Militer China menuding AS melakukan perang internet untuk menjatuhkan Arab dan pemerintahan lainnya di dunia. Negeri Tirai Bambu ini balik serang setelah sejumlah situs Barat yang diserang, menyatakan sumber serangan berasal dari negara tersebut.
Tudingan itu disampaikan oleh kalangan akademisi di sekolah militer China. Mereka juga menginginkan pengetatan kebijakan internet. Terutama setelah para peretas (hacker) China berusaha menyabotase akun e-mail Gmail milik pejabat pemerintah, personel militer dan aktivis politik.
Google melacak sumber serangan itu hingga berujung ke Kota Jinan, tempat sekolah kejuruan komputer yang juga dituding menyerang Google secara canggih, 17 bulan lalu. China tetap menyangkal terlibat dalam semua tudingan ini.
Di Washington, Jubir Kementerian Luar Negeri AS Mark Toner mengatakan, negaranya telah meningkatkan kewaspadaan terhadap China setelah tudingan terakhir, pekan lalu. Meski menyatakan tudingan tersebut serius, ia tak menyebut mengenai kecurigaan AS atas keterlibatan China.
Dalam artikel di surat kabar yang dikendalikan Partai Komunis China, China Youth Daily, akademisi ini tak menyebutkan soal klaim Google. Mereka hanya menyatakan, serangan komputer dan insiden yang berujung pada promosi perubahan di Arab, bermula dari pemerintah Amerika.
"Belakangan ini, tornado internet berhembus ke seluruh dunia, mempengaruhi dan mengguncangnya. Di belakangnya, terdapat bayangan Amerika," demikian artikel yang disusun akademisi Academy of Military Sciences, Ye Zheng dan Zhao Baoxian.
Menghadapi pemanasan sebelum perang internet sebenarnya ini, lanjut artikel itu, setiap negara dan militer tak bisa terus menerus bertindak pasif. Namun harus membuat sejumlah persiapan. Jika di era industri, perang nuklir menjadi strateginya.
"Konflik seperti ini bisa amat merusak, mengancam keamanan nasional dan keberadaan negara itu sendiri," lanjut kedua penulis itu.
Sehingga, China merasa perlu ada sebuah prinsip untuk mempertahankan batasan dunia maya dan 'kedaulatan internet' negara tersebut. Setidaknya, kata artikel itu, hingga menemukan kegunaan positif internet yang sehat dan teratur.
Negeri Panda telah membuat sebuah sistem hebat yang dikenal sebagai 'Great Firewall of China', plesetan dari Great Wall of China atau Tembok China. Sistem ini merupakan sebuah filter konten yang luar biasa ketat dan beberapa pemblokiran situs asing.
Kepolisian China memiliki unit pemantau internet untuk mengamankan penduduknya dari konten ilegal. Mereka yang melakukan pelanggaran, bisa diseret ke meja hijau layaknya kriminal kelas kakap.
Sementara sejumlah pemerintah asing mengaku mendapat serangan dari China, meski Beijing kerap menyangkal telah melakukan operasi semacam itu. Kemlu AS telah memiliki sebuah unit keamanan cyber dan Biro Penyelidik Federal AS (FBI) tengah menyelidiki tudingan ini. (*)
http://yinnihuaren.blogspot.com
Email dari: Chen Mei Ing, Jakarta