Wang Shouren, seorang pendidik dan filsuf terkenal yang hidup selama masa Dinasti Ming (1368 – 1644 Masehi).
Suatu ketika ada seorang ayah dan putranya saling menggugat dan meminta Wang Shouren menjadi hakim dalam kasusnya. Setelah Wang berucap beberapa kata pada mereka, sang ayah dan putranya saling berpelukan dan meneteskan air mata, lalu pulang ke rumah bersama-sama.
Seseorang bertanya kepada Wang: "Apa yang anda katakan kepada mereka sehingga menyadari kekeliruan mereka dan menyesalinya dengan begitu cepat?"
Sesuai kisah Kaisar Shun dan ayahnya, Gusou, Wang menjawab: "Saya memberitahu mereka bahwa Shun adalah putra yang paling tidak berbakti di dunia, dan Gusou adalah ayah yang paling baik dan penyayang."
Kaisar Shun dikenal sebagai nenek moyang kebudayaan moral Tiongkok. Dia menjadi teladan standar tertinggi pada rasa bakti. Ketika berusia 20 tahun, rasa berbaktinya terdengar hingga ke seluruh penjuru daratan.
Ibunda Shun meninggal dunia saat muda. Ibu tirinya sangat licik dan kejam, sementara putranya, Xiang, sangat sombong dan jahat. Ibu tiri sering berbicara hal buruk tentang Shun di depan Gusou.
Banyak sekali rencana dalam benak ibu dan saudara tirinya untuk mencoba membunuh Shun. Pernah mereka meminta Shun memperbaiki gudang beras, lalu mereka membakar gudang tersebut. Ada lagi, dimana mereka menyuruh Shun menggali sebuah sumur, lalu mereka menjatuhkan batu dan lumpur ke dalam sumur ketika Shun bekerja di dalam.
Dengan perlindungan dari Langit, Shun dengan ajaib bisa menghindari bencana-bencana tersebut.
Meski Shun menderita akibat perlakukan yang kejam, dia tetap merespon dengan kebaikan. Dia tetap memperlakukan kedua orang tuanya dengan penuh hormat dan taat, tanpa ada sedikit pun rasa marah, dendam atau kelalaian, dan dia menjalin hubungan yang baik dengan Xiang, memperlakukan Xiang dengan kasih sayang saudara.
Mencari kekurangan diri sendiri
Lalu kenapa Wang Shouren mengatakan hal yang berbalikan mengenai Shun dan Gusou?
Wang menjawab: "Shun selalu berpikir dirinya telah berlaku tidak baik dalam berbakti, makanya, dia bisa berperilaku berbakti. Gusou selalu menganggap dirinya adalah ayah yang terbaik, makanya dia itu tidak baik.
Gusou selalu berpikir: "Saya telah membesarkan Shun sejak kecil. Kenapa dia tidak tahu cara menyenangkan diriku sekarang?" Gusou tidak tahu bahwa dia sedang dibohongi oleh istri keduanya. Dia hanya melihat dirinya baik, sehingga membuat dirinya kurang bisa berperilaku baik.
Sementara itu, Shun selalu berpikir: "Ayahku pernah begitu menyayangiku ketika masih kecil, kenapa kini dia tidak menyayangiku lagi; apakah karena saya tidak cukup berbakti."
"Setiap hari Shun memikirkan mana yang berbuat kurang baik untuk memperlihatkan rasa baktinya. Maka itu dia bisa menjadi lebih memperhatikan kebajikan.
Akhirnya, Gusou menyadari kesalahannya dan merasakan penyesalan yang dalam telah berlaku tidak adil terhadap Shun. Shun menjadi terkenal sebagai putra paling patuh dan berbakti sepanjang masa, dan Gusou juga menjadi seorang ayah yang penyayang."
Prinsip serupa juga perlu kita terapkan dalam cara memperlakukan orang lain dan menjaga hubungan sosial kita.
Ketika kita menemukan konfilik, daripada mencari kesalahan orang lain, kita lebih baik mengingatkan diri kita untuk meneladani Shun, yang selalu mencari kekurangan dirinya sendiri ketika telah melakukan kesalahan.
Jika kita membawa diri dengan perilaku semacam ini, maka akan dapat menyelesaikan berbagai konflik, meski betapa besar pun masalahnya. [Anastasia Lim / Jakarta] Sumber: Epochtimes
Suatu ketika ada seorang ayah dan putranya saling menggugat dan meminta Wang Shouren menjadi hakim dalam kasusnya. Setelah Wang berucap beberapa kata pada mereka, sang ayah dan putranya saling berpelukan dan meneteskan air mata, lalu pulang ke rumah bersama-sama.
Seseorang bertanya kepada Wang: "Apa yang anda katakan kepada mereka sehingga menyadari kekeliruan mereka dan menyesalinya dengan begitu cepat?"
Sesuai kisah Kaisar Shun dan ayahnya, Gusou, Wang menjawab: "Saya memberitahu mereka bahwa Shun adalah putra yang paling tidak berbakti di dunia, dan Gusou adalah ayah yang paling baik dan penyayang."
Kaisar Shun dikenal sebagai nenek moyang kebudayaan moral Tiongkok. Dia menjadi teladan standar tertinggi pada rasa bakti. Ketika berusia 20 tahun, rasa berbaktinya terdengar hingga ke seluruh penjuru daratan.
Ibunda Shun meninggal dunia saat muda. Ibu tirinya sangat licik dan kejam, sementara putranya, Xiang, sangat sombong dan jahat. Ibu tiri sering berbicara hal buruk tentang Shun di depan Gusou.
Banyak sekali rencana dalam benak ibu dan saudara tirinya untuk mencoba membunuh Shun. Pernah mereka meminta Shun memperbaiki gudang beras, lalu mereka membakar gudang tersebut. Ada lagi, dimana mereka menyuruh Shun menggali sebuah sumur, lalu mereka menjatuhkan batu dan lumpur ke dalam sumur ketika Shun bekerja di dalam.
Dengan perlindungan dari Langit, Shun dengan ajaib bisa menghindari bencana-bencana tersebut.
Meski Shun menderita akibat perlakukan yang kejam, dia tetap merespon dengan kebaikan. Dia tetap memperlakukan kedua orang tuanya dengan penuh hormat dan taat, tanpa ada sedikit pun rasa marah, dendam atau kelalaian, dan dia menjalin hubungan yang baik dengan Xiang, memperlakukan Xiang dengan kasih sayang saudara.
Mencari kekurangan diri sendiri
Lalu kenapa Wang Shouren mengatakan hal yang berbalikan mengenai Shun dan Gusou?
Wang menjawab: "Shun selalu berpikir dirinya telah berlaku tidak baik dalam berbakti, makanya, dia bisa berperilaku berbakti. Gusou selalu menganggap dirinya adalah ayah yang terbaik, makanya dia itu tidak baik.
Gusou selalu berpikir: "Saya telah membesarkan Shun sejak kecil. Kenapa dia tidak tahu cara menyenangkan diriku sekarang?" Gusou tidak tahu bahwa dia sedang dibohongi oleh istri keduanya. Dia hanya melihat dirinya baik, sehingga membuat dirinya kurang bisa berperilaku baik.
Sementara itu, Shun selalu berpikir: "Ayahku pernah begitu menyayangiku ketika masih kecil, kenapa kini dia tidak menyayangiku lagi; apakah karena saya tidak cukup berbakti."
"Setiap hari Shun memikirkan mana yang berbuat kurang baik untuk memperlihatkan rasa baktinya. Maka itu dia bisa menjadi lebih memperhatikan kebajikan.
Akhirnya, Gusou menyadari kesalahannya dan merasakan penyesalan yang dalam telah berlaku tidak adil terhadap Shun. Shun menjadi terkenal sebagai putra paling patuh dan berbakti sepanjang masa, dan Gusou juga menjadi seorang ayah yang penyayang."
Prinsip serupa juga perlu kita terapkan dalam cara memperlakukan orang lain dan menjaga hubungan sosial kita.
Ketika kita menemukan konfilik, daripada mencari kesalahan orang lain, kita lebih baik mengingatkan diri kita untuk meneladani Shun, yang selalu mencari kekurangan dirinya sendiri ketika telah melakukan kesalahan.
Jika kita membawa diri dengan perilaku semacam ini, maka akan dapat menyelesaikan berbagai konflik, meski betapa besar pun masalahnya. [Anastasia Lim / Jakarta] Sumber: Epochtimes
Berita | Internasional | Budaya | Kehidupan | Kesehatan | Iptek | Kisah
PESAN KHUSUS
Teman-teman juga bisa mengirim berita kegiatan/kejadian yang berhubungan dengan Tionghoa di kota tempat tinggal Anda atau artikel-artikel bermanfaat lainnya ke alamat email ini.
PESAN KHUSUS
Teman-teman juga bisa mengirim berita kegiatan/kejadian yang berhubungan dengan Tionghoa di kota tempat tinggal Anda atau artikel-artikel bermanfaat lainnya ke alamat email ini.