Qian Liu dilahirkan di Lin'an, Hangzhou dari keluarga petani kelas menengah. Ketika ibunya mengandungnya, ayahnya, Qian Kuan, sering mengalami mimpi buruk dan berbagai kejadian aneh sehingga ketika ia dilahirkan ayahnya yang takhayulan beranggapan bayi yang baru lahir itu adalah titisan iblis yang kelak membawa bencana dan bermaksud menenggelamkannya. Namun tetangga mereka, seorang nenek bermarga Wang, yang adalah penganut Budha yang saleh, mencegahnya. Nenek Wang yang juga adalah teman dekat Nyonya Qian membujuk Qian Kuan agar mengurungkan niatnya. Atas permintaan Nenek Wang dan istrinya akhirnya Qian Kuan memelihara bayi tersebut. Anak itu mendapat julukan Poliu (artinya dipelihara nenek) karena hidupnya diselamatkan oleh Nenek Wang.
Qian tumbuh sebagai anak yang sehat dan cerdas. Bakat kepemimpinannya telah nampak sejak dini, anak-anak yang lebih tua darinya tak bisa mengalahkannya dalam perkelahian sehingga menerimanya sebagai pemimpin mereka. Pada usia remaja, ia menjadi lelaki yang tampan dan gagah serta mahir dalam ilmu bela diri, namun berjiwa pemberontak. Ia tidak menyelesaikan pendidikan dasarnya karena tidak senang membaca buku, ia juga tak berminat menjalankan usaha di bidang pertanian. Sebaliknya ia sering terlibat perkelahian, mabuk-mabukan, dan berjudi. Orang tuanya sampai tak sanggup lagi mengendalikannya sehingga membiarkannya berbuat semaunya. Di kampungnya ia dikenal sebagai kepala preman dengan panggilan Kakak Tertua Qian (Qian Laoda), semua orang segan dan takut padanya, tak ada yang berani memanggilnya dengan nama julukannya.
Situasi politik dan ekonomi yang carut-marut pada tahun-tahun terakhir Dinasti Tang membuat Qian tidak bisa mendapat pekerjaan yang layak sehingga ia sering melakukan aktivitas ilegal seperti menyelundupkan garam dan merampok para pejabat korup. Beberapa kali ia berurusan dengan polisi dan pejabat lokal namun selalu lolos dengan menyuap mereka. Namanya justru semakin populer di kalangan rakyat sebagai simbol perlawanan terhadap pemerintahan yang tiran.
Tahun 875, masa pemerintahan Kaisar Tang Xizong, adalah titik balik dalam kehidupan Qian. Ketika itu pemberontakan Huang Chao meletus dan pemerintah banyak merekrut orang untuk menjadi tentara guna memandamkan pemberontakan tersebut. Dong Chang, residen Hangzhou, mengeluarkan perintah untuk merekrut tentara di wilayahnya. Qian Liu bersama dengan dua saudara angkatnya, Zhong Ming dan Zhong Liang, menghadap Dong Chang untuk berbakti pada negara. Karena terkesan dengan kekuatan fisik Qian, Dong menguji ilmu bela dirinya dan puas dengan kemampuannya yang luar biasa. Maka Dong mengangkat Qian dan Zhong bersaudara sebagai ajudannya dengan tugas bertempur di garis depan.
Dalam pertempuran pertamanya, Qian meraih kemenangan gemilang atas pasukan pemberontak. Hanya dengan 300 prajurit pilihan yang dipimpinnya, ia berhasil memukul mundur 10.000 pasukan pemberontak yang sedang mendekati Lin'an. Pasukan penyergap itu berhasil membunuh jenderal pemberontak sehingga pasukannya dilanda kepanikan. Kerugian di pihak musuh mencapai 500 sehingga mereka terpaksa mengundurkan diri karena tidak tahu seberapa besar kekuatan musuh yang menyerang mereka. Kemenangan ini mengangkat reputasi Qian sekaligus membebaskan Lin'an dari kehancuran.
Setelah menghalau pasukan pemberontak Qian harus membantu atasannya, Dong Chang mengalahkan lawan politiknya Liu Hanhong, komisaris pengawas Yuezhou, yang merasa iri atas keberhasilan Dong mengalahkan pemberontak. Tahun 886, Liu mencoba untuk menjebak Dong dan menghabisinya, namun berkat siasat Qian, Liu Hanhong lah yang balik terjebak. Liu terbunuh dan lima ribu pasukannya menyerah tanpa perlawanan. Pemerintah mengangkat Dong sebagai komisaris pengawas Yuezhou menggantikan Liu Hanhong, sementara Qian Liu menempati jabatan Dong sebelumnya sebagai residen Hangzhou. Qian memanggil keluarganya untuk pindah ke tempatnya yang baru dan ia menikahi saudari dari Zhong bersaudara.
Tahun 895, Dong Chang yang diam-diam menyimpan ambisi pribadi untuk mengambil keuntungan dari kondisi negara yang sedang kacau dan terobsesi sebuah ramalan yang mengatakan bahwa kelak akan muncul seorang kaisar bermarga Dong, mengirim surat rahasia pada Qian untuk merekrut dan melatih pasukan agar siap dipakai bila waktunya tiba. Qian terkejut dengan niat Dong untuk memberontak, walaupun Dong adalah bekas atasannya dan telah membuka peluang karier baginya, namun ia terikat kesetiaan pada negara, sehingga ia memutuskan untuk memberitahu istana mengenai hal ini sehingga kaisar menaikan pangkatnya menjadi gubernur militer Zhenhai dan gelar kebangsawanan.
Saat itu Dinasti Tang sudah tinggal nama saja, kekuasaan sesungguhnya terletak di tangan para gubernur militer dan panglima perang. Merekalah yang berkuasa atas wilayah masing-masing dan mereka saling berperang dengan sesama mereka untuk berebut wilayah dan kekuasaan. Ketika Qian melaporkan rencana pemberontakan Dong Chang, pihak istana yang sudah terlalu sibuk dengan masalah internalnya hanya menyerahkan masalah ini sepenuhnya pada Qian. Ketika kabar ini sampai ke telinga Dong, ia sangat murka dan memaki Qian telah mengkhianatinya untuk mendapat kenaikan pangkat. Sejak itulah kedua orang yang pernah berjuang bahu-membahu sebagai atasan dan bawahan itu menjadi musuh.
Setelah menaklukan wilayah-wilayah sekitarnya yang lebih lemah, pasukan Dong yang berkekuatan sekitar 80.000 prajurit bersiap untuk menyerbu Hangzhou. Qian sadar bahwa berhadapan langsung dengan pasukan Dong Chang yang sedang di puncak kekuatannya sama dengan membenturkan telur ke batu. Maka ia memilih 1000 tentara terbaik dibawah pimpinan Gu Quanwu, jenderal kepercayaan dan teman masa mudanya untuk menuju ke Yuezhou, basis pasukan Dong, dengan memakai panji palsu pasukan Dong. Kesalahan Dong adalah ia membawa sebagian besar tentara terkuat bersamanya sehingga yang tertinggal di Yuezhou hanya orang-orang tua dan lemah sehingga ketika pasukan yang dipimpin Gu tiba disana dan berhasil mengelabui penjaga gerbang dengan penyamarannya mereka dengan mudah menguasai kota itu.
Dengan jatuhnya Yuezhou, moral pasukan Dong pun ikut jatuh. Mereka mulai dilanda kepanikan dan kehilangan semangat tempur, selain itu juga karena kelelahan dari pertempuran-pertempuran sebelumnya. Pasukan Dong yang semula diatas angin itu mulai porak-poranda, satu-persatu jenderalnya berguguran di medan perang. Pasukan Qian menjaga ketat setiap celah sehingga tidak memungkinkannya melarikan diri. Dong Chang sendiri akhirnya bunuh diri ketika hendak ditangkap, namun ada yang menyebutkan ia dibunuh oleh Gu Quanwu dalam perjalanan untuk dibawa menghadap Qian Liu. Setelah menghancurkan pasukan Dong, Qian menghukum mati seluruh anggota keluarga Dong di Yuezhou.
Setelah mengalahkan Dong Chang, Kaisar Tang Zhaozong yang sangat berterima kasih pada Qian, menganugerahi gelar Pangeran Pengcheng dan sertifikat penyelamatan (sebuah plakat besi yang dianugerahkan kaisar bagi mereka yang berjasa besar, untuk membebaskan para pemegangnya dan keturunannya dari tuntutan pidana). Tahun 902 ia menerima gelar sebagai Pangeran Yue dan disusul dua tahun kemudian sebagai Pangeran Wu dengan hak istimewa untuk mengangkat pejabat di 14 keresidenan.
Pada tahun 907, Dinasti Tang runtuh dalam sebuah kudeta berdarah yang dipimpin seorang gubernur militer bernama Zhu Quanzhong. Tiongkok memasuki masa penuh gejolak yang dikenal dalam sejarah sebagai Zaman Lima Dinasti dan Sepuluh Negara. Para gubernur militer termasuk Qian Liu mengangkat diri mereka sebagai raja atas wilayah masing-masing. Qian membangun istana megah di Hangzhou. Dalam upacara penobatannya, semua kenalan lama, tetangga, dan orang-orang sekampungnya diundang menghadiri acara akbar itu. Nenek Wang yang saat itu telah berusia sembilan puluh tahun lebih ikut menghadirinya dan Qian berlutut memberi hormat di hadapan wanita tua itu sebagai rasa terima kasih karena menyelamatkan nyawanya. Qian menganugerahi wanita itu dan keluarganya tanah yang luas dan subur.
Qian Liu adalah salah satu penguasa terbaik pada zaman yang penuh pergolakan itu. Dibawah kepemimpinannya, Kerajaan Wuyue berkembang pesat dan makmur. Karena secara geografis terletak jauh dari pusat konflik di dataran tengah, Kerajaan Wuyue selamat dari api peperangan. Sementara wilayah lain di Tiongkok tengah porak-poranda akibat perang, Wuyue relatif tenang, bahkan ekonominya maju pesat karena pelabuhan-pelabuhan lautnya. Qian mengembangkan pertanian di wilayah pesisir dan membangun tanggul-tanggul untuk menangkal banjir.
Qian mangkat pada tahun 932 dalam usia 80 tahun dan digantikan oleh putranya, Qian Yuanguan. Tahun 978, Qian Chu, Raja Wuyue terakhir menyerah secara baik-baik pada Zhao Kuangyi, kaisar ke-2 dan adik dari Zhao Kuangyin yang berhasil mempersatukan Tiongkok dan mendirikan Dinasti Song. Keluarga Qian masih tetap diperlakukan dengan hormat oleh pemerintah Song, Qian Chu tetap berkuasa sebagai raja muda di wilayahnya. Putranya yang bernama Qian Weiyan menjadi politikus dan sastrawan terkenal Song. Salah satu keturunan Qian Liu lainnya bernama Qian Yi kelak menjadi hakim dan ahli kaligrafi terkenal pada masa Dinasti Song. Hingga kini kuil peringatan bagi raja-raja Qian yang dikenal dengan nama Kuil Raja Qian masih berdiri dan menjadi objek wisata di pinggir Danau Xihu, Hangzhou. (*)
http://yinnihuaren.blogspot.com
Email dari: Chen Mei Ing - Jakarta