Setelah naik tahta, tahun-tahun awal pemerintahannya berjalan cukup baik. Dia membatalkan kebijakan-kebijakan yang merugikan dari rezim Zhengde dan menyingkirkan pejabat dan kasim-kasim korup dari tubuh pemerintahan. Jiang Bin, pejabat militer yang jahat juga dieksekusi atas perintahnya. Selain itu dia juga memerintahkan pemotongan pajak di daerah-daerah yang dilanda bencana alam. Wanita-wanita yang ditawarkan padanya sebagai hadiah dikirim pulang.
Tak lama setelah bertahta, Jiajing memutuskan untuk memberi gelar huangkao pada ayahnya, sebuah gelar untuk ayah kaisar. Hal ini diprotes oleh banyak mentrinya yang menganggapnya tidak sesuai dengan tradisi karena ayah Jiajing bukan kaisar sehingga tidak memenuhi syarat untuk mendapat gelar itu. Bukannya menuruti nasihat itu, Jiajing malah menjebloskan atau menghukum mati mereka yang memprotes keputusannya. Akibatnya banyak pejabat jujur mengundurkan diri sehingga memberi kesempatan bagi mereka yang korup menyusup ke tubuh pemerintahan.
Jiajing seorang yang takhayulan dan terobsesi mencari rahasia keabadian. Dia mengabaikan urusan negara selama hampir duapuluh tahun karenanya. Dia mempercayakan urusan negara pada perdana mentrinya yang korup, Yan Song yang memegang kekuasaan selama tujuhbelas tahun. Yan Song dan anaknya menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan mereka sendiri. Siapapun yang ingin dipromosikan akan dating ke kediamannya dengan membawa banyak hadiah. Terkadang jumlah mereka sangat banyak sampai harus menunggu lama di luar kediamannya sebelum dipersilakan masuk. Situasi politik saat itu kacau dan keuangan negara makin menipis. Di samping itu serbuan bajak laut Jepang di daerah pesisir, pasukan Mongol di perbatasan, dan sejumlah pemberontakan petani makin memperburuk krisis sosial saat itu.
Hai Rui, seorang pejabat yang terkenal akan kejujurannya menegurnya karena kebodohanya. Dia membawa bersamanya sebuah peti mati ketika menghadap kaisar untuk menyampaikan surat peringatan sebagai tanda siap mati demi kebenaran. Jiajing marah atas kelancangan Hai Rui, walau tidak dihukum mati Hai Rui harus mendekam dipenjara dan dipecat dari jabatannya.
Jiajing adalah seorang yang bertemperamen kasar, dia memperlakukan wanita-wanita di istananya dengan kejam. Mereka sering dipukuli hanya karena kesalahan kecil. Lebih dari 200 orang dari mereka tewas karena perlakuan buruk. Dalam usahanya mencari keabadian, Jiajing memerintahkan 300 gadis dibawah 14 tahun dan 100 gadis dibawah 10 tahun dibawa ke istana untuk diambil darah mensturasi pertama mereka untuk dibuat obat panjang umur. Selain itu juga, 1000 wanita diambil dari seluruh penjuru negeri untuk kepuasannya. Menurut aturan saat itu, setiap wanita yang tidur dengan kaisar harus diberi gelar. Namun Jiajing sering lupa memberi mereka gelar setelah menidurinya sehingga membangkitkan rasa tidak senang di kalangan wanita istana.
Puncaknya, pada suatu malam tahun 1542 sekelompok dayang yang terdiri dari 16 orang dipimpin oleh Yang Jinying menyusup diam-diam ke kamar tempat Jiajing tidur. Dengan seutas tambang mereka mencoba membunuh sang kaisar, namun karena gugup Yang salah membuat simpul sehingga tali itu tidak secara maksimal mencekiknya. Jiajing melawan sekuat tenaga. Yang lalu menarik tusuk konde perak dari rambutnya dan menikamkannya pada kaisar. Pada saat yang kritis ini Permaisuri Xiaolie bersama para prajurit datang menyelamatkan kaisar yang sudah tak sadarkan diri. Para dayang itu pun berhasil diringkus.
Ketika fajar menyingsing, mereka semua dihukum mati dengan kejam. Kepala mereka dipenggal dan dipertontonkan kepada publik sebagai peringatan bagi yang lain. Keluarga mereka pun tidak luput dari hukuman, 10 lainnya yang terlibat upaya pembunuhan itu turut dieksekusi dan 20 lainnya dijadikan budak, bahkan selir Cao Duan yang tidur dengan kaisar malam itu juga dihukum mati.
Walaupun Jiajing lolos dari pembunuhan itu, dia kehilangan sebuah matanya ketika melawan. Malu dengan penampilannya dia tidak pernah hadir rapat-rapat kenegaraan lagi dan tidak seorangpun dari luar istana boleh melihat wajahnya kecuali Yan Song, si perdana mentri korup kepercayaannya.
Selama masa-masa akhir pemerintahannya, Jiajing banyak menghabiskan waktu untuk mencari keabadian lewat Taoisme. Dia banyak mengambil gadis-gadis yang baru memasuki usia remaja untuk melakukan hubungan seks yang diyakini menambah kekuatannya. Dia juga memerintahkan pendeta-pendeta Tao untuk mencari mineral-mineral langka dari seluruh penjuru negeri untuk dibuat obat panjang umur dan awet muda, termasuk zat merkuri yang membahayakan kesehatan. Obsesinya ini memperburuk kondisi keuangan negara dan mendapat banyak tentangan dari berbagai pihak.
Setelah 45 tahun bertahta, Jiajing wafat pada tahun 1567 (kemungkinan karena overdosis zat merkuri) dan digantikan oleh anaknya, Zhu Zaihou. Masa bertahtanya yang panjang menjadikannya kaisar Ming kedua yang paling lama berkuasa setelah cucunya, Kaisar Wanli. Walaupun pada masanya keadaan negara relatif stabil, kemerosotan mulai nampak pada akhir abad 16 karena dia banyak mengabaikan tugas sebagai kepala negara.
Diterjemahkan oleh: Chen Mei Ing