ibunya sudah mati terbakar di tepi sebuah pohon.

Raja Wen merasa sangat sedih dan menangis ketika melihat mayat Jie Zitui, lalu mengarahkan rakyat untuk mengebumikannya. Ketika itu, Raja Wen menemukan sehelai kain yang tertulis sesuatu tersimpan di dalam sebuah lubang pada pangkal pohon yang disandar oleh Jie Zitui itu. Pada kain itu, Jie Zitui telah menulis sebuah sajak untuk menasihati Raja Wen agar mengatur negeri dengan efisien, bersih dan bijak. Kata bersih dan bijak dalam bahasa Mandarin adalah "Qing Ming". Demi memperingati Jie Zitui, Raja Wen telah menetapkan hari kematian Jie Zitui sebagai Hari Makanan Dingin. Pada hari itu, api dilarang menyala dan rakyat hanya dapat makan makanan yang dingin.

Setahun setelah itu, Raja Wen sekali lagi pergi ke hutan itu untuk memperingati Jie Zitui. Setelah itu, beliau terus menetapkan hari itu sebagai hari Qing Ming.

* Perayaan Qing Ming

Dalam budaya tradisional China, "Qing Ming" adalah hari untuk memuja nenek moyang yang telah meninggal. Berdasarkan catatan sejarah, kebiasaan yang memiliki sejarah lebih kurang 2.500 tahun itu tidak hanya dilakukan oleh etnis Han, tetapi juga oleh beberapa kaum minoritas lainnya.

Pada hari "Qing Ming", orang akan mengunjungi area pemakaman, membakar colok, meletakkan makanan dan buah-buahan di depan jirat kaum keluarga dan menimbunkan tanah di atas jirat lama agar jirat itu menjadi lebih tinggi dan kokoh. Setelah itu, anggota keluarga akan menjalankan upacara penyembahan kepada nenek moyang dan mencurahkan arak di depan jirat.

Kebanyakan area di China biasanya mengalami hujan pada hari "Qing Ming". Suasana ini akan menyebabkan bertambahnya rasa sedih dan rasa rindu anggota keluarga terhadap orang yang sudah pergi. Penyair terkenal China pada abad ke-9 Masehi, Du Mu, pernah menulis sajak "Qing Ming" yang berbunyi "hujan turun tak henti-hentinya pada hari Qing Ming, mereka yang dalam perjalanan untuk menziarahi kubur kaum keluarga juga terlihat sedih yang amat sangat. "

Menziarah dan membersihkan kuburan nenek moyang pada hari "Qing Ming" merupakan bagian penting dalam kebudayaan tradisional China. Sampai hari ini, orang China masih mengamalkan kebiasaan yang diwarisi turun-temurun ini. Pada awal tahun ini, pemerintah China telah menyatakan hari "Qing Ming" sebagai hari libur umum.

Namun, hari "Qing Ming" bukanlah hanya dikaitkan dengan kesedihan saja. Ia juga dikenal sebagai musim untuk menginjak rumput-rumput yang kembali menghijau, yaitu tanda tibanya waktu untuk orang keluar untuk menikmati keindahan musim semi.

Berdasarkan catatan sejarah, rakyat China pada zaman kuno memiliki berbagai aktivitas yang menarik pada hari tersebut. Selain keluar ke luar kota, berbuai dan main wau juga dilakukan pada hari tersebut.

Diterjemahkan oleh: Chen Mei Ing

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA