Kalau begitu, siapa yang mengatur nasib manusia? Tentunya, kehidupan yang lebih tinggi dari manusia, dikatakan itu adalah Dewa juga boleh, Tuhan juga boleh, pendek kata, ada yang mengatur nasib manusia ini.
Tak peduli siapa yang mengatur, juga bukan diatur sesuka hati. Itu semua berdasarkan seberapa besar karma dan De (pahala) manusia sendiri, diatur menurut perilaku kebaikan dan kejahatan Anda dari masa ke masa kehidupan Anda, pengaturan itu tidak akan meleset sedikitpun. Maka dikatakan manusia harus menerima nasib yang diatur oleh Tuhan, secara alami. Jika di dalam nasib Anda tidak ada jangan dipaksakan.
Ada sebuah kisah, yang bisa menjelaskan tentang hal ini. Ada seorang ahli Fengshui yang sangat ternama, seumur hidupnya dia mencari posisi tanah kubur bagi orang lain dengan sangat jitu. Ia dihormati orang atas keahliannya. Akan tetapi hingga usia lanjut, ia masih belum bisa mencari tanah kubur yang baik bagi dirinya sendiri. Hari demi hari telah berlalu, peramal itu makin menjadi tua, sewaktu-waktu bisa meninggal dunia. Kedua putranya menjadi kuatir, mereka memohon pada ayahnya untuk mencari tanah baik bagi dirinya, agar keturunannya bisa hidup makmur dan berkedudukan tinggi.
Ahli Fengshui itu berkata, tanah baik itu selalu ada, tetapi kalian tidak ada nasib seperti itu. Keberuntungan kalian tipis tidak sanggup menerima berkah besar itu, salah-salah malah menjadikan petaka bagi kalian. Tetapi dua bersaudara ini memohon dengan sangat kepada ayah mereka.
Akhirnya peramal tua ini berkata, karena kalian memohon dengan sangat, kalau begitu kalian harus melakukan apa yang saya katakan, sedikit pun tidak boleh menyimpang, jika tidak, bisa mendapatkan petaka kehilangan nyawa. Dua bersaudara itu buru-buru mengangkat sumpah, mereka menyetujui dengan riang gembira. Karenanya, peramal Fengshui itu lalu memberikan pesan-pesan sangat rinci kepada mereka berdua, minta mereka harus camkan baik-baik dalam hati.
Tak lama kemudian, ahli Fengshui itu meninggal dunia. Dua bersaudara itu menuruti apa yang telah dipesankan ayah mereka, mengikat peti mati ayah mereka dengan tali jerami, diangkat keluar rumah dan berjalan terus. Berjalan hingga suatu tempat, tali jerami itu putus, dua bersaudara itu segera menggali tempat dimana tali jerami itu putus dan menguburkan ayah mereka disana. Kemudian mereka bergegas pulang menutup pintu dengan rapat, menunggu seratus hari lewat baru boleh keluar rumah.
Dua bersaudara itu sangat menurut, mereka menunggu dan menunggu, tidak peduli seberapa sulit untuk bertahan. Akhirnya hari keseratus itu tiba, dua bersaudara itu berembuk. "Ayah ingin kita menunggu hingga seratus hari, sekarang sudah seratus hari, sudah tidak ada bahaya, mari kita berjalan-jalan ke kota." Dua bersaudara ini mengenakan baju putih dan kain kavan pergi ke kota untuk berjalan-jalan.
Sementara itu, pada malam sebelumnya, walikota bermimpi ada dua ekor naga putih berterbangan di luar pintu kota, dia merasa sangat terkejut dan heran. Naga itu perlambang seorang kaisar, bagaimana bisa muncul di luar pintu kota, lagi pula ada dua ekor? Apakah ada orang yang mau memberontak dan menobatkan diri sebagai kaisar?
Walikota tidak berani gegabah, begitu hari sudah terang, dia langsung memerintahkan pasukan handalnya menjaga di pintu kota, memerika dengan saksama orang yang berlalu-lalang. Bisa dibayangkan, mereka langsung menemukan dua bersaudara yang berpakaian lain daripada orang lain. Dua bersaudara itu ditangkap dan diinterogasi, masalah Fengshui. Pejabat zaman dulu kebanyakan dari latar belakang seorang terpelajar, mereka sedikit banyak juga tahu sedikit tentang ilmu Fengshui.
Akhirnya mereka pergi ke tempat kuburan itu untuk dilihat. Ternyata tanah itu adalah sebidang tanah Naga tulen. Zaman dulu, kecuali keluarga kerajaan, siapa yang berani menempati tanah Naga tulen, perilaku seperti ini dosanya setara dengan pemberontak. Tanah kubur itu setelah digali dan dilihat, didalamnya terdapat banyak sekali orangorang dan kuda-kuda kecil serta berjenis-jenis senjata. Orang-orang kecil itu berpakaian lengkap siap tempur, ada yang hendak menunggang kuda.
Menurut cerita, jika orang-orang kecil itu sudah berada di atas kuda, maka peristiwa itu sudah terjadi, siapapun tidak akan bisa mengubahnya lagi. Ya, hanya berbeda satu hari, dua bersaudara tersebut tidak jadi mendapatkan keberuntungan, malahan kehilangan nyawa.
Yang diceritakan di atas adalah sebuah cerita, tetapi prinsip dari cerita itu sama sekali tidak berbeda. Para orang tua zaman dulu selalu mengatakan, di dalam nasib hanya setengah kilo, hanya bisa memakan 6 ons ; Lahir ada nasib, mati ada tempat.
Hal-hal yang disebarkan selama ribuan tahun, semuanya adalah hal-hal yang luar biasa, kalau bukan, juga tidak akan tersebar sekian lama. Tetapi acapkali kita menganggap kata-kata yang sering diucapkan oleh orang tua itu. Sebagai angin lalu, terlalu banyak mendengar malah jadi mati rasa, tidak dianggap sebagai sesuatu yang perlu diperhatikan, tidak tahu bahwa kata-kata yang sering diucapkan itu terkandung banyak sekali makna tulen di dalamnya. [Lina Bong / Ternate]
***
Mari kita bersama-sama dukung Tionghoanews dengan cara kirim berita & artikel tentang kegiatan & kejadian Tionghoa di kota tempat tinggal anda ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id